WWF INISIASI ASOSIASI PETANI MADU DI TESSO NILO
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Pekanbaru (09/06)-Rendahnya harga madu hutan Tesso Nilo di pasar lokal mendorong WWF-Indonesia program Riau menginisiasi pembentukan Asosiasi Petani Madu Hutan Tesso Nilo (APMTN). Awalnya, harga madu curah produksi para petani madu tersebut dijual di pasar lokal dengan harga 15-20 ribu rupiah perkilogram akibat tidak adanya koordinasi antara para petani madu Tesso Nilo. Kini, AMPTN sanggup menyerap madu hutan Tesso Nilo seharga 33 ribu rupiah perkilogram.
“Ketika kita sampaikan kepada masyarakat untuk membuat sebuah wadah masyarakat dalam bentuk asosiasi petani madu hutan Tesso Nilo, mereka sangat respect sekali dan positif menanggapi ini. Sehingga pada bulan Januari 2010, legalitas dari wadah masyarakat ini sudah ada. Diaktenotariskan serta sudah ada kelengkapan perizinan yang lainnya seperti SIUK, SITU/HOnya. Sampai saat ini tingkatan APMTN memang baru dari 3 desa, yaitu desa Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Gunung Sahilan,” ujar Community Engagement Module Leader WWF-Indonesia Program Riau Adi Purwoko.
Menurutnya, wadah masyarakat petani madu tersebut memiliki misi meningkatkan kualitas produk madu hutan Tesso Nilo dan potensi ekonomi dari madu hutan dan kepungan sialang dengan cara yang memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja Petani Madu Hutan Tesso Nilo dan kelestarian Hutan.
Bersama dengan APMTN, WWF-Indonesia Program Riau memberikan pelatihan Internal Control System (ICS) dan menjalin kerjasama dengan BIOCert, lembaga sertifikasi sistem pangan organik (sertifikasi organik) untuk memberikan pelatihan bagaimana memproses madu yang baik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sertifikat madu organik yang kian menjadi tuntutan pasar.
Melalui program ICS, WWF melakukan pendampingan mulai dari proses panen sampai pengemasan misalnya mendorong para petani madu untuk tidak ikut serta menurunkan anakan lebah saat pemanenan, membantu mengontrol pengurangan kadar air, serta melakukan pelatihan pengemasan. WWF juga membantu menghubungkan petani madu hutan Tesso Nilo dengan pasar lokal, termasuk juga dengan jaringan madu hutan Indonesia yang ada di beberapa wilayah di Indonesia.
“Selama ini memang kendala di masyarakat yang sudah ada secara turun menurun adalah mereka terbiasa mengambil madu dengan sistem peras tangan yang kebersihannya tidak terjamin. Walaupun terasa berat, secara perlahan-lahan mereka sudah melakukan pemanenan secara higienis, dengan menggunakan masker, sarung tangan, dan wadah yang cukup bersih,” tegas Adi.
Manfaat APMTN dirasakan oleh para anggotanya, diantaranya Suryadi, petani madu dari desa Air Hitam. Menurutnya, dengan bergabung dengan Asosiasi, madu hasil panennya dapat terserap dan mendapatkan harga yang sesuai harapannya.
“Saya berharap APMTN ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya para petani madu. Saya atas nama kelompok petani madu Air Hitam merasa terbantu dengan adanya WWF. Kami berharap WWF dapat selalu mendampingi kami sampai beberapa tahun ke depan, sampai kami berhasil, “ jelasnya.