DPR DIDESAK PANGGIL DELEGASI SOAL KTT PERUBAHAN IKLIM
Jakarta,Pelita
DPR didesak untuk mengoptimalkan fungsi pengawasannya terhadap praktik dan target capaian diplomasi Pemerintah Indonesia pada tiap-tiap putaran perundingan iklim, khususnya KTT Pembahan Iklim ke-15 yang baru usai.
""Kami mendesak DPR segera memanggil pemerintah dan Delegasi RI untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan kinerjanya. Karena, setiap keputusan yang diambil Delegasi Republik Indonesia di Kopenhagen, akan mempertaruhkan keselamatan dan keberlanjutan kehidupan lebih dari 220 juta rakyat Indonesia,"" tegas Berry N Furqan, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, putaran perundingan KTT Perubahan Iklim ke-15 (COP 15) di Kopenhagen yang berlangsung 7-18 Desember 2009 lalu gagal menghasilkan keputusan kolektif yang mengikat secara hukum (legally binding). Bahkan, Copenhagen Accord sebagai salah satu dokumen resmi hasil perundingan, tidak menyentuh substansi persoalan perubahan iklim, yakni mendesak pemotongan emisi dari negara-negara industri sekaligus mempertanggungjawabkan buangan emisi masa lalunya. Hasil Kopenhagen merupakan prestasi terburuk dalam sejarah perundingan iklim dari 14 putaran sebelumnya, karena hanya ditandatangani oleh 26 negara, termasuk Indonesia.
""Kami telah mengikuti isu-isu perubahan iklim dan bagaimana pemerintah meresponsnya. Kami juga menjadi saksi proses perundingan COP 15 di Kopenhagen. Kami sangat prihatin terhadap kinerja buruk pemerintah dan Delegasi RI. Tidak sepantasnya Indonesia turut menandatangani Copenhagen Accord bersama 25 negara lainnya,"" tandas Berry.
Menurut Berry, keputusan melibatkan diri dalam kesepakatan minimalis itu demi meraih simpati pendanaan dari segelintir negara industri sungguh tidak mencerminkan diplomasi sebuah negara yang berdaulat dan bermartabat. Dengan itu, Indonesia telah menjadi bagian dari kelompok negara-negara yang menghambat lahimya kesepakatan kolektif, mengikat, dan berkeadilan dalam penanganan perubahan iklim dunia.
""Sangat memalukan ketika dari 16 paragraf pidato SBY yang dibacakan di hadapan delegasi negara-negara anggota, tidak satupun menyebut apalagi menyentuh hal-hal substansial terkait dimensi kelautan dan kepulauan Indonesia. Akibatnya, perhatian terhadap ancaman perubahan iklim bagi negara kepulauan seperti Indonesia justru tidak menjadi perhatian di dalam Copenhagen Accord."" ujar M. Riza Damanik, Sekjen Kiara.(cr-5)