MENGAMATI LINGKUNGAN SEKITAR BERSAMA BUMI PANDA
Oleh: Dina M (Voluntir Bumi Panda) dan Natalia T. Agnika
Salah satu cara untuk membuat anak-anak menjadi semakin peka dan peduli terhadap lingkungan adalah dengan mengajak mereka mengamati kondisi lingkungan di sekitar mereka secara langsung. Itulah yang dilakukan oleh tim Bumi Panda WWF-Indonesia kepada sekitar 120 siswa SDP Sabang Bandung, Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (13/01) yang lalu.
Sani Firmansyah, staf dari Bumi Panda mengawali kegiatan dengan berbagi informasi tentang WWF-Indonesia. Tidak hanya bercerita tentang konservasi, Sani juga menjelaskan tentang gaya hidup ramah lingkungan yang dapat dilakukan oleh para pelajar di lingkungan sekolahnya. Cara termudah yang dibagikan oleh tim Bumi Panda adalah dengan menghemat penggunaan kertas, bijak menggunakan energi listrik dengan mematikan lampu yang tidak digunakan di ruangan/kelas, membuang sampah sesuai dengan jenisnya yaitu organik dan anorganik, serta mengurangi penggunaan kantong plastik.
Para siswa juga diajak menonton film “Petualangan Banyu di Negeri Sampah”. Film ini berkisah tentang perjalanan sampah, dari mulai dibuang sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Mereka menyimak dengan seksama dampak membuang sampah secara sembarangan terhadap lingkungan. Film ini juga memperlihatkan bagaimana cara mengolah sampah. Sampah organik diubah menjadi pupuk dan sampah anorganik dimanfaatkan menjadi barang yang dapat digunakan lagi melalui proses daur ulang. Selain film tentang sampah, diputar pula film “We Are Connected” yang menggambarkan bahwa tempat tinggal manusia di sekolah/lingkungan sekitar itu sama dengan tempat tinggal hewan yang ada di hutan dan laut.
Supaya para siswa makin mengenal lingkungan sekitarnya, tim dari Bumi Panda mengajak mereka untuk melakukan pengamatan. Mereka diajak berkeliling sekolah untuk melihat timbulan sampah yang ada di sekolah dan mencatat beberapa temuan. Dari hasil pengamatan dan diskusi, timbulan sampah yang paling banyak ditemukan adalah dari bekas kemasan makanan, yaitu plastik dan styrofoam. Sedangkan temuan timbulan organiknya hanya sedikit. Dari hasil pengamatan ini, anak-anak diajak untuk menggunakan tempat makan sendiri ketika hendak membeli makanan. Ajakan tersebut bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah yang ada, terutama styrofoam yang tidak bisa terurai. Mereka pun segera setuju setelah melihat sendiri lingkungan sekitar yang ada di sekeliling mereka.