PETANI KARET PERKETAT PENGAWASAN KEBERSIHAN
Putussibau- Harga karet di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu hingga kini masih bertahan di kisaran Rp 5.000-6.000 per kilogram. Keadaan ini mendesak petani untuk kembali mencari cara agar mendapatkan penghasilan tambahan.
Dalam kondisi harga karet anjlok dan tidak menguntungkan petani, Sentra Karet Barese di Koridor Labian-Leboyan Kapuas Hulu, masih berupaya meningkatkan harga tawar karet yang dihasilkan petani. “Kita berupaya melakukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan posisi tawar petani di hadapan pasar,” kata Octavius Jubang, Manager Sentra Karet Barese di Lanjak, Kamis (21/12/2017).
Sentra yang terbentuk sejak 17 November 2015 ini melakukan sejumlah inovasi guna meningkatkan kualitas Bahan Olahan Karet (Bokar). Didampingi WWF-Indonesia, Sentra Karet Barese berusaha meningkatkan kualitas karet dengan menerapkan sistem pengawasan internal atau Internal Control System (ICS).
Sistem ini terbukti berhasil menjaga kualitas karet yang dihasilkan petani, dimana Bokar yang dihasilkan telah diuji di Laboratorium Unit Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Barang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat.
Karet yang dikering-anginkan selama dua minggu sudah memiliki Kadar Kering Karet (K3) sebesar 76.19 persen dengan kadar kebersihan mencapai 91.44 persen. Sedangkan untuk karet usia pengeringan satu bulan, K3 sudah mencapai 78.24 persen dengan kadar bersih mencapai 92.01 persen.
Hasil uji laboratorium ini menunjukkan bahwa karet yang diproduksi Sentra Karet Barese dinyatakan sudah sesuai dengan SNI 06-2047-2002. Keberhasilan petani dalam menjaga kualitas, secara signifikan mengubah harga bokar bersih menjadi 9.600 hingga 14.200.
Jubang menjelaskan, penerapan sistem pengawasan langsung dari petani karet ini merupakan kontribusi untuk meningkatkan hasil produksi karet rakyat. Artinya, petani mengubah perilaku dari yang sebelumnya merendam dan memasukkan kontaminan lain ke dalam Bokar menjadi mengeringkan Bokar di rak-rak.
“Kami melakukan pengawasan produksi karet dari pembersihan kebun petani, pemilihan wadah bambu yang memiliki asam semut alami, hingga pengangkutan. Terus kami jaga agar tidak terkontaminasi pasir, batu, bahkan kulit kayu dari pohon karet itu sendiri,” jelas Jubang.
Dia mengaku semangat memproduksi potensi lokal ini tetap berlanjut di tingkat petani anggota dan berharap mendapat dukungan pemerintah. “Petani karet tidak dapat berjalan sendiri. Kami memerlukan dukungan dan perhatian dari pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendamping seperti WWF Indonesia agar terus dapat menghasilkan karet rakyat yang berkualitas,” pintanya.
WWF-Indonesia pada 2011 telah melakukan kajian di kawasan Koridor Labian-Leboyan, yakni di Desa Labian, Desa Mensiau, dan Desa Sungai Abau. Di sana, petani mampu menjual karet basah dengan K3 54 persen sekitar 80 ton per bulan.
Hulu Kapuas Landscape Leader WWF-Indonesia, Anas Nasrullah mengungkapkan sebenarnya produksi karet rakyat ini dapat meningkat produksinya. “Hasil dari kajian yang telah kami lakukan ini memprediksi produksi karet rakyat dapat meningkat hingga 300 persen pada tahun 2016. Hal ini dapat terjadi dengan dilakukannya reforestasi kawasan yang dimiliki oleh masyarakat dan insentif pasar terhadap produksi bokar bersih,“ katanya.
Dalam meningkatkan kualitas dan menjaga mutu karet rakyat, WWF-Indonesia juga telah mendampingi sejumlah kelompok lainnya di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang seperti Kelompok Petani Karet Desa Tanjung, Kecamatan Mentebah untuk Kabupaten Kapuas Hulu dan Kelompok Petani Karet, Koperasi Rimba Harapan, Kabupaten Sintang.
Upaya ini dilakukan dengan harapan petani karet dapat meningkatkan nilai tawar, memunculkan pasar yang adil, dan pada akhirnya dapat mensejahterakan petani karet itu sendiri.