SOLAR DRYER DOME, PENERAPAN TEKNOLOGI SEDERHANA UNTUK PETANI RUMPUT LAUT
Penulis: Nur Ahyani (Aquaculture Officer, WWF-Indonesia)
Petani rumput laut, di seluruh tempat termasuk Alor, selalu mengandalkan energi panas dari matahari untuk mengeringkan rumput laut. Segera setelah dipanen, mereka langsung menjemur rumput lautnya, baik di tempat pengeringan ataupun di atas batu-batu yang telah disusun sedemikian rupa. Mereka juga harus membalik rumput laut yang dijemur secara berkala agar dapat mengering secara sempurna. Jika matahari sedang bersinar dengan baik, dibutuhkan waktu kurang lebih tiga hari sebelum rumput laut bisa dikemas lalu dijual.
Teknologi Solar Dryer Dome telah diperkenalkan di Alor oleh Asia Society for Social Improvement and Sustainable Transformation (ASSIST) yang didukung oleh COVESTRO. Melalui program WeCare, teknologi baru ini diintroduksi kepada para petani dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas rumput laut agar dapat menaikkan nilai jualnya di pasaran. Sejalan dengan maksud dari WeCare, WWF-Indonesia berkomitmen untuk mendampingi organisasi ini dalam menjalankan kegiatannya di Alor. Dengan difasilitasi oleh Forum Rumput Laut Alor (FoRLa) dan WWF-Indonesia, kunjungan lapangan ke empat komunitas di Alor pun terlaksana pada bulan Februari 2016 lalu. Setelah studi keyalakan dilakukan di Desa Aimoli, Bana, Kayang, dan Kalondama Barat, serta menimbang masalah transportasi dan juga ketertarikan dari komunitas setempat, akhirnya Solar Dryer Dome diputuskan untuk dibangun di Desa Aimoli.
Silpakorn University, Thailand mengembangkan teknologi Solar Dryer Dome dengan menggunakan prinsip yang sama seperti pengeringan rumput laut konvensional—memanfaatkan matahari sebagai sumber energi. Solar Dryer Dome dibangun dengan menggunakan struktur atap parabolik yang menyerupai kubah dan memaksimalkan panas tersirkulasi dengan baik di dalam bangunan. Sinar matahari akan menembus ke dalam lembaran polikarbonat dan memanaskan udara di dalam kubah. Kemudian, udara panas tersebut akan menyerap kelembapan dari produk yang dijemur. Udara tersebut lalu dihisap oleh kipas angin yang terpasang di pada kubah. Biasanya, pengeringan rumput laut di bawah sinar matahari secara biasa akan memakan waktu tiga hari, namun jika dikeringkan di dalam kubah dapat dipangkas hingga setengahnya.
Solar Dryer Dome berukuran 6m x 8 m mulai dibangun di Desa Aimoli sejak tanggal 26 Mei 2016 lalu. Para pekerja dan kelompok petani pun turut membantu, hingga akhirnya pada tanggal 29 Mei 2016 mereka pun menyelesaikan kubah tersebut. Sehari setelahnya, FoRLa-Alor mengundang para petani rumput laut untuk mengikuti sosialisasi terkait Solar Dryer Dome ini. Somwang Martchaipoom, sebagai perwakilan ahli dari Silpakorn University, menjelaskan bagaimana kubah ini bekerja; keuntungan penggunaan Solar Dryer Dome; dan cara merawatnya. Dalam penjelasannya, ia berkata bahwa tak hanya masa pengeringan yang lebih singkat, rumput laut yang dihasilkan juga lebih bersih dan bobot yang susut pun lebih sedikit. Somwang juga menekankan bahwa masyarakat bisa memanfaatkan Solar Dryer Dome setidaknya selama 15 tahun dalam kondisi normal. Jika masyarakat merawat kubah tempat pengeringan tersebut dengan baik, bukan tidak mungkin masa penggunaannya akan bertambah menjadi 20 tahun. Cara perawatannya pun cukup mudah dan tidak mahal, yaitu dengan membersihkan panel matahari dan lembaran polikarbonat secara berkala dari debu dan garam residu pengeringan.
Selain itu, para petani juga diminta untuk melakukan praktik percobaan pengeringan rumput laut, dengan menggunakan Solar Dryer Dome maupun cara konvensional. Dengan suhu yang dapat mencapai 50 derajat Celcius dalam Solar Dryer Dome, tentunya proses pengeringan dapat lebih efektif dan efisien. Melihat antusiasme masyarakat pada saat sosialisasi, WWF-Indonesia sebagai fasilitator tentunya berharap mereka dapat menggunakannya dengan baik dan mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari aplikasi teknologi tersebut.