FOR-TRUST ACEH TOLAK RTRW ACEH
Banda Aceh, 23 Maret 2013. Forum Tata Ruang Sumatera (For-Trust) Aceh menyatakan menolak Rencana Tata Ruang Aceh (RTRWA) karena dalam proses penyusunannya tidak mengindahkan aturan-aturan main yang sudah ada, di antaranya perlunya keterlibatan publik atau masyarakat. Selain itu, dari sisi substansi RTRWA berpotensi akan sangat kontradiksi dengan upaya Pemerintah Aceh dalam mendorong pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkelanjutan berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
Juru bicara For-Trust, Dede Suhendra, mengatakan bahwa selama ini ada beberapa hal yang menjadi titik lemah dalam penyusunan RTRWA; Pertama, selama ini dalam proses penyusun RTRWA publik atau masyarakat tidak pernah secara strategis diajak terlibat. Ini sama saja dengan menafikan hak konstitusional rakyat. Padahal, di dalam berbagai aturan telah secara jelas diatur tentang keterlibatan publik atau masyarakat. Undang-Undang No. 26/2007 pasal 55 dan 60 menyebutkan masyarakat berhak untuk terlibat mengajukan dan melakukan pengawasan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang. Kemudian, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau publik. Begitu pula Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 47/2012 pasal 29 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengharuskan dalam tata cara penyusunan perda RTRW harus melampirkan berita acara konsultasi publik. Kedua, dalam kaitan materi substansi RTRW, berbagai perubahan termasuk usulan pengurangan luas hutan Aceh harus mengacu pula pada UU No. 32/2009 pasal 15 tentang perlunya KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), sampai saat ini belum diketahui apakah dokumen KLHS sudah selesai atau belum. Jika memang sudah selesai, apakah telah menjadi acuan dalam penyusunan RTRW. Kemudian Perpres No. 13/2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera yang mengatur secara rinci arah penataan ruang setiap provinsi yang ada di Pulau Sumatera.
Selanjutnya menurut For-Trust, terkait posisi Aceh sebagai provinsi yang memiliki kewenangan khusus sesuai UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh telah pula secara tegas mengatur terkait penataan ruang, di antaranya pasal 142 yang secara tegas menyebutkan masyarakat berhak baik secara tertulis maupun tidak memberikan masukan dalam RTRWA. Kemudian di dalam pasal yang sama dalam hal perencanaan, penetapan, dan pemanfaatan, tata ruang harus mempertimbangkan adat budaya setempat, daerah-daerah rawan bencana, penyediaan kawasan lindung dan ruang terbuka hijau, untuk pelestarian taman nasional, serta adanya kewajiban untuk mengelola kawasan lindung seperti Kawasan Ekosistem Lauser yang merupakan kawasan strategis dengan fungsi lindung, taman nasional, serta keanekaragaman hayati lainnya. RTRWA juga harus membuka ruang dan akses yang luas bagi masyarakat khususnya mukim dan gampong yang juga diatur di dalam UUPA terkait kawasan kelola, kawasan adat, dan kawasan penting lainnya.
“Pelaksanaan pembangunan di Aceh harus pula mengacu pada tata ruang nasional. Kami mengingatkan kembali penyusunan RTRW Aceh yang melanggar berbagai ketentuan yang ada serta tidak transparan akan berkonsekuensi hukum di kemudian hari. For-Trust siap melakukan gugatan hukum sebagai bagian dari hak publik/masyarakat sesuai pasal 66, UU No. 26/2007,” ujar Dede.
Untuk itu For-Trust mendesak Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKTRD) dan Panitia Khusus RTRW di DPR Aceh untuk kembali melibatkan publik secara luas dalam proses penyusunan RTRW Aceh.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Dede Suhendra, Juru Bicara Forum Tata Ruang Sumatra (For-Trust) Aceh,
Email: dsuhendra@wwf.or.id, Hp 0816343801
Informasi singkat:
Forum Tata Ruang Sumatera (For-Trust) Aceh, merupakan sebuah wadah, yang memiliki tujuan strategis mendorong adanya Rencana Tata Ruang yang berbasis ekosistem serta keterlibatan publik/masyarakat dalam proses penyusunannya. For-Trust Aceh dibentuk sejak 2010, dan saat ini memiliki anggota yang terdiri dari NGO/LSM, masyarakat maupun individu yang memiliki komitmen sejalan dengan tujuan strategis For-Trust. For-Trust Aceh terdiri dari WWF-Indonesia, Walhi Aceh, Transparency International, FFI, YLI, PeNA, Padhi, Silfa, Jaringan Kuala, Pugar, JKMA, Uno Itam, YRBI, dan Green Journalist.