HIJAUKAN PESISIR KALBAR, TANAM 5000 BIBIT MANGROVE
Sejumlah elemen masyarakat sipil kembali menyasar kawasan kritis pantai utara Kalimantan Barat, Sabtu (5/9/2015). Selain menanam 5000 mangrove di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, kolaborasi masyarakat sipil, Pemerintah Daerah Mempawah, dan unsur swasta ini mendirikan Rumah Belajar.
Rangkaian kegiatan tersebut menjadi bagian dari upaya para pihak membangun green belt (sabuk hijau) Kalimantan Barat yang dilakukan secara bertahap. Kelak, kawasan green belt bisa disulap menjadi sarana pembelajaran bagi sekolah-sekolah terdekat untuk mengenalkan pendidikan lingkungan hidup, khususnya mangrove dan pesisir.
Penanaman mangrove dan peluncuran Rumah Belajar ini disokong penuh oleh PT Dipo Star Finance yang bersedia menggelontorkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pelestarian mangrove dan edukasi di lahan kritis pesisir utara di provinsi Kalimantan Barat.
Dana CSR PT Dipo Star Finance ini sebelumnya diserahkan ke WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat. Selanjutnya, dana tersebut dilimpahkan WWF ke manajemen Mempawah Mangrove Conservation (MMC) untuk dieksekusi sesuai rencana. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu penanaman 5000 mangrove, pembangunan Rumah Belajar, pembuatan sampan pengangkut bibit, dan pembelian proyektor.
“Ini adalah bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat pesisir sekaligus sebagai wujud nyata kepedulian pada lingkungan. Semoga ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia,” kata Masato Horikoshi, Direktur PT Dipo Star Finance.
Ketua MMC, Fajar, mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan upaya kecil untuk memulihkan kembali kondisi mangrove di pesisir utara. Namun demikian, hal itu tak bisa dikerjakan secara maksimal tanpa kerja sama berbagai pihak.
“Penanaman mangrove terus kita lakukan secara bertahap. Kita juga sudah punya dua sekolah dampingan. Intinya, MMC ingin jadi pelopor pendidikan non-formal, khususnya konservasi mangrove,” jelas Fajar.
Sementara Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Daerah (BLHPBD) Mempawah, Syahrizal menyambut baik program ini dan berharap dapat menjadi inspirasi bagi pelaku usaha lainnya. “Desa Pasir ini adalah kawasan mangrove. Tapi kondisinya sangat menyedihkan akibat perambahan,” katanya.
Menurutnya, semua pihak musti punya kepedulian terhadap wilayah pesisir. “Perambahan harus ditanggulangi dengan memberi solusi. Kita harus memberi contoh yang baik buat segenap komponen masyarakat dan anak-anak kita bahwa mangrove patut dilindungi agar biota laut seperti ikan, udang, kepiting dan ikan dapat berkembang biak dengan baik,” pintanya.
Manajer Program WWF-Indonesia Kalimantan Barat, Albertus Tjiu mengatakan, selain upaya konservasi mangrove, rehabilitasi dan restorasi juga sangat diperlukan terutama di kawasan pesisir utara Kalimantan Barat. “Di sini, ancaman abrasi menjadi permasalahan yang cukup serius dimana sepanjang 193 km jalan raya utama antara kota Pontianak, Mempawah, Singkawang dan Sambas beberapa ruas jalan sering mengalami banjir saat air laut pasang serta kerusakan badan jalan akibat tergerus air laut,” ucapnya.
Berdasarkan hasil pengamatan Gapsel pada 2011, setidaknya dalam 25 tahun telah terjadi abrasi sepanjang lima kilometer di Kecamatan Sungai Duri sehingga permukiman warga telah menjadi laut dan harus berpindah lokasi.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah provinsi maupun daerah berupaya mencegah laju abrasi pesisir utara Kalimantan Barat melalui pembangunan kubus beton (break water). Namun butuh waktu yang lama dan dana yang cukup besar agar semua kawasan pesisir utara secara keseluruhan dapat tercover oleh break water.
Selain itu ketahanan break water tersebut secara ideal hanya berlangsung selama kurang lebih 10 tahun, dikarenakan secara perlahan kubus beton akan menurun dan tenggelam akibat tergerus arus bawah laut.
Untuk itu, lanjut Albert, peran restorasi hutan mangrove di pesisir utara Kalimantan Barat sangat diperlukan. Selain biaya yang relatif murah juga memberikan manfaat yang besar baik secara ekologi maupun sosial ekonomi pada masyarakat sekitar.
Selain restorasi, urainya, pendidikan juga memainkan peranan penting untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya pendidikan bagi pelajar sekolah. “Pendidikan itu tidak melulu harus disampaikan secara teoritis di dalam ruangan kelas, namun alam dan lingkungan sekitar juga dapat menjadi sarana pembelajaran, khususnya untuk pendidikan lingkungan hidup,” ucapnya.
Dicontohkan, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) tentang konservasi mangrove di Mempawah sangat penting untuk dikenalkan kepada para pelajar sebagai bekal bagi mereka untuk dapat mengelola dan menjaga lingkungan mereka di masa depan. “Harapannya adalah dengan adanya restorasi mangrove ini, maka area atau kawasan untuk sarana pembelajaran pendidikan lingkungan hidup dengan sendirinya akan tersedia,” kata Albert.