PERIKANAN BERKELANJUTAN MENJADI ORIENTASI NELAYAN GALE-GALE
Pulau Tujuh merupakan gugusan pulau-pulau yang terdapat di Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku dan termasuk dalam area calon Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Taman Pulau Kecil (TPK) Serutbar (Seram Utara dan Seram Utara Barat). Desa Gale-Gale merupakan salah satu desa pesisir yang berhadapan dengan Pulau Tujuh, dimana masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang menggunakan jaring insang dasar dengan alat bantu kompresor untuk menangkap ikan layang (Decapterus macarellus) dan ikan pisang-pisang/ekor kuning (Pterocaesio spp).
“Kompresor dioperasikan di Desa Gale-Gale sejak tahun 2007 sebagai alat bantu pernapasan saat menyelam untuk mempermudah nelayan saat proses pengangkatan jaring dari dasar perairan yang merupakan ekosistem terumbu karang” ujar Bachtiar Wally, salah satu nelayan kompresor di Desa Gale-Gale. Namun, pada pengoperasian jaring insang dasar tersebut diletakkan di atas terumbu karang pada kedalaman ±15 meter yang menyebabkan terumbu karang sering terangkut dalam jaring dan saat pengangkatan jaring oleh nelayan yang menyelam menggunakan kompresor sering kali menginjak terumbu karang. Sehingga aktivitas penangkapan ikan tersebut berpotensi besar dalam merusak ekosistem terumbu karang sebagai rumah ikan.
Sebagaimana telah disebutkan dalam UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 9 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa kompresor termasuk alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Nota Dinas KKP Ditjen PSDKP Nomor 536/DJPT.2/PI.370/VII/2013, bahwa kompresor dilarang digunakan oleh penyelam untuk kegiatan penangkapan yang merusak lingkungan, contohnya mengangkat, memukul dan menginjak terumbu karang.
WWF-Indonesia sebagai pelaksana Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) telah bekerjasama dengan para pemangku kepentingan untuk meminimalisir penggunaan kompresor di Desa Gale-Gale, baik melalui kegiatan sosialisasi maupun kunjungan langsung ke lokasi untuk diskusi bersama nelayan. Nelayan tetap tidak peduli tentang bahaya menggunakan kompresor, mereka belum merasakan dampak negatif bagi kesehatan dalam menggunakan kompresor. “Melarang pakai kompresor sama saja dengan melarang merokok” tutur salah seorang nelayan kompresor pada saat diskusi bersama tim WWF-Indonesia. Nelayan beranggapan bahwa kompresor digunakan dengan baik, tidak memakai bom atau potassium dan hasil tangkapannya sangat mendorong perekonomian rumah tangga mereka, sehingga mereka tidak memikirkan dampak negatif dari kompresor.
Berdasarkan pendataan harian perikanan yang dilakukan oleh Tim Enumerator Perikanan WWF-Indonesia, total tangkapan ikan dari alat tangkap jaring insang dasar mengalami penurunan. Diketahui pada periode pertama pendataan dari bulan November 2017-Oktober 2018 total tangkapan yang terdata sebanyak ±77,6 ton, sedangkan pada periode kedua pendataan dari bulan Desember 2018-Oktober 2019 sebanyak ±48,8 ton. Hal ini sangat dikeluhkan oleh sebagian besar nelayan kompresor. “Tahun kemarin jika dihitung-hitung, sekali buang jaring semua armada kompresor ini dapat penghasilan total 15 sampai 20 juta. Tetapi, sekarang ikan semakin sulit dan bermain jauh ke perairan yang lebih dalam. Sekali buang jaring dapat Rp. 500.000,- sudah untung yang penting kembali modal bensin“ tutur Usman, salah satu nelayan kompresor di Desa Gale-Gale. “Tidak dapat ikan, yang tersangkut dijaring hanya karang-karang mati” lanjut Kamil, seorang anak buah kapal nelayan kompresor.
Tim Enumerator Perikanan WWF-Indonesia telah melakukan pendekatan secara rutin kepada nelayan kompresor Desa Gale-Gale untuk berdiskusi tentang bahaya penggunaan kompresor, yang disertai dengan menampilkan video terkait praktik perikanan yang merusak. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai proses penyadartahuan nelayan untuk dapat mengurangi aktivitas penggunaan kompresor dan beralih alat tangkap yang ramah lingkungan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan.
Melihat hasil tangkapan nelayan yang semakin menurun, mereka semakin menyadari tentang pentingnya menjaga stok ikan untuk keberlanjutan sumber daya. Pada tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2019 terdapat 9 armada aktif pengguna kompresor, saat ini tersisa 4 armada yang masih aktif menggunakan kompresor. Nelayan yang meninggalkan kompresor beralih ke API (Alat Penangkapan Ikan) yang paling selektif yaitu pancing ulur. “Saat ini penghasilan memancing lebih bagus daripada ikut jaring kompresor dan tidak ada beban menjahit jaring serta merawat kompresor” tutur Kamil.
Saat ini WWF-Indonesia sedang melakukan peninjauan kembali tentang luasan dan letak zonasi berdasarkan masukan dari nelayan, khususnya nelayan Desa Gale-Gale dari hasil Konsultasi Publik I untuk Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) KKP3K Serutbar. Dengan adanya proses perubahan ini, WWF-Indonesia akan terus melakukan pendekatan dan mendukung pengurangan penggunaan kompresor di calon KKP3K TPK Serutbar dengan mengadakan sosialisasi Better Management Practice atau panduan praktis praktik perikanan berkelanjutan. Sehingga nelayan di pesisir Serutbar dapat ikut serta mengelola sumber daya lautnya agar terus meningkat dan berkelanjutan.