GAJAH PATROLI WAY KAMBAS MEMBANTU MENGGIRING GAJAH LIAR “PULANG”
Oleh: Hijrah Nasir (Communication and Education Officer, BBS Lampung - Bengkulu Project) & Natalia Trita Agnika
Ada banyak tantangan dalam upaya konservasi Gajah Sumatera. Salah satunya adalah semakin menyempitnya habitat mereka. Gajah yang memiliki ingatan kuat akan wilayah jelajahnya, tak jarang masuk ke kebun atau pemukiman masyarakat. Terkadang mereka masuk ke kebun warga karena ingin mencari makan. Ketika hal itu terjadi, konflik antara manusia dan gajah sulit untuk dihindari. Kondisi seperti itulah yang baru-baru ini terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Salah satu contohnya adalah kebun garapan masyarakat yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung Kota Agung Utara, dulunya merupakan wilayah jelajah gajah. Tak heran ketika ketersediaan pakan dan minum berkurang, gajah liar akan masuk ke kebun masyarakat. Apalagi masyarakat menanam jenis tanaman pisang, jagung, padi, pepaya, dan kakao yang menjadi makanan kesukaan gajah.
Daerah yang berada di sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) tersebut sudah sejak Juni 2017 mengalami konflik panjang terkait dengan masuknya gajah ke kebun masyarakat. Meskipun sudah delapan kali upaya penggiringan gajah kembali ke habitatnya dilakukan oleh tim WWF bersama dengan mitra, rombongan gajah sebanyak 12 individu tersebut tak beranjak dari kebun masyarakat. Kawanan gajah itu adalah gajah-gajah betina dari usia anak, remaja, dan dewasa.
Menanggapi konflik yang berkepanjangan itu, berbagai pihak terkait yang meliputi Pemda Tanggamus bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BKSDA Bengkulu, Balai Besar TNBBS, Balai TNWK, Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanggamus, Kodim 0424 Tanggamus, Polres Tanggamus, KPHL Kota Agung Utara, serta mitra NGO WWF-Indonesia, WCS, YABI, dan UNILA PILI sepakat untuk segera mengembalikan gajah ke habitatnya, yaitu ke kawasan TNBBS.
Dalam melakukan penggiringan gajah liar ke habitat aslinya, rombongan gajah terlatih dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK) pun didatangkan. Sebelum gajah latih dari TNWK didatangkan, WWF dan masyarakat desa Talang Way Asahan telah melakukan penggiringan gajah liar untuk menjauhkannya dari pemukiman dan mengidentifikasi jalur-jalur gajah liar masuk ke TNBBS. Mereka juga mengidentifikasi sumber pakan dan sumber air gajah latih yang nantinya akan melakukan penggiringan gajah liar pulang ke “rumahnya”.
Pada (18/11) yang lalu, empat individu gajah terlatih yang terdiri dari empat jantan dan satu betina tiba di Kabupaten Tanggamus dan disambut meriah oleh masyarakat. Tim gabungan yang dibentuk pun mulai melakukan tugas penggiringan gajah liar sesuai dengan informasi awal tentang lokasi keberadaan gajah liar yang telah diterima. Ketika melakukan penggiringan, sempat terjadi kontak fisik antara gajah liar dan gajah latih. Namun gajah liar dapat terus didesak mundur menuju kawasan TNBBS. Tim gabungan dan gajah latih beristirahat di gubuk warga, sekitar 700 meter dari batas kawasan. Metode penggiringan gajah liar dengan menggunakan bantuan gajah latih dirasakan lebih efektif dibanding metode yang sebelumnya pernah dilakukan, yaitu secara manual. Dengan bantuan gajah latih, gajah liar cenderung terus bergerak “pulang” ketika melihat gajah latih mendekat.
Tantangan yang dihadapi dalam upaya menggiring gajah liar kembali ke kawasan adalah kondisi medan TNBBS yang berbukit. Gajah latih yang membantu penggiringan agak kesulitan karena terbiasa di medan datar seperti di TNWK. Kondisi cuaca buruk juga menjadi kendala. Selain itu, beberapa gajah liar terdeteksi kembali dari dalam kawasan. Mahout yang melihat hal tersebut berupaya melakukan pencegahan agar gajah liar tidak kembali turun ke desa. Namun gajah liar menyerang sehingga tiga orang mahout tersebut terkepung di atas pohon hingga malam.
Pada akhir November 2017, dilakukan evaluasi tentang uji coba penggunaan gajah patroli dari TNWK dengan membuahkan hasil yang positif, dimana selama periode 18 November sampai 4 Desember 2017, kawanan 12 individu gajah liar tidak pernah datang ke pemukiman warga pada empat desa yang terkena dampak. Bupati Tanggamus mengatakan bahwa selama hampir dua minggu masyarakat dapat tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan gajah liar. Pada tanggal (5/12), operasi penanganan konflik gajah dengan menggunakan gajah patroli berakhir, seiring dengan berakhirnya surat perintah tugas (SPT) petugas balai TNWK.
Penanganan gajah liar di Tanggamus belum selesai. Tim penggiringan dan mahout mengusulkan adanya tim pendukung yang bersiaga di masing-masing desa agar segera siaga menghalang jika ada gajah liar mendekati desa. Bantuan gajah patroli dalam menggiring gajah liar “pulang” dinilai cukup efektif, tetapi medan yang berbukit cukup menyulitkan.
Yang tak kalah penting dari semua upaya penggiringan tersebut adalah perlunya pengayaan tumbuhan pakan di dalam kawasan hutan lindung dan taman nasional agar gajah liar tidak kembali masuk ke desa. Upaya dan dukungan dari semua pihak sangatlah dibutuhkan untuk kelestarian gajah.