GLOBAL MARCHING FOR ELEPHANTS, RHINOS AND TIGERS DI ACEH BERI PENGHARGAAN UNTUK GAJAH YONGKI
Komunitas Pecinta Satwa memberi penghargaan kepada Gajah Yongki atas jasanya telah membantu pengamanan hutan Sumatera. Penghargaan ini diberikan pada aksi Parade Globaluntuk Gajah, Badak dan Harimau yang dibuat untuk pertama kalinya di Indonesia berpusat di Banda Aceh pada 3 Oktober 2015.
Penghargaan kepada Yongki berupa dua karya lukisan dua remaja putri Indonesia. Lukisan berjudul ”Thank You Yongki” dibuat oleh Emira Bunga Ramadhan seorang siswi SMA di Jakarta dan lukisan berjudul “Indonesia Bangga Dengan Yongki” karya Ayu Putri Meidina, seorang mahasiswi di Banda Aceh. Yongki adalah gajah jinak berumur 35 tahun yang bertugas melakukan patroli pengaman hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung. Ia ditemukan mati dibunuh dan dicuri gadingnya oleh pemburu pada 18 September lalu.
Lukisan untuk Yongki diserahkan kepada Species Spesialist WWF Indonesia Sunarto dan Project Leader WWF Indonesia Program Ujung Kulon. Lukisan ini selanjutnya akan dikirim ke Kamp Pemerihan di TNBBS, tempat tinggalnya Yongki.
Koordinator Global Marching for Elephant, Rhino and Tiger (GMFERT) Indonesia, Cut Evrida Diana lukisan ini menjadi kenang-kenangan bahwa pernah ada gajah bernama Yongki yang memiliki jasa besar untuk perlindungan hutan Sumatera. Yongki telah menjadi korban sindikat perdagangan gading gajah yang dengan tidak ada belas kasihan menghabisi nyawa satwa langka di dunia itu.
Menurut Cut Evrida pembunuhan terhadap Yongki menambah daftar panjang satwa-satwa yang mati karena perburuan dan perdagangan. “Dalam aksi ini kami menyerukan kepada Indonesia dan dunia internasional untuk mengakhiri perdagangan gading gajah, cula badak, tulang, kulit dan gigi harimau di seluruh dunia.”
Sunarto kepada media mengatakan perburuan satwa seperti gajah, harimau dan badak sudah sangat serius. Indonesia saat ini menjadi kawasan target perburuan satwa.
Menurut Cut Evrida Diana, kejahatan terhadap satwa saat ini merupakan kejahatan serius di dunia, hampir menyamai kejahatan narkoba dan perdagangan manusia. Ia menjadi bisnis haram yang melibatkan banyak pihak mulai dari pemburu, pedagang, penyelundup antar negara dan konsumen di pasar gelap internasional. Cut Evrida mengatakan, hampir setiap hari kita melihat dan mendengar berita tentang kekejaman terhadap satwa-satwa. Tapi itu hanya sebagian kecil yang bisa kita lihat. Karena pada kenyataannya setiap detik ratusan satwa dibunuh di seluruh dunia atau mereka mati perlahan-lahan karena dieksploitasi atau dihancurkan habitatnya.
“Sudah saatnya masyarakat dunia bersatu melawan kejahatan terhadap satwa. Jangan ada yang memelihara satwa untuk kesenangan karena rumah mereka yang baik hanya di hutan. Jangan bangga jika kita punya gading, cula atau kulit harimau di rumah karena sesungguhnya kita ikut telah merampas nyawa makhluk ciptaan Allah SWT.”
Aksi GMFERT merupakan aksi serentak warga dunia untuk menyerukan perlindungan gajah, badak dan harimau yang dilaksanakan pada 3-4 Oktober 2015 di 120 tempat di seluruh dunia. Untuk pertama kalinya Indonesia berpartisipasi memberi dukungan dan komitmen untuk melindungi dan melestarikan satwa-satwa langka tersebut. “Kami memulai komitmen Indonesia ini dari Aceh yang merupakan satu dari dua propinsi di Indonesia selain Lampung yang memiliki gajah, badak dan harimau sumatera,” kata Cut Evrida.
Parade mendukung penyelamatan gajah, badak dan harimau ini dikoordinir oleh Gerakan Earth Hour Aceh. Ada 200 orang berpartisipasi mewakili Bapedal Aceh, Kepolisian Aceh, BKSDA Aceh, Duta Wisata Aceh, Agam dan Inong Aceh Besar, siswa SMU Lab School Unsyiah, Anak-anak dari Home Schooling Al Imtiyaz, komunitas anak muda, Walhi, Aceh Geothermal Forum dan WWF Indonesia yang mendukung penuh aksi kampanye ini.
Mereka akan berparade di jalan protokol kota mulai dari Taman Sari - Mesjid Raya Baiturrahman – Tugu Simpang dengan membawa atribut seperi poster bertuliskan “Mari Kita Jaga Jaga Badak, Gaah dan Harimau”, “Jangan Sakiti Hewan, Mereka Juga Makhluk Ciptaan Allah”. Peserta memakai topeng gajah, badak dan harimau serta melakukan aksi treaterikal, orasi, pembacaan puisi untuk Yongki, dan beryanyi bersama lagu “Gajah” karya Tulus untuk mengenang Yongki.