TINDAK PIDANA BAGI KORPORASI PELAKU KEJAHATAN DI SEKTOR KEHUTANAN
Oleh: Timer Manurung
Jakarta – Koalisi Anti Mafia Hutan dan WWF Indonesia mencanangkan agenda untuk mendorong adanya pidana terhadap korporasi yang melakukan kejahatan di sektor kehutanan. Hal ini terungkap dalam media briefing hari ini berjudul Kejahatan Korporasi Pada Sektor Kehutanan yang dilaksanakan di Warung Daun, 5 Desember 2013 dengan narasumber Dr. Togu Manurung (IPB), Josie Khatarina (UKP4), dan Deddy Ratih (WALHI).
Koalisi Anti Mafia Hutan, yang terdiri dari berbagai organisasi non pemerintah, seperti ICW, Walhi, Silvagama, dan lain-lain, serta WWF Indonesia melihat bahwa hingga saat ini korporasi pada sektor kehutanan sangat leluasa merusak hutan tanpa dikenai pertanggungjawaban hukum. kalaupun ditindak, yang dipidana hanyalah pengurus, sedangkan korporasi itu sendiri tetap leluasa beroperasi.
Hal ini terlihat pada kasus korupsi penerbitan HTI dengan terpidana Azmun Jafar di Kabupaten Pelalawan Riau, dimana terbukti di pengadilan bahwa terdapat tindak pidana korupsi melibatkan setidaknya 16 perusahaan. Akan tetapi semua perusahaan tersebut masih leluasa beroperasi hingga sekarang, tanpa sanksi apapun, apalagi pidana bagi perusahaan. Selain tetap leluasa beroperasi, beberapa perusahaan tersebut bahkan diberikan sertifikat pengelolaan lestari oleh Kementerian Kehutanan.
“Pemberantasan kejahatan korporasi pada sektor kehutanan ini sangat penting dan relevan. Korporasi pada sektor kehutanan tak hanya memanfaatkan celah hukum, bahkan menabrak hukum itu sendiri. Ini dimungkinkan karena adanya kolaborasi antara korporasi dengan aparat pemerintah,” kata Togu Manurung. Ia memaparkan modusHPH/HTI merusak hutan yang kemudian tak jarang mengalihfungsikannya menjadi perkebunan.
Josie Khatarina dari UKP4 mengingatkan bahwa korporasi dalam sistem hukum Indonesia merupakan kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Dia memaparkan ketentuan-ketentuan mengenai korporasi pada berbagai peraturan perundangan. Namun demikian, karena keterbiasaan penegak hukum yang melihat kasus secara sektoral dan terkotak-kotak, maka diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Itulah yang didorong UKP4 melalui pendekatan multidoor (multidoor approach).
Kejahatan korporasi pada sektor kehutanan mengakibatkan dampak lingkungan yang luar biasa, menimbulkan kerugian negara yang besar, hingga berdampak sosial secara serius, seperti timbulnya konflik. “Jelas, kejahatan korporasi mengakibatkan dampak yang sistematis dan meluas, sehingga dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime),” pungkas Deddy Ratih.
Syahrul Fitra mewakili Koalisi Anti Mafia Hutan menyampaikan bahwa media briefing pertama ini akan dilanjutkan dengan serangkaian aktivitas lainnya, seperti serial media briefing dengan topik yang berkembang dan diskusi pakar untuk menyusun Pendapat Hukum (legal opinion) mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi kehutanan dalam sistem hukum Indonesia. Koalisi pun akan memilih satu kasus spesifik serta mengembangkannya menjadi kasus hukum yang akan diadukan kepada KPK pada Februari 2014. Setelah pengaduan tersebut, Koalisi akan melakukan pemantauan penegakan hukumnya.