UPAYA BERSAMA UNTUK MELINDUNGI GAJAH KALIMANTAN
Kalimantan adalah pulau terluas ketiga di dunia, setelah Greenland, dan Papua. Pulau ini memiliki banyak sungai dan hutan tropis yang rapat, hutan ini menjadi habitat bagi spesies gajah terkecil, yang memiliki tinggi maksimum 2,5 meter. Gajah ini dikenal dengan panggilan gajah kerdil Kalimantan. Gajah Kalimantan keberadaan populasinya ditemukan di wilayah Sabah, Malaysia dan di wilayah Kalimantan Bagian Utara. Populasi gajah di Sabah sangat besar berkisar 1.500 – 2.000 individu, sedangkan populasi yang berada di Kalimantan Utara sangat kecil berkisar 30 - 80 Individu.
Di Indonesia, WWF senantiasa berupaya melindungi spesies terancam punah yang penting bagi ekosistem, rantai makanan, spesies yang berkontribusi menjaga stabilitas ekosistem dan regenerasi habitat, serta spesies yang mewakili kebutuhan konservasi dalam skala luas. Salah satu dari spesies tersebut adalah gajah Kalimantan.
Kalimantan Utara, Indonesia dan Sabah, Malaysia sebagai tempat habitat gajah juga masuk dalam kawasan pengelolaan konservasi penting di 3 Negara yang dikenal dengan Kawasan Jantung Kalimantan (The Heart of Borneo). Kehadiran gajah di wilayah tersebut juga menandakan tersedianya sumber daya untuk mendukung kehidupan satwa lainnya.
Gajah betina pada umumnya hidup berkelompok, sedangkan gajah jantan hidup soliter. Mereka bertemu hanya pada saat musim kawin. Gajah hamil hanya dengan satu anak, dengan periode kehamilan sekitar 19-21 bulan. Meskipun ukuran badan mereka lebih kecil daripada gajah sumatera, gajah Kalimantan tetap memerlukan habitat yang luas, karena mereka dapat berjalan 7-13 kilometer dalam satu hari.
Walaupun hingga saat ini belum ada kasus perburuan gajah di Kalimantan Utara, tetapi dengan populasi gajah Kalimantan tidak begitu banyak dapat menjadi ancaman jika tidak dilakukan pengelolaan yang kuat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh WWF-Indonesia pada tahun 2012, populasi gajah Kalimantan ada sekitar 30 – 80 individu dan masuk kedalam daftar satwa yang terancam punah dalam IUCN Red List. Oleh karenanya, penting untuk dilakukan berbagai upaya konservasi agar gajah di Kalimantan Utara dan habitatnya tetap lestari.
Untuk mendorong upaya konservasi gajah kalimantan, WWF bersama Toyota Motor Corporation sejak 2016 melalui program “Living Asian Forest Project” telah berkomitmen untuk mendukung kegiatan konservasi gajah Kalimantan di provinsi Kalimantan Utara.
Pada tahun 2017 lalu, WWF-Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menyelenggarakan lokakarya “Evaluasi Dokumen Strategi & Rencana Aksi Konservasi Gajah Kalimantan (SRAK-GK) 2011-2017 dan Rencana Penyusunan Dokumen SRAK-GK untuk periode 2018 – 2028. Tercatat sebanyak 36 peserta mengikuti acara lokakarya ini dan berasal dari berbagai kelompok baik pemerintah, LSM, sektor swasta, media dan lain-lain.
Pada kesempatan tersebut Agus Suyitno, Human-Elephant Conflict Mitigation Officer WWF-Indonesia menyampaikan bahwa target konservasi gajah walaupun belum maksimal, populasi dan habitat gajah di Kalimantan Utara masih bisa diselamatkan. Lebih lanjut Agus pun memaparkan tantangan kedepan bagi konservasi gajah di Kalimantan yakni Perlindungan dan Pengeloaan Populasi Habitat juga Penegakan Hukum, Survei dan Monitoring, Kerjasama Lintas Batas Indonesia-Malaysia, Penanganan Konflik Gajah-Manusia, Sinergi Keterlibatan Berbagai Pihak, Peningkatan Ekonomi bagi Masyarakat sekitar Habitat Gajah dan Dukungan Anggaran Pemerintah dari dana APBP dan APBN, serta sumber dana lainnya dari pemerhati lingkungan bagi konservasi gajah di Kalimantan.
Dari tantangan tersebut, sudah ada beberapa upaya yang WWF-Indonesia lakukan yaitu berkolaborasi dengan berbagai mitra salah satunya survei dan monitoring habitat. Kegiatan ini dilaksanakan pada 13 – 23 Februari 2018 di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara dan telah dilanjutkan kembali survei pada bulan April-Juni 2018. Survei ini bertujuan untuk memperbarui data survei gajah di Kalimantan Utara pada tahun 2012, survei yang telah dilakukan baru mencapai 43% dari target yang telah ditetapkan dan akan dilanjutkan kembali surveinya hingga tahun 2019 untuk mencapai target 100%.
Kegiatan survei dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan para pihak diantaranya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nunukan, Pecinta Alam Gapeta Borneo Nunukan, Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, Satgas Konflik Gajah Tulin Onsoi dan masyarakat setempat.
Selama kegiatan survei berlangsung, tim masih belum dapat bertemu secara langsung dengan para gajah tetapi menemukan jejak, kotoran, bekas gesekan dan kubangan. Hal tersebut dikarenakan populasi gajah kalimantan cukup kecil sedangkan habitatnya begitu luas. Namun demikian, semua temuan tidak langsung itu dapat menjadi pertanda baik bahwa keberadaan gajah kalimantan masih ada dan berkembang biak di kawasan tersebut.
Kemudian ada juga upaya dalam menangani konflik antara manusia dan gajah. Hal ini kerap terjadi karena adanya alih fungsi atau konversi hutan sehingga gajah kehilangan sebagian habitatnya. Sejak 2003-2010, Sekitar 16% kawasan habitat gajah telah menjadi perkebunan kelapa sawit, 84% sisa habitatnya masih dapat dipertahankan sampai sekarang. Sebagian hutan yang dahulunya adalah tempat dimana gajah berjalan, mencari makan dan minum sekarang berubah menjadi perkebunan sawit, perkebunan warga serta kawasan perusahaan. Hal tersebut yang menyebabkan para gajah memasuki kawasan tersebut yang akhirnya menimbulkan konflik.
Kegiatan ini dapat terselenggara atas kerjasama WWF-Indonesia dengan Dinas Lingkungan Hidup Nunukan, Satgas Konflik Gajah Kecamatan Seimanaggaris. Walaupun intensitasnya relatif jarang terjadi, tetapi mitigasi konflik seperti kegiatan penghalauan atau penggiringan gajah agar kembali ke kawasan hutan terus digalakkan. Pada 14 Desember 2017, tim satgas konflik gajah melaporkan bahwa ada sekitar 3 individu gajah yang masuk kedalam perkebunan kelapa sawit milik masyarakat metode penggiringan gajah tersebut menggunakan meriam karbit (Cannon Carbide) yang menimbulkan suara seperti ledakan yang membuat gajah terusik dan akhirnya meninggalkan area dan kembali ke hutan.