#XPDCMBD: KAPAL JOLOR, APLIKASI TEKNOLOGI SEDERHANA MASYARAKAT PULAU LUANG
Penulis: Ignatius Tri Hargiyatno (KKP)
Pulau Luang adalah salah satu pulau yang dikunjungi oleh Tim Ekspedisi Maluku Barat Daya. Pulau yang memiliki dua desa – yaitu Desa Luang Barat dan Desa Luang Timur – secara topografi dikelilingi oleh gugusan karang landai yang sangat luas. Gugusan karang ini banyak menyimpan sumber daya alam, terutama ikan dan biota laut lainnya, serta sangat cocok untuk lahan budi daya. Kondisi sebaliknya terlihat di daratan yang berbentuk seperti pegunungan bertanah tandus dan tidak dapat digunakan sebagai area perkebunan atau pertanian. Hal ini membuat masyarakat yang tinggal di pulau ini hanya mengandalkan laut sebagai sumber mata pencaharian.
Dibandingkan dengan perairan di pulau lain yang dikunjungi, kami banyak menemukan kapal di perairan Pulau Luang. Salah satu jenis kapal yang kerap dijumpai di pulau ini adalah kapal kayu, yang sering disebut sebagai ‘kapal jolor’. Kapal ini memiliki ukuran panjang antara 12-13 meter, lebar 1,30 meter, dan tinggi 0,75 meter. Kapal yang memiliki mesin yang di bagian dalam badan kapal ini digunakan nelayan sebagai alat transportasi dalam mencari ikan, dengan alat tangkap pancing, bubu (perangkap), maupun jaring. Terdapat sekitar 200 unit ‘kapal jolor’ di pulau ini, yang tersebar di Desa Luang Barat dan Desa Luang Timur.
Menurut informasi yang saya dapatkan dari beberapa nelayan selama mengambil data perikanan, semua kapal yang berada di Pulau Luang merupakan buatan masyarakat setempat. Bahan baku kayu yang digunakan untuk membuat ‘kapal jolor’ diambil dari Pulau Sermata dan Pulau Moa. Pembuatan sebuah ‘kapal jolor’ memakan waktu sekitar satu bulan, yang kemudian dijual dengan kisaran harga IDR 6 juta/unit (tanpa mesin) dan IDR 20 juta (dengan mesin). Pembeli ‘kapal jolor’ buatan masyarakat Pulau Luang ini tidak hanya datang dari penduduk setempat, tetapi juga datang dari desa-desa yang terdapat di sekitar Pulau Luang.
Selain untuk perikanan tangkap, ‘kapal jolor’ yang dibuat oleh masyarakat Pulau Luang dengan teknologi sederhana ini, juga digunakan sebagai sarana transportasi dalam usaha budidaya rumput laut.