PEMERINTAH – LSM KAMPANYE PENYELAMATAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI
PONTIANAK-Pemerintah bersama sejumlah LSM lingkungan kembali menggelar kampanye penyelamatan tumbuhan dan satwa liar dilindungi. Agenda peringatan Hari Bumi ini dihelat pada 27 – 29 April 2016 dan menyasar tiga desa di Kalimantan Barat. Ketiganya adalah Desa Lingga dan Korek, di Kecamatan Ambawang, Kubu Raya, dan Desa Wajok, Kecamatan Siantan, di Kabupaten Mempawah.
Di Desa Lingga, kampanye dipusatkan di rumah betang dan dihadiri ratusan warga. Mereka terdiri dari para pelajar di semua tingkatan, masyarakat sipil, hingga TNI/Polri. Semua lebur dalam serangkaian peringatan Hari Bumi 22 April.
Kampanye yang diinisiasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama WWF-Indonesia Program Kalbar, GIZ-Forclime, Forina, BLHD Kalbar, dan Dinas Kehutanan Kalbar ini lebih menekankan pada aspek edukasi jangka panjang.
Hal ini mendapat apresiasi dari Kepala Desa Lingga, Hendrikus. Menurutnya, sasaran kampanye ini sangat tepat karena melibatkan banyak pihak. Dari anak sekolah hingga orangtua. “Saya yakin masih banyak warga yang tidak tahu konsekuensi hukum ketika memelihara tumbuhan atau satwa dilindungi,” katanya, Selasa (27/4/2016).
Sementara Sekretaris Dinas Kehutanan Kalbar, Lazarus Marpaung yang juga hadir sekaligus membuka acara di Desa Lingga mengatakan teramat banyak jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi yang luput dari perhatian. “Kantung semar saja sudah tidak dikenali oleh anak-anak usia sekolah. Beruntung karena para orangtua masih kenal. Hanya saja ilmunya tidak ditransfer ke anak-anak,” katanya.
Di tengah sambutannya, Lazarus memang sempat menunjuk gambar kantung semar yang tertera di spanduk panitia. Kemudian, nama tumbuhan itu ditanyakan kepada para pelajar. Namun, pelajar sudah tak mengenalinya lagi.
Dia mengusulkan agar jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi itu bisa dimasukkan ke dalam muatan lokal di sekolah. “Jangan sampai generasi muda kita tak lagi mengenali kekayaan alam yang kita punya,” pintanya.
Sedangkan Kasubag TU BKSDA Kalbar, Toto Suparto lebih menekankan pada aspek konservasi. Menurutnya, konservasi itu tidak hanya melarang. Konservasi adalah pengelolaan sumber daya alam yang dapat menjamin pemanfaatannya secara bijak, menjamin kesinambungan persediaannya, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragamannya.
Dia mencontohkan ikan arwana super red (Sceleropages formosus). “Di alam, jenis ikan ini dilindungi. Tapi sudah ada upaya budidaya dalam bentuk penangkaran. Dan ini bisa memacu perekonomian warga. Tapi, tentu saja ada tata caranya. Tak boleh sembarangan main tangkap di alam. Harus diambil dari penangkaran yang kemudian dilegalisasi oleh BKSDA,” katanya.
Hal itu juga diamini Ismet Khaeruddin dari GIZ Forclime. Menurutnya, negara ini bisa maju dan warganya sejahtera jika ditopang oleh prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. “Semangat konservasi itu muaranya adalah pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jika ketiganya bisa terintegrasi dengan baik, maka laju perubahan iklim dapat ditekan,” ucapnya.
Berbeda dengan Arif Rifqi dari Forina yang lebih menyoroti penyelamatan orangutan di Kalbar. Di hadapan warga dan para pelajar, dia menceritakan kenapa negara melindungi satwa itu. “Negara melindungi orangutan karena populasinya yang kian susut. Padahal, orangutan berfungsi menjaga keseimbangan alam,” ujarnya.
Arif juga menjelaskan dari sisi genetik orangutan memiliki kesamaan dengan manusia hingga 97 persen. Begitupula dengan jenis penyakit yang diidap orangutan, sama seperti manusia. Pada kondisi ini keduanya sangat rawan saling menjangkiti. “Jadi, biarkanlah orangutan itu hidup di habitatnya di hutan. Jangan pelihara di rumah. Risikonya sangat besar,” pinta Arif.
Hasil studi kasus
Technical Support Unit (TSU) Leader Program Kalbar WWF-Indonesia, Syahirsyah mengatakan, Desa Korek dan Lingga di Kecamatan Ambawang, serta Desa Wajok di Kecamatan Siantan, berdasarkan hasil studi kasus teridentifikasi 2-3 kali terjadi konflik antara manusia dengan tumbuhan dan satwa liar dilindungi.
“Lokasi ini sesungguhnya berdekatan dengan ibukota provinsi. Namun memiliki tekanan yang tinggi, di mana areal sekitar kawasan sedang dikembangkan menjadi kawasan budidaya, baik kehutanan maupun perkebunan,” ungkapnya.
Saat ini, kata Syahirsyah, kerjasama antara pihak-pihak terkait dan masyarakat dalam konservasi dan penegakan hukum terkait tumbuhan dan satwa liar dilindungi masih lemah. “Inilah saatnya kita berkolaborasi. Sebab, keberhasilan konservasi tumbuhan dan satwa liar di kawasan budidaya tersebut sangat tergantung pada dukungan semua pihak,” pungkasnya.
--selesai--
Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi:
Syahirsyah
(TSU Leader Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia)
HP: 0811566832 | Email: Syahirsyah@wwf.or.id