SEKOLAH TAMBAK KETIGA: SOSIALISASI SERTIFIKASI CBIB
Penulis: Idham Malik (Aquaculture Officer, WWF-Indonesia) dan Abdillah Yunus (Fasilitator Lokal AIP Kawasan Minapolitan Lowita, Kab. Pinrang)
Program Akuakultur WWF-Indonesia kembali menyelenggarakan Sekolah Tambak Kawasan Minapolitan Kab. Pinrang untuk pertemuan ketiga pada Senin, 8 Februari 2016. Tema yang diambil kali ini adalah “Penguatan Aspek Legalitas, khususnya Penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)”. Sekolah Tambak mengundang Ir. Nurdin, Kepala Bidang Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kab. Pinrang, selaku pihak berwenang dan kapasitasnya sebagai auditor penilaian sertifikasi CBIB. Kegiatan ini dihadiri 19 peserta, terdiri atas para petambak dampingan WWF-Indonesia dan para penyuluh perikanan budidaya. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan pemahaman secara mendalam kepada para pembudidaya tentang pentingnya pemenuhan sertifikasi CBIB. Hal ini penting karena ternyata para pembudidaya banyak yang belum begitu memahami aturan CBIB. Selain itu, memang belum ada petambak dampingan yang telah memperoleh sertifikat CBIB.
Dalam materinya, Ir. Nurdin menjelaskan tentang undang-undang yang terkait dengan CBIB dan syarat-syarat untuk memperoleh sertifikat CBIB. Ia mengatakan bahwa unit usaha dan kelompok budidaya cukup mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikasi CBIB ke Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) dengan melampirkan surat izin usaha, data umum unit usaha pembesaran ikan, daftar fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya, daftar prosedur kerja berupa pencatatan proses budidaya, jumlah pekerja, dan gambar tata letak lokasi budidaya. Setelah permohonan diterima oleh DJPB, tim DJPB bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) melakukan audit dokumen dan kunjungan untuk melakukan evaluasi terhadap keabsahan data. Selanjutnya kelompok budidaya akan dikontak untuk diberikan hasil survei dan pengarahan tambahan. Ir. Nurdin mengimbau agar kelompok petambak yang belum memiliki sertifikat CBIB segera mengajukan permohonan sertifikat tersebut sesegera mungkin untuk mengantisipasi permintaan pasar global.
Pemenuhan sertifikasi CBIB oleh petambak dampingan WWF-Indonesia merupakan langkah strategis sebelum petambak memperoleh sertifikasi tingkat global seperti Aquaculture Stewardship Council (ASC). Sebab dalam ASC terdapat indikator kepatuhan terhadap aturan nasional dan lokal; CBIB merupakan salah satu aturan penting dari pemerintah.
Setelah pertemuan ketiga Sekolah Tambak ini, tim lapangan WWF-Indonesia akan segera bergerak untuk mendorong anggota kelompok Phronima melengkapi dokumen-dokumen persyaratan untuk segera diajukan ke DKP. Selain itu, tim juga akan mendampingi tim lapangan DKP untuk melakukan assessment awal terhadap lokasi tambak yang diajukan.
Mengenal CBIB Lebih Dekat
CBIB merupakan sertifikasi perikanan budidaya dari Pemerintah Republik Indonesia agar praktik budidaya yang dijalankan sesuai dengan standar nasional dan internasional. Sertifikasi CBIB mulai diwacanakan sejak 2004, lalu dimatangkan dengan pembinaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh tim Trade Support Program (TSP) 1 Uni Eropa. Oleh karenanya, sertifikat ini pun mengacu pada standar EURO GAP yang mengutamakan aspek keamanan pangan dan jaminan mutu pangan dalam proses budidaya. CBIB resmi menjadi aturan pemerintah sejak keluarnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 02 tahun 2007 tentang CBIB dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 19 tahun 2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Ada beberapa poin penting dalam CBIB, yaitu 1) Memerhatikan keamanan pangan bagi produk dengan memperhatikan sanitasi; 2) Letak usaha perikanan jauh dari lahan pertanian; 3) Air yang masuk tidak mengandung bahan kimia berbahaya, residu logam berat dan organisme patogen. Proses assessment dimulai dari proteksi terhadap benur yang terserang penyakit, penggunaan input yang ramah lingkungan, minimalisasi pencemaran, proses panen dan pascapanen yang baik dan terbebas dari penyakit. CBIB menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa udang tersebut diperoleh dari proses yang memenuhi kualifikasi keamanan pangan.
Semenjak tahun 2011, pihak Dirjen Perikanan Budidaya – KKP mengajak berbagai pihak, termasuk WWF-Indonesia, untuk melakukan peninjauan kembali untuk memperkuat muatan CBIB dengan unsur pengelolaan aspek lingkungan, aspek sosial, dan keterlacakan produk. Hal ini dilakukan agar sertifikasi CBIB nantinya selaras dengan berbagai skema sertifikasi regional dan pasar internasional yang lebih kompleks dari sekedar keamanan pangan.