PENYAKIT ANCAM KELESTARIAN POPULASI BADAK
Oleh: Nur Arinta
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah dua spesies badak yang hidup di Indonesia. Data dari Lembaga konservasi dunia, IUCN (International Union Conservation Network) menyebutkan bahwa Badak Sumatera dan Badak Jawa termasuk ke dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (Critically Endangered). Hal tersebut diperkuat dengan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyebutkan bahwa populasi Badak Sumatera kini kurang dari 100 individu, sedangkan populasi Badak Jawa di alam kini hanya ada 68 individu.
Ancaman utama bagi populasi badak yang ada di Indonesia ini adalah habitat yang terfragmentasi. Ancaman lainnya yang juga menjadi hal yang sangat krusial adalah penyakit. Dikutip oleh berbagai sumber, beberapa penyakit yang mengancam populasi badak adalah gangguan pada darah, seperti kelebihan zat besi dan juga parasit darah.
Dilansir mongabay.co.id, tercatat pernah terjadi kasus Badak Sumatera yang menderita gangguan metabolisme berupa akumulasi zat besi pada darahnya. Penumpukan zat besi pada badak tersebut, biasanya berada di hati dan ginjal. Kondisi kelebihan zat besi pada mamalia besar satu ini diakibatkan oleh keterbatasan pakan, terutama dari segi jumlah dan variasi. Gangguan metabolisme seperti ini bukanlah penyakit yang menular, namun penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak diambil tindakan manajemen habitat.
Sebagaimana yang terjadi pada habitat Badak Jawa yang terfragmentasi akibat invasi tanaman Langkap, hal tersebut berdampak banyak pada ragamnya pakan badak. Semakin sedikit ragam jenis dan jumlah tanaman pakan badak yang dikonsumsi, membuat potensi badak menderita gangguan metabolisme semakin besar.
Penyakit lainnya yang mengancam populasi jenis badak berambut ini adalah infeksi dari protozoa Trypanosoma evansi. Tripanosoma merupakan jenis protozoa yang menyerang sel darah merah. Awalnya protozoa ini ditemukan oleh seorang peneliti bernama Evans tahun 1880 di India, awalnya ini ditemukan pada kuda dan lambat laun terungkap bahwa protozoa ini mengancam hampir semua hewan berdarah panas, termasuk Badak.
Awalnya penyakit ini dianggap tidak berbahaya dikarenakan kasus kematian Badak Sumatera akibat penyakit ini sangatlah jarang. Namun setelah terjadi beberapa kasus kematian Badak Sumatera dan Jawa ditemukan penyebabnya adalah parasit darah ini. Akhirnya penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang sangat berbahaya bagi kelestarian badak terkecil tersebut. Trypanosomiasis, sebutan untuk penyakit yang disebabkan Trypanosoma evansi, merupakan penyakit yang dibawa melalui lalat penghisap darah dari golongan Tabanidae.
Lalat merupakan faktor carrier atau binatang pembawa seperti nyamuk pada penyakit demam berdarah.
Hewan yang terjangkit Trypanosomiasis biasanya menunjukan gejala berupa malas bergerak, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Jika sedang lemah, terutama pada musim penghujan, hewan tersebut bisa mati dalam kurun waktu yang singkat, yakni satu atau dua hari setelah terjangkit bakteri tersebut.
Mengutip data yang disebutkan National Geographic, terdapat banyak kasus kematian badak yang disebabkan Trypanosomiasis. Pada tahun 2003, ada lima individu Badak Sumatera ditemukan mati di Pusat Konservasi Badak Sumatera Sungai Dusun, Selangor, Malaysia. Tidak berhenti di situ, pada tahun 2010, tiga individu Badak Jawa ditemukan tewas di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Investigasi Balai TNUK bersama dengan WWF-Indonesia menunjukkan adanya lalat yang membawa bakteri T. evansi dan menjangkiti badak.
Bagaimana cara mencegah penyakit mematikan bagi badak tersebut? Untuk mencegah adanya gangguan metabolisme pada badak, tentu ragam tanaman pakan badak perlu dijaga. Hal ini berkaitan dengan habitat badak yang harus selalu terjaga dalam kualitas baik dan menyediakan ragam jenis tanaman badak yang berlimpah. Berkaitan dengan Trypanosomiasis, pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar habitat badak untuk menjaga kesehatan ternaknya dan mencegah ternak masuk ke dalam Kawasan konservasi.
Dalam buku Teknik Konservasi Badak Indonesia yang diterbitkan tahun 2003 telah dijelaskan, keberadaan parasit darah seperti T. evans dapat diketahui dengan pemeriksaan sampel darah secara berkala. Oleh karena itu, kemungkinan munculnya Trypanosomiasis dapat diketahui sedini mungkin.
Seiring dengan keinginan menjaga spesies-spesies badak di Indonesia tetap lestari, WWF-Indonesia terus melakukan upaya mengatasi dan menyelamatkan badak dari penyakit mematikan. Upaya penanaman ragam tanaman pakan badak di habitatnya, mencegah ternak masyarakat masuk ke dalam Kawasan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Tidak hanya WWF-Indonesia, Anda juga tentu tidak akan membiarkan badak punah hanya tinggal nama di masa depan, kan? Terus dukung WWF-Indonesia dan lakukan aksi positif seperti memilih produk hasil hutan yang berkelanjutan untuk membuat populasi badak terus ada hingga generasi mendatang.