WAKTUNYA HENTIKAN WILDLIFE CRIME BERSAMA, MULAI SEKARANG!
Indonesia adalah rumah bagi banyak spesies satwa, mulai dari di darat hingga ke dasar laut. Sayangnya, banyak spesies yang ada di Indonesia menjadi target perburuan dan perdagangan ilegal para mafia. Perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi berbanding lurus dengan tingkat kepunahan banyak satwa di Indonesia, dan tentu hal ini mengancam keberlangsungan kehidupan alam. Beberapa spesies yang paling terancam di antaranya seperti Harimau, Gajah, Badak, Pari Manta, Hiu dan satwa lain yang berperan dalam ekosistem di Indonesia. Tindak kejahatan perdagangan ilegal satwa liar bahkan telah masuk ke dalam kategori kejahatan transnasional terorganisir, karena melibatkan jaringan mafia dan nilai kerugian yang diakibatkan dari perdagangan terlarang ini bersaing dengan perdagangan narkotika, perdagangan manusia, dan barang-barang palsiu.
Menanggapi hal tersebut WWF-Indonesia menyelenggarakan kegiatan “Wildlife Crime Talk” dan menggandeng banyak ahli yang kompeten dalam isu perdagangan ilegal satwa liar sebagai narasumbernya. Bertempat di KASKUS Playground Jakarta, acara ini dihadiri oleh banyak peserta dari berbagai usia dan kalangan yang peduli terhadap permasalahan lingkungan satu ini.
Wildlife Crime Talk yang mengangkat tema “Indonesia Says NO to Illegal Wildlife Trade” ini menghadirkan pembicara yang terlibat dan peduli dalam hal ini. Hadir menjadi narasumber yaitu Novi Hardianto–Wildlife Crime Specialist dari WWF-Indonesia, Dwi Adhiasto–Wildlife Crime Expert dari WCS Indonesia, Davina Veronica–Founder Garda Satwa Indonesia, Sugeng Irianto–BARESKRIM POLRI dan perwakilan dari KASKUS Green Lifestyle Community.
Novi Hardianto mengatakan dalam presentasinya, bahwa perburuan dan perdagangan satwa dilindungi adalah dilatarbelakangi oleh gaya hidup manusia yang semakin beragam dan membuat kebutuhan hidup menjadi semakin bertambah. Untuk memenuhi hasrat keinginan dan kebutuhan hidup tersebut, akhirnya para pelaku melihat satwa dilindungi sebagai peluang bisnis, seperti memanfaatkan satwa liar tersebut untuk dijadikan sebagai bahan obat-obatan, aksesoris, dijadikan satwa peliharaan, hingga dijadikan pelaku pertunjukan sirkus.
Tidak hanya satwa yang ada di daratan, satwa dilindungi yang ada di laut pun menjadi incaran untuk perburuan liar. Dwi Adhiasto menjelaskan, sejak 2014 Wildlife Conservation Society mendukung 88 operasi meliputi perdagangan ilegal, perburuan, pemeliharaan, perdagangan daring, penyelundupan dan penangkapan ikan secara ilegal yang melibatkan 106 pelaku. Dwi mengatakan bahwa banyak spesies laut dilindungi yang diburu untuk diambil bagian tubuhnya karena dipercaya dapat menjadi obat atau untuk sekadar dikonsumsi karena dianggap menjadi bahan makanan bergengsi. Contoh spesies laut yang banyak menjadi incaran para pemburu adalah Pari Manta untuk diambil insangnya dan juga Hiu untuk diambil siripnya. Tak hanya untuk dikonsumsi, spesies laut seperti Hiu Paus dan Lumba-lumba juga banyak diburu untuk dijadikan satwa peraga.
Davina Veronica, seorang figur publik sekaligus CEO Yayasan Garda Satwa Indonesia yang peduli dengan lingkungan dan kesejahteraan satwa pun mengatakan bahwa banyak laporan yang diterima Garda Satwa Indonesia, tentang satwa domestik seperti kucing dan anjing banyak mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya dari orang-orang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuat Davina sedih, terlebih dengan spesies liar dilindungi yang diburu dan diperdagangkan. “Mungkin kita merasa kita tidak memiliki hubungan dengan satwa-satwa yang hidup di hutan dan laut, namun secara tidak sadar kita punya keterhubungan erat dengan keberadaan mereka. Bila ada spesies yang punah tentu akan membuat ekosistem tidak seimbang dan hal itu pasti memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan kita manusia,” ucap Davina.
Menanggapi fenomena perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi yang terjadi di Indonesia, pihak BARESKRIM POLRI sejak tahun 2014-2018 telah menindak 240 kasus dengan 230 orang tersangka. Adapun barang bukti yang terkumpul yang terdiri dari satwa hidup, satwa awetan, bagian tubuh, hingga yang sudah berbentuk produk seperti pipa rokok dari gading, liontin dari taring harimau dan gelang dari karapas penyu. Pada Wildlife Crime Talk, AKBP Sugeng Irianto menjelaskan bahwa sekarang ini masyarakat Indonesia bisa ikut mengawasi dan melaporkan kegiatan yang berhubungan dengan kasus penangkapan dan perdagangan satwa liar dengan sebuah aplikasi bernama “e-Pelaporan Satwa Dilindungi” yang bisa diunduh di ponsel Android. Pada aplikasi tersebut, masyarakat bisa secara detail melaporkan kondisi hewan tersebut sampai dengan lokasinya untuk kemudian ditindaklanjuti oleh BARESKRIM.
Sudah saatnya kita ikut mendukung upaya pemerintah dalam menghentikan perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi. Mari bersama kita lindungi satwa dan jaga keseimbangan ekosistem demi masa depan yang lestari dan berkelanjutan.