LOKAKARYA RENCANA AKSI KEBERLANJUTAN: DORONG SEMANGAT DAN IMPLEMENTASI KEBERLANJUTAN BAGI MITRA INDUSTRI HILIR JAWA BARAT
Dalam upaya memperkuat komitmen untuk konsumsi dan produksi berkelanjutan bagi mitra industri hilir pengguna komoditas kelapa sawit, kopi, kakao, dan kayu, WWF-Indonesia menyelenggarakan Lokakarya Rencana Aksi Keberlanjutan bagi 42 mitra industri hilir Bandung yang dilaksanakan di Hotel Mercure Bandung City Center. Kegiatan ini menjadi forum diskusi strategis lintas sektor yang melibatkan perwakilan pemerintah, WWF-Indonesia, serta pelaku industri untuk menyusun rencana aksi konkret dalam menjawab tantangan penggunaan bahan baku berkelanjutan di sektor industri hilir, khususnya untuk komoditas kelapa sawit berkelanjutan.
Kegiatan dibuka dengan paparan oleh Angga Prathama Putra, selaku Sustainable Commodities Lead WWF-Indonesia, yang membahas isu-isu lingkungan secara global yang perlu menjadi perhatian mitra industri. Mulai dari permasalahan krisis lingkungan, krisis iklim, ketahanan pangan, melonjaknya sampah sisa makanan, yang mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, terganggunya habitat satwa liar, hingga konflik agraria dengan masyarakat adat. Hal ini merefleksikan banyak sekali dampak langsung dari tindakan manusia yang menganggu keseimbangan hidup ragam mahluk hidup dan lingkungan. “Permasalahan lingkungan saat ini bukan semata soal kerusakan hutan di daerah. Kota dan konsumen urban justru memiliki peran kunci sebagai pemicu maupun solusi,” tegasnya.
Ia mengajak masyarakat, terutama pelaku usaha dan konsumen di perkotaan, untuk mulai mengambil peran aktif. “Hal sederhana seperti mengurangi sisa sampah makanan dan beralih ke transportasi rendah emisi seperti bersepeda merupakan bentuk intervensi konsumen yang berdampak,” lanjutnya.
Sesi selanjutnya diisi oleh Meidy Mahardani, S.T., M.Sc, selaku Kepala Bidang Sarana Prasarana dan Pemberdayaan Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. Meidy menggarisbawahi pentingnya transisi menuju industri hijau sebagai langkah krusial untuk menekan emisi karbon. Ia menyebut bahwa dampak perubahan iklim semakin nyata dan bahkan terjadi lebih cepat dari prediksi ilmiah sebelumnya.
Dalam konteks ini, pemerintah daerah mulai mendorong inisiatif industri hijau melalui berbagai pendekatan seperti penerapan ekonomi sirkular, remanufaktur, efisiensi energi dan sumber daya, hingga pengembangan bahan dan produk ramah lingkungan. Namun, menurut Meidy, implementasinya masih menghadapi sejumlah tantangan. “Regulasi belum optimal, koordinasi lintas pemangku kepentingan yang masih lemah, infrastruktur dan pembiayaan masih terbatas, menjadi beberapa tantangan dalam mengimplementasikan industri hijau di Jawa Barat” ujarnya
Melalui program seperti IKM Hijau dan pendampingan industri lokal, Pemprov Jawa Barat berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung pelaku usaha dalam transisi menuju keberlanjutan. Inisiatif ini mencakup seleksi pelaku, penyusunan profil industri hijau, business matching, hingga insentif berbasis prestasi keberlanjutan seperti Penghargaan IKM Hijau yang dijadwalkan dimulai 2026.
Selanjutnya sebagai inti dari kegiatan lokakarya ini, WWF-Indonesia mengajak para mitra industri hilir menyusun rencana aksi keberlanjutan yang mencakup aspek lingkungan, tata kelola dan keterlibatan komunitas. Prinsip-prinsip utama dalam rencana ini antara lain penggunaan bahan baku bersertifikasi lingkungan, pengurangan sampah dan kemasan plastik, efisiensi energi dan air, perbaikan tata kelola manajemen dan memperluas pendekatan sosialisasi dengan komunitas lingkungan sekitar.
“Transisi ini harus sederhana dan pragmatis, tapi tetap berorientasi jangka panjang,” Tambah Angga Prathama dalam paparan mengenai rencana aksi keberlanjutan. Selain tantangan global seperti perubahan iklim, krisis sumber daya, tekanan pasar dan regulasi yang semakin ketat juga mendorong industri untuk berubah. Konsumen kini lebih sadar lingkungan, sementara lembaga keuangan mulai mengintegrasikan aspek ESG (Environmental, Social, Governance) dalam proses pendanaan.
Salah satu peserta yakni, Nuraini Wulandari yang berfokus pada usaha produksi biskuit berbahan petani lokal, tengah berupaya untuk mendapatkan produk bahan baku tersertifikasi ecolabel pada 2026. Perusahaan ini telah menerapkan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan No. 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab) dan berkolaborasi dengan BRIN dan universitas untuk riset terkait umur simpan produk dan pengembangan bahan baku lokal.
Dengan meningkatnya kesadaran dan keterlibatan langsung para pelaku usaha, WWF-Indonesia berharap dapat memupuk semangat bagi para pelaku mitra industri di Bandung Raya, agar terus bisa mengimplementasikan aspek-aspek rencana aksi keberlanjutan yang terus bisa mendorong pada keberlanjutan hidup dan lingkungan yang bertanggung jawab.