MENGENAL POLA KONSUMSI HIJAU BERSAMA
JAKARTA, 29 Agustus - 1 September 2019 – WWF-Indonesia ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Jakarta Eat Festival 2019 (JEF 2019) dengan membawa kampanye Pangan Bijak Nusantara dan kampanye #BeliYangBaik. Pada tahun kedua pelaksanannnya, JEF 2019 yang diselenggarakan di Piazza Gandaria City Mall ini mengusung konsep ramah lingkungan dengan gerakan sederhana membawa tas belanja sendiri dan botol minum.
Pangan Bijak Nusantara sendiri merupakan bagian dari program Local Harvest yang diprakarasai oleh beberapa organisasi, yaitu Hivos, WWF-Indonesia, ASPPUK, NTFP-EP, dan AMAN. Pangan Bijak Nusantara hadir sebagai bagian dari upaya mendorong perubahan konsumsi pangan ke arah yang berkelanjutan, lokal, adil, dan sehat. Program “Local Harvest” bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di Indonesia dengan mendukung perubahan konsumsi produk panganlokal, adil, sehat, dan lestari serta mendorong adanya perubahan sistem produksi di tingkat kelompok-kelompok petani, laki-laki dan perempuan, masyarakat adat, serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sedangkan, kampanye #BeliYangBaik oleh WWF-Indonesia merupakan gerakan untuk mendorong kelompok bisnis menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan serta mendorong masyarakat agar dapat mengkonsumsi dengan lebih bijak. Beli yang baik terdiri dari beberapa poin utama, yaitu: beli yang perlu, beli yang lokal, beli yang alami, beli yang ekolabel, dan mau dibawa kemana.
Menyicip Kopi Enrekang dan Toraja, serta Berbincang tentang Beras Adan, Varietas Lokal dari Krayan
Tidak hanya ikut sebagai partisipan tenan, pada hari kedua pelaksanaan JEF 2019 (31 Agustus 2019), WWF melalui Pangan Bijak Nusantara menyelenggarakan Coffee Clinic: Cupping Test and Fun Manual Brewing. Selain sebagai ajang pembelajaran untuk membuat kopi, namun sekaligus sebagai upaya memperkenalkan Kopi asal Enrekang dan Toraja khas Sulawesi Selatan sebagai salah satu produk lokal binaan AMAN, anggota Konsorsium Pangan Bijak Nusantara. Fadhel Achmad dari Kesan Kopi sebagai barista instruktur Coffee Clinic, mengajarkan proses pembuatan kopi dengan teknik manual brew (menyeduh manual) mulai dari proses grinding (penggilingan) hingga brewing (penyeduhan).
Kegiatan pada hari kedua juga dilanjutkan dengan sesi Talkshow bersama Pangan Bijak Nusantara. Dalam Talkshow ini menghadirkan Miranda dari Hivos, Jerinofel dari FORMADAT (Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi) Krayan—Kalimantan Utara, juga Cristina Eghenter sebagai perwakilan WWF-Indonesia. Pada sesi ini, Nofel memperkenalkan Beras Adan Krayan yang menjadi salah satu komoditas yang diusung dalam kampanye Pangan Bijak Nusantara. Sesuai namanya, beras ini berasal dari daerah Krayan di Kalimantan Utara dan diproduksi secara alami/organik. Namun sayangnya, beras produk lokal ini belum banyak dikenal di Indonesia. Malahan sudah lebih dikenal dan dipasarkan ke Malaysia dan Brunei Darussalam, padahal beras ini adalah salah satu beras dari varietas unggul dengan citarasa tinggi.
“Dari tempat saya, Krayan, ke Malaysia itu cuma 2 jam saja. Nah jadi memang lebih terkenal di sana untuk pemasarannya. Sedangkan untuk ke dalam negeri sendiri, ini masalah transportasi saja yang lebih sulit dijangkau karena belum ada jalan darat. Harapannya Beras Adan Krayan ini bisa lebih dikenal di masyarakat Indonesia sendiri, khususnya di Jawa,” tutur Nofel.
Melanjuti perbincangan Nofel, Cristina mengungkapkan alasan mengapa WWF ikut dalam konsorsium Pangan Bijak Nusantara. Alasan utamanya ialah bahwa sistem produksi pangan itu adalah penyebab kerusakan lingkungan yang paling utama, baik secara global dan juga di Indonesia sendiri. Untuk itu, pola konsumsi yang bijak dengan memilih produk pangan yang lokal, sehat, adil dan lestari menjadi sangat penting guna memastikan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di Indonesia tetap terjaga, dan masa depan Bumi yang baik.
Kegiatan pada Mini Stage hari kedua ini ditutup meriah dengan lomba Jingle #BeliYangBaik. Peserta akan diberikan kesempatan untuk mempelajari Jingle yang bertajuk “Mulailah Dari Diri Sendiri” yang dinyanyikan Nugie, lalu membawakannya dihadapan seluruh pengunjung JEF 2019.
Cobalah untuk naik sepeda
Membawa sendiri belanja
Dan jadilah green consumer
Membeli yang baik dan berlabel ramah lingkungan
(Cuplikan lagu “Mulailah Dari Diri Sendiri”)
Membuat Siomay Lezat dan Food Wrap dari Komoditas Pangan Bijak Nusantara
Kegiatan Minggu pagi (1/09) JEF 2019 di Main Stage dimeriahkan dengan kehadiran Chef Normal Ismail bersama 8 pasangan ibu dan anak. Kegiatan bertajuk “Fun Cooking: Mom and Kids” kali ini akan membuat siomay ikan nila. Bahan-bahan yang digunakan tentunya bukan sembarangan. Ikan Nila yang digunakan sebagai bahan baku utamanya merupakan ikan dengan sertifikasi ASC. Tidak hanya itu, sagu dan gula aren yang digunakan juga merupakan contoh produk Pangan Bijak Nusantara binaan ASPPUK yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Kegiatan yang merupakan bagian dari kampanye Pangan Bijak Nusantara ini ingin mengenalkan, khususnya kepada publik agar menjadi konsumen bijak yang memilih produk-produk pangan yang lokal, sehat, adil, dan lestari.
Rangkaian kegiatan JEF 2019 bersama WWF-Indonesia diakhiri dengan Workshop: Bee’s wax Food Wrap oleh Jessica Halim dari Demi Bumi. Peserta workshop belajar membuat pembungkus makanan dari lilin sarang lebah yang ramah lingkungan. Hanya dengan kain, setrika, sarang lebah, dan juga minyak kelapa, kita dapat membuat food wrap yang ramah lingkungan! Pada lokakarya ini, minyak kelapa yang digunakan merupakan komoditas Pangan Bijak Nusantara.
Sebagai konsumen yang cerdas, tentu kita juga harus mempertimbangkan sampah yang dihasilkan dari produk yang kita konsumsi. Untuk itu dengan adanya inovasi ini, jumlah sampah rumah tangga, khususnya plastik yang berasal dari pembungkus makanan dapat sangat berkurang.
Mari, Sobat kita mulai gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Semua dimulai dari pemilihan bahan masakan dan produk yang kita konsumsi yang lokal, alami, awet, sehat, adil dan lestari. Jangan lupa juga untuk memilih produk dengan sampah seminimal mungkin. Tentu akan jauh lebih baik lagi bila konsumsi yang kita lakukan tidak menghasilkan sampah.