PETANI BENGKULU IKUT PROGRAM SEKOLAH LAPANG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh: Hijrah Nasir
Sekolah lapang pertanian berkelanjutan mulai diperkenalkan oleh FAO sejak 1989 di Indonesia sebagai akibat merebaknya hama tanaman secara luas karena penggunaan pestisida yang berlebihan. Proses pembelajaran sekolah lapang ini mulai diadopsi oleh WWF di Provinsi Lampung dengan jenis tanaman kopi, coklat, padi, lada, dan karet. Sejak 2009, program sekolah lapang pertanian berkelanjutan telah menyentuh 2.047 petani di 27 desa, 3 kabupaten di Provinsi Lampung yaitu Lampung Barat, Tanggamus, dan Pesisir Barat, serta 1 kabupaten di Provinsi Bengkulu, yaitu Kabupaten Kaur.
Program sekolah lapang di Provinsi Bengkulu mulai dijalankan sejak tahun 2017 dengan jumlah peserta 70 orang. Pasca pelatihan sekolah lapang, Training of Trainer (ToT) dilaksanakan kepada peserta untuk menjaring calon fasilitator sekolah lapang dari desa-desa tersebut. Pelaksanaan ToT pemandu sekolah lapang pertanian dimulai dari tanggal 12 Februari 2018 sampai dengan 9 Maret 2018 dengan umlah peserta 15 petani dari 3 desa yaitu Desa Sukajaya, Desa Trijaya, dan Desa Bukit Endah.
Pembelajaran pada minggu pertama adalah materi pendidikan Orang Dewasa (POD), dengan prinsip-prinsip pembelajaran antara lain adalah mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, dan menerapkan. Kemudian fasilitator membuka ruang tanya jawab untuk mengetahi sejauh mana pemahaman peserta dengan materi alur belajar dari pengalaman dengan menitikberatkan pada hal-hal sebagai berikut. Pertama, kesimpulan pelatihan orang dewasa mengacu pada pengalaman sehari hari dari peserta. Ini akan memudahkan dalam pemahaman petani. Kedua, biasanya petani dalam menghadapi masalah pertanian hanya menganut proses mengalami, menyimpulkan dan menerapkan, ini yang akan memutuskan tingkat pengetahuan petani. Ketiga, ketika sebuah pelatihan memakai alur belajar dari pengalaman yang sempurna ,mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, menerapkan akan mendapatkan peserta yang lebih kritis lagi, ilmu pengetahuan akan berkembang terus. Keempat, peserta akan lebih memahami tantangan yang muncul dan dapat menyelesaikannya.
Peserta mulai memperoleh pelatihan tentang budidaya tanaman pada minggu kedua. Budidaya tanaman yang dikembangkan di 3 desa ini tidak ada yang doniman, sehingga calon fasilitator memerlukan pemahaman budidaya secara umum. Secara umum budidaya tanaman perkebunan memerlukan kesuburan tanah (ph 6), dukungan ekosistem yang seimbang, misalnya ada hama dan ada pengendali hama. Jika ada penyakit, maka ada pengendali penyakit. Untuk mendukung budidaya, calon fasilitator harus punya keterampilan membuat pupuk organik cair maupun pupuk kompos melalui pengembangan mikro organisme lokal. Di 3 desa ini, sebagian besar petani bercocok tanam dengan komoditas utama karet, kopi, dan cokelat.
Selain mendapatkan pelatihan tentang pola budidaya berkelanjutan, calon fasilitator juga belajar tentang pengembangan ternak, khususnya kambing yang selama ini telah memberikan tambahan penghasilan bagi petani. Perpaduan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan ternak kambing akan menjadi usaha yang saling mendukung dan terintegrasi. Pakan kambing berasal dari tanaman pelindung kopi atau lada dan kotoran kambing menjadi bahan untuk pembuatan kompos yang dapat menyuburkan kebun mereka. Beberapa hal yang dipelajari dalam pelatihan ini antara lain pembuatan kandang kambing, penyakit ternak kambing dan pengobatannya, serta pembuatan pakan fermentasi.
Selain itu calon fasilitator sekolah lapang juga belajar tentang fasilitasi di tingkat desa dan kelompok dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Melalui metode ini, petani dapat mengidentifikasi permasalahan yang ditemui serta bisa merencanakan dan melaksanakan sekolah lapang yang tepat sasaran, mendiskusikan aturan dalam sekolah lapang serta hak dan kewajibannya. Partisipasi perempuan juga menjadi hal yang digarisbawahi dalam pelaksanaan sekolah lapang. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menunjukkan kepada instansi dan aparat desa pentingnya partisipasi perempuan, khususnya petani perempuan dalam usaha budidaya dan keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan di desa.
Dalam PRA ini, peserta sekolah lapang belajar membuat transek kebun kopi dengan melihat kondisi pemangkasan kopi, kondisi pelindung, persentase serangan hama dan penyakit, sanitasi kebun, kesuburan tanah dan tanaman, organisme pengganggu tanaman lain, dan musuh alami yang ditemukan. Selain itu, kalender musim kegiatan juga dibuat untuk menggali masalah dan potensi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan masyarakat petani, baik kegiatan ekonomi masyarakat seperti pertanian, perkebunan, pertukangan dan lain-lain maupun kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pesta perkawinan, kedukaan, keagamaan, gotong royong dan lain-lain. Di sesi terakhir peserta menyusun kontrak belajar yang akan menjadi panduan mereka dalam fasilitasi sekolah lapang pertanian berkelanjutan di desa.
Setelah pelaksanaan sekolah lapang, implementasi dari pelatihan yang telah dilaksanakan adalah sekolah lapang kambing yang sudah dimulai sejak 24 Maret 2018. Pelatihan ini dilaksanakan di 3 desa dengan jumlah peserta rata-rata 22 orang di tiap desa dengan materi saat ini adalah membuat pakan fermentasi ternak. Dalam pelaksanaannya, pemerintah Desa Trijaya menyambut baik kegiatan ini dan mendukung upaya tersebut dengan membeli mesin pencacah pakan ternak melalui dana dari APBDes 2018.