RESAH KARENA PERMENDAG NOMOR 66 TAHUN 2015
Di tengah kemelut api dan asap, pemerintah malah berencana mengeluarkan peraturan yang akan meringankan persyaratan ekspor kayu. Padahal, dengan persyaratan ekspor kayu yang dipermudah, eksportir nakal bisa menjual kayu-kayu yang didapat secara ilegal. Mengapa pemerintah justru tidak memperketat regulasi perizinan usaha kehutanan untuk memastikan keselamatan hutan yang masih tersisa?
Perjuangan Melawan Penebangan Liar
Indonesia sudah lama berjuang melawan penebangan liar. Berjuta-juta hektar hutan Indonesia musnah akibat pembalakan liar. Inilah alasan mengapa Indonesia bersama lima negara lain yaitu Kamerun, Kongo, Ghana, Liberia, dan Republik Afrika Tengah, menandatangani perjanjian VPA (Voluntary Partnership Agreement) dengan Uni Eropa. Tujuannya untuk menjaga hutan yang tersisa dari kerusakan.
Apa fungsi VPA?
VPA bagaikan jalan tol menuju pasar kayu Eropa. Dengan menandatangani VPA, Indonesia lebih mudah memasok kayu ke Eropa. Syaratnya hanya satu, produk kayu yang dieskpor Indonesia harus tersertifikasi atau legal. Untuk itu Indonesia sudah mengembangkan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu). Kayu-kayu ilegal yang tidak lolos inspeksi SVLK tidak diperbolehkan untuk diekspor. Sistem inilah yang terbukti efektif beberapa tahun terakhir dalam memerangi pembalakan liar di Indonesia.
Bagaimana Cara Kerja SVLK?
Sejak diberlakukan di bulan September 2009, SVLK terbukti sebagai sistem yang kredibel karena beroperasi secara independen dalam membuktikan legalitas kayu Indonesia melalui pemeriksaan administrasi dan fisik secara langsung di lapangan. Dengan adanya SVLK, para pelaku industri di Indonesia lebih tertib karena dipaksa untuk menerapkan tata kelola yang baik atau good governance, dengan mengutamakan keselamatan lingkungan serta kualitas produk. Produk yang lolos inspeksi SVLK dapat diekspor dengan menyertakan dokumen V-Legal yang diterbitkan oleh SVLK. Dalam jangka panjang, SVLK akan menguntungkan Indonesia sebagai penyuplai kayu di pasar internasional, karena produk kayu Indonesia dipandang positif serta memiliki reputasi yang baik.
Apa Dampak Diberlakukannya Permendag Nomor 66 Tahun 2015?
Indonesia sudah hampir berhasil menyetarakan SVLK dengan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade), lisensi yang diterbitkan Uni Eropa bagi pemasok kayu yang dianggap memenuhi syarat, saat Menteri Perdagangan mengumumkan untuk mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Industri Kehutanan. Permendag ini memberi eksportir kayu kemudahan dalam melakukan ekspor. Mereka cukup mengantongi surat deklarasi ekspor (DE) tanpa perlu memiliki izin sebagai eksportir terdaftar, dokumen kepabeanan, ataupun dokumen V-legal (Kompas, 16 Oktober 2015). Begitu Permendag ini diumumkan, penerbitan lisensi FLEGT bagi Indonesia yang dapat memuluskan ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dihentikan. Keputusan ini jelas menyebabkan kemunduran, baik secara ekonomi maupun dalam perjuangan melawan perdagangan kayu ilegal yang sudah mulai membuahkan hasil melalui penerapan SVLK. Permendag ini mengesampingkan keberadaan SVLK dan hanya akan membuka kesempatan bagi eksportir untuk menjual produk kayu ilegal.