SURVEI ORANGUTAN KALIMANTAN DI KAWASAN HUTAN KORIDOR TN SEBANGAU-TN BUKIT BAKA BUKIT RAYA
Oleh: (Ari Meididit, Taufik M Mulyana, Khaleb Yordan, M Ismail Adha, Agusti Randi, Abraham, Rantawan, dan Ajim Ariadi)
Jumlah populasi orangutan di Taman Nasional Sebangau berdasarkan survei lapangan WWF-Indonesia kantor Kalimantan Tengah berjumlah 5.826 individu (WWF Kalteng, 2015). Berdasarkan angka, populasi tersebut masuk ke dalam populasi terbesar kawasan konservasi di Kalimantan Tengah. Walaupun berdasarkan data dari Population and Habitat Viability Assessment Orangutan (2016) menggunakan analisis Vortex, populasi ini akan bertahan stabil dalam jangka waktu 100 tahun ke depan, akan tetapi perlu adanya upaya untuk menghubungkan habitat ini dengan habitat lainnya agar keberlangsungan populasi ini tetap terjaga.
Upaya yang dapat dilakukan adalah menghubungkan habitat Taman Nasional Sebangau yang merupakan tipe Hutan Rawa Gambut dengan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (TN BBBR) dengan tipe hutan dataran tinggi. Di antara kedua kawasan konservasi tersebut, terdapat sekitar ± 115.000 ha kawasan hutan dengan tipe hutan Hutan Rawa Gambut, Hutan Kerangan, maupun Hutan Dataran Rendah. Kawasan ini juga masuk ke dalam tiga Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) unit III, XV dan XVII.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal KSDAE Nomor P.8 tahun 2016 tentang pedoman penentuan koridor hidupan liar sebagai ekosistem esensial, maka untuk menentukan kawasan menjadi koridor satwa atau hidupan liar dibutuhkan berbagai informasi awal, baik dari aspek ekologi maupun sosial ekonomi masyarakat pada kawasan yang dinilai berpotensi sebagai koridor.
Oleh karena itu, sebuah survei untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan sebaran fauna di kawasan hutan Koridor TN Sebangau-TNBBBR telah dilaksanakan pada periode Desember 2017 – Juni 2018 silam. Survei tersebut juga dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi tanaman endemik yang berada di koridor tersebut. Survei melibatkan tim dari WWF-Indonesia, ahli mamalia, ahli burung, ahli vegetasi, ahli serangga terbang, MAPALA SYLVA, dan masyarakat sekitar kawasan.
Salah satu komponen yang dilakukan dalam survei tersebut adalah survei Orangutan Kalimantan yang meliputi penentuan posisi sarang dan kelas sarang.
Penentuan Posisi Sarang dan Kelas Sarang
Pengambilan data dilakukan dengan menelusuri transek-transek yang telah dikerjakan menggunakan program distance dan mencatat beberapa kriteria untuk mengetahui kepadatan populasi orangutan, ficus, maupun fruit trail. Kriteria-kriteria tersebut di antaranya adalah jarak sarang tegak lurus jalur pengamatan (ppd), posisi sarang, kelas sarang, dll. Posisi sarang dibedakan menjadi 5, yaitu posisi 1, posisi 2, posisi 3, posisi 4, dan posisi 0.
Selanjutnya, kelas sarang orangutan dibagi menjadi 4 kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Sarang kelas A adalah sarang yang masih baru dan dicirikan dengan warna daun yang masih hijau, sarang kelas B dicirikan terdapatnya daun-daun yang sudah mulai layu dan mulai menguning, sarang kelas C adalah sarang tua yang dicirikan dengan daun yang sudah kering dan berwarna coklat tetapi sarang masih kokoh dan solid, sarang kelas D adalah hampir hilang yaitu kelas sarang yang dicirikan dengan sedikit ranting dan bentuk sarang hampir hilang.
Survei ini dilakukan sebanyak 22 transek. Keberadaan orangutan (Pongo pygmaeus) dapat terdeteksi di 21 transek melalui perjumpaan tidak langsung, yaitu sarang dan bekas makan maupun perjumpaan langsung ketika proses perjalanan menuju lokasi transek target. Menurut IUCN (2018), orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) masuk ke dalam spesies yang kritis (Critically endangered). Orangutan masuk kategori Apendix 1.
Kepadatan Sarang dan Populasi Orangutan
Data sarang yang dianalisis adalah sarang yang berada dalam transek pengamatan. Berdasarkan hasil survei dengan panjang keseluruhan transek 21.740 meter didapat kepadatan sarang orangutan di koridor TN Sebangau-TNBBBR adalah 228 sarang/km². Adapun kepadatan orangutan per kilometer perseginya adalah 0,59 individu (proporsi orangutan pembuat sarang = 0,89; jumlah sarang yang dibuat oleh satu orangutan rata-rata per hari = 1,16; lamanya waktu sarang dari awal dibuat sampai lapuk per hari = 365). Selama pengamatan juga dijumpai secara langsung individu orangutan.
Jumlah estimasi populasi orangutan di koridor TN Sebangau-TNBBBR setelah dikalkulasi dengan tutupan lahan yang masih merupakan hutan adalah 700 individu dari 1.168,2 km² luas areal tutupan hutan. Hasil ini menurut para ahli orangutan cukup bagus, sehingga untuk keberlangsungan hidupnya 100 tahun ke depan masih tetap bertahan hidup.
Selama pengamatan ditemukan sebanyak 177 sarang orangutan di dalam transek pengamatan, dengan jumlah sarang kelas 1 sebanyak 9 sarang, sarang kelas 2 sebanyak 10 sarang, sarang kelas 3 sebanyak 63 sarang, dan sarang kelas 4 sebanyak 95 sarang.
Selain orangutan, selama survei yang dilakukan di areal hutan di sekitar 3 wilayah kabupaten yaitu Katingan, Palangka Raya, dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah ditemukan pula sebanyak 253 spesies tumbuhan, 106 jenis burung, 17 jenis mamalia-primata, 23 jenis capung, dan 21 jenis kupu-kupu. Terdapat 80 spesies tumbuhan di antaranya merupakan jenis yang dilindungi, terancam, dan endemik bagi Pulau Kalimantan. Kawasan ini mudah diakses dari berbagai arah sehingga ancaman terhadap areal ini pun semakin besar.
Dari hasil survei, tim memberikan beberapa rekomendasi untuk pengelolaan Koridor TN Sebangau-TN BBBR. Rekomendasi yang pertama adalah pemanfaatan yang berkelanjutan tanpa mengesampingkan nilai-nilai perlindungan, pelestarian, dan nilai identitas adat budaya setempat. Diperlukan pengamanan intensif terhadap kawasan dan hutan karena menyimpan keanekaragaman tumbuhan khas Kalimantan yang sangat beragam dan banyak di antaranya merupakan jenis dilindungi, terancam, dan endemik bagi Pulau Kalimantan. Perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang dijumpai di sekitar Hutan Koridor TN Sebangau-TN BBBR. Selain itu, diperlukan pengusulan kawasan ini sebagai Kawasan Ekosistem Esensial agar kelestariannya tetap terjaga.