APSALOM KURANO, MEMBANGUN SAWENDUI DARI NOL
Apsalom Kurano adalah kepala kampung Sawendui, sebelumnya beliau adalah masyarakat kampung Aisau. Beliau memiliki wilayah ulayat adat yang besar di Kampung Aisau meliputi wilayah kampung sawendui sekarang. Dengan ulayat adat yang besar tersebut, dan potensi hutannya, membuka peluang bagi perusahaan dengan Hak Pengusaha Hutan (HPH) untuk mengelola hutan di Sawendui. Jadilah sejak tahun 1990-an, Sawendui merupakan wilayah operasi HPH. Nyaris tidak ada lagi hutan Sawendui yang kaya akan jenis kayu Merbau. “Pada jaman itu, hutan masih utuh, setelah perusahaan tebang tidak pilih, sesuka hati, jadi yang masih di bawah ukuran, dipotong semua,” Kenang Apsalom.
Pohon Merbau di wilayah Sawendui merupakan salah satu pohon display yang paling banyak persentasenya dihinggapi oleh Burung cenderawasih Minor Jobiensis sebagai tempat main dan kawin. Burung-burung cenderawasih yang dulunya banyak disekitar hutan Sawendui pun pergi karena kurangnya ketersediaan pohon display, dan tak jarang yang jadi buruan oleh oknum perusahaan HPH dan masyarakat sekitar Kampung Sawendui.
Setelah HPH pergi karena operasi hutan lestari di tahun 2005, Sawendui tidak menjadi apa-apa. Apalagi Sawendui bukan wilayah penyedia bahan makanan pokok, tidak ada dusun sagu sebagai tempat stok makan bagi masyarakat. Masyarakat kampung Aisau hanya menjadikan Sawendui sebagai tempat mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Miris melihat kondisi kampung Sawendui. Bagaimana kampung yang dulunya kaya, kini seakan tak bersisa. Apsalom Kurano, merasa bertanggung jawab atas keterpurukan Sawendui. Dengan tekad yang bulat dan modal yang tidak seberapa, ia menyambut baik program pemerintah untuk pemekaran kampung.
Ia berinisiatif menjadikan wilayah Sawendui sebuah kampung baru yang berdaya. Pada tahun 2014 Dimulailah dengan memanggil kerabat terdekat untuk menetap di wilayah Sawendui. Hanya ada sekitar tiga rumah waktu itu. Dengan niat yang tulus, Ia tidak berlarut-larut dalam keterpurukan, melainkan bangkit dengan cepat, menyelamatkan hutan yang tersisa, mengejar segala ketertinggalan kampung Sawendui.
Saat ini 3 tahun kemudian, pembenahan pun telah dilakukan. Sejak hadirnya WWF –Indonesia di tahun 2015 berbagai upaya pemulihan dilakukan. Mulai dengan persemaian bibit pohon Merbau dan Matoa di sepanjang daerah aliran sungai untuk memulihkan kondisi hutan di masa datang, persemaian bibit sagu di sepanjang kali Katwar sebagai penunjang stok bahan makanan masyarakat. Juga sebagai salah satu alternatif dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui bidang perkebunan, disemai pula 256 bibit kakao, yang didatangkan dari Distrik Klaisu Kabupaten Jayapura.
Jalanilah niat baik dengan penuh ketulusan, maka semesta akan mendukungnya. Burung-burung cenderawasih yang pergi, kini kembali, kembali pada pohon-pohon display yang masih tersisa, kembali pada habitatnya memenuhi panggilan semesta. Tidak ada lagi perburuan burung surga ini, tidak ada lagi pengambilan hasil alam baik di laut dan di darat dengan berlebihan. Semua harus sesuai kebutuhan. Saatnya perekonomian masyarakat kampung Sawendui tumbuh. Usaha permebelan kayu berjalan untuk memenuhi kebutuhan kampung. Menurut anggota Koperasi Serba Usaha Kornu, Henderkus Woriasi, yang bergerak di bidang community forestry usaha permebelan, Kepala kampung (Apsalom Kurano) menegaskan “penjualan mebel jangan dulu keluar kampung saat ini, penuhi dulu kebutuhan di kampung karena pembangunan dimulai dari kampung”.