MERAMU SAMPAH MENJADI DATA DI PULAU MOA
Masalah sampah adalah masalah krusial yang sedang dihadapi oleh manusia dekade ini. Timbulan sampah plastik yang sulit terurai dan kesadaran untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang masih minim, membuat banyaknya timbulan sampah, dan hanyut hingga ke lautan. Termasuk wilayah Pulau Moa yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Timbulan sampah yang terus menghantui kita ini dapat dicegah dengan melakukan penanganan sampah yang sistematik.
Demi memperkuat pengetahuan masyarakat mengenai penanganan sampah, WWF-Indonesia menginisiasi keterlibatan masyarakat pesisir dalam upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai melalui program Plastic Free Ocean Network (PFON). PFON adalah sebuah wadah bagi komunitas pemerhati masalah sampah yang melibatkan masyarakat pesisir. Gerakan berbasis sukarela ini melakukan banyak kegiatan, salah satu kegiatannya adalah melakukan pendataan sampah yang kemudian diolah secara saintifik.
Dalam upaya pemberian edukasi serta partisipatif masyarakat dalam mencegah kebocoran plastik ke laut, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku Barat Daya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya, Kepala Desa Wakarleli, serta seluruh perwakilan instansi melakukan kegiatan sosialisasi dan pelatihan pendataan sampah di Balai Desa Wakarleli pada Jumat, 24 November 2023.
Thomas Matmey, Kepala Bidang Kebersihan Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku Barat Daya, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini akan membantu para peserta untuk lebih sadar mengenai jenis-jenis sampah plastik yang tersebar di sekitar Pulau Moa. “Pengalaman untuk mengatasi masalah sampah bersama WWF ini diperlukan untuk upaya penanganan sampah yang lebih mudah,”imbuhnya. Pada kegiatan sosialisasi, WWF-Indonesia memaparkan langkah-langkah bagaimana melakukan pendataan sampah dengan metode Standar Nasional Indonesia (SNI), metode ini digunakan untuk mengukur timbulan dan komposisi sampah. Setelah pemaparan, para peserta kemudian diberikan kesempatan untuk mempraktikkan pemilahan sampah, dan melakukan pengukuran berat serta tinggi dengan timbangan digital.
Para peserta tampak antusias dalam mempraktikkan cara pengolahan sampah, mulai dari memisahkan sampah, hingga menimbang dan mengukur tinggi masing-masing kategori. Peserta yang mengikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan pun kemudian menjadi bagian dari enumerator PFON Pulau Moa.
Selesai tahap sosialisasi, pada hari berikutnya anggota enumerator PFON bersama-sama dengan tim WWF-Indonesia turun ke lapangan untuk melakukan pendataan sampah meliputi area permukiman, hotel, rumah makan dan pasar tradisional di wilayah Pulau Moa. Pendataan sampah dimulai dengan menyusuri permukiman di Desa Wakarleli dan Tiakur, untuk mengumpulkan random sampel limbah rumah tangga dan dilanjutkan pengambilan sampel sampah pada kategori lainnya. Kegiatan pendataan dilakukan selama delapan hari dengan tujuan untuk melihat pola sampah di masing-masing kategori. Pemilihan lokasi dilakukan di kedua desa tersebut, karena kedua desa tersebut memiliki jumlah kepadatan penduduk yang lebih tinggi, akses yang lebih mudah dan bisa merepresentasikan timbulan sampah harian di Pulau Moa.
Saat tim enumerator PFON dan WWF-Indonesia menyusuri desa, komunikasi juga dilakukan dengan para penduduk untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana pengelolaan limbah rumah tangga mereka selama ini. Dari hasil komunikasi di lapangan, kebanyakan penduduk sudah memiliki pengetahuan bagaimana memilah sampah organik dan anorganik, dan utamanya sudah memilah sampah plastik dengan sampah rumah tangga. Setelah periode pendataan selesai dilakukan, tim WWF-Indonesia dan tim enumerator PFON kemudian mengambil sampah-sampah yang dikumpulkan dalam kantong sampah sesuai dengan sumbernya yakni: rumah tangga, hotel, rumah makan, dan pasar.
Masing-masing kantong sampah ditimbang dan diukur tingginya. Kemudian, sampah disortir berdasarkan 11 kriteria yakni; organik, kertas, botol plastik, gelas plastik, plastik multilayer (bungkus plastik), plastik logam multilayer (bungkus plastik berlapis alumunium), kresek, sedotan plastik, kaca, karet tekstil dan stereofoam, juga kaleng. “Pengkategorian sampah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis sampah, juga untuk membiasakan para anggota enumerator PFON memilah jenis sampah berdasarkan kategori organik dan anorganik,” jelas Anisa Setyawati, Marine Tourism Assistant WWF-Indonesia.
Sien Lustantini Terlewan, salah satu tim enumerator PFON mengatakan, “Pendataan sampah ini berguna untuk melihat pola sampah yang berbahaya dan sampah yang bisa didaur ulang kembali, juga melihat seberapa banyak sampah yang beredar di kawasan Maluku Barat Daya, khususnya Desa Wakarleli dan Kampung Babar.” Lebih lanjut Sien mengatakan, “Saya ingin menjadi contoh bagi masyarakat, juga menambah relasi baru, pengalaman baru, bahkan keluarga baru,” tambah Sien, terkait keikutsertaannya dalam kegiatan PFON.
Selfi Sairmorsa, anggota tim enumerator lainnya, berpendapat bahwa pemilahan dan pengukuran sampah berdasarkan komposisi dapat memberikan informasi tentang berapa banyak sampah plastik yang diperoleh di lokasi Tiakur dan Wakarleli, dan menjadi masukan untuk masyarakat untuk mengurangi penggunaan sampah plastik.
Dari hasil pendataan yang dilakukan WWF-Indonesia bersama dengan tim enumerator PFON, maka dapat diketahui rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan untuk kategori rumah tangga dan non rumah tangga. Selain itu, juga didapat data rata-rata berat dan volume jenis sampah. Rencananya, data-data yang diperoleh dari Tiakur dan Wakarleli ini akan diseminasi menjadi sebuah jurnal, postingan media sosial, infografis, maupun buku.