MENGELOLA SUMBER DAYA ALAM MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PESISIR TNTC
Oleh: Feronika Manohas
Salah satu slogan yang sering dikemukakan masyarakat Papua dan menjadi panutan dalam membangun daerah ini adalah “Menjadi tuan di tanahnya sendiri”. Slogan ini memberikan pemahaman yang mendalam, yakni mengajak masyarakat Papua untuk mengatur sendiri daerah serta sumberdaya alam tanpa ada intervensi dari pihak lain. Namun, terkadang slogan ini disalah artikan masyarakat sekitar yang akhirnya manusia hanya diam tanpa melakukan apapun serta meminta “jatah” atau kompensasi dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang disewakan kepada pihak lain.
Hal itu tentu saling berlawanan, melalui salah satu misi WWF-Indonesia mengajak masyarakat hidup harmonis dengan alam, tim Outreach menggunakan slogan tersebut sebagai ajakan untuk mengatur sumber daya alamnya sendiri secara lestari dengan tidak menyewakannya kepada pihak lain.
Kearifan Lokal Yang Lestari
Pada dasarnya, masyarakat yang tinggal di pesisir Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) memiliki kearifan lokalnya sendiri dalam memanfaatkan sumber daya alam, baik itu dari alat tangkap yang digunakan, waktu penangkapan, cara penangkapan hingga lokasi penangkapan.
Ada banyak kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat pesisir TNTC antara lain :
- Menangkap ikan menggunakan alat tradisional (pancing, perangkap ikan, balobe dll)
- Waktu tangkap yang tidak setiap hari
- Mengikuti tanda-tanda alam dalam melakukan pemanfaatan (bulan, bintang dan arah angin)
- Merasa cukup jika semua kebutuhan hariannya telah terpenuhi
- Melarang pengambilan suatu biota atau pohon dalam waktu tertentu (saat ini dikenal dengan sasi)
- Tidak menangkap dalam jumlah yang terlalu banyak (tabu jika ada ikan mati yang ditangkap untuk dibuang kelaut)
- Mengambil hasil dengan ukuran yang telah siap panen (umumnya ukuran yang besar)
- Tidak memberitahukan kepada orang lain lokasi penangkapannya (hal ini di cegah agar tidak banyak orang yang memanfaatkan SDA di lokasi yang sama)
- Membagi hasil tangkapannya kepada sanak saudaranya jika mendapatkan hasil tangkapan yang cukup banyak.
- Terdapat beberapa lokasi yang disakralkan (larang masuk) hal ini bisa memberikan kesempatan kepada beberapa biota untuk berkembang biak di dalamnya.
- Kepercayaan tentang leluhur yang berasal dari salah satu biota di laut maupun di hutan (seperti Duyung yang dipercaya merupakan nenek moyang masyarakat goni sehingga mereka tidak memanfaatkan biota tersebut).
Kearifan lokal tersebut secara turun-temurun diwariskan hingga saat ini. Namun, semakin berkembangnya jaman kearifan lokal ini menjadi terkikis. Terlebih lagi ketika kebutuhan ekonomi yang meningkat menjadikan kebutuhan masyarakat semakin bervariasi. Akibatnya, pemanfaatan terhadap sumberdaya semakin meningkat dan seringkali melanggar peraturan yang ada. Semoga melalui upaya yang dilakukan masyarakat lokal untuk mengembalikan kehidupan alamnya dapat dilakukan hingga masa yang akan datang.