MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KEBUN MELALUI SEKOLAH LAPANG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Sejak 2009, WWF-Indonesia telah mulai menyelenggarakan program Sekolah Lapang Pertanian Berkelanjutan yang terinspirasi dari konsep sekolah lapang UNFAO (United Nations Food and Agriculture Organization) yang telah terlebih dahulu dilakukan di Indonesia pada tahun 1989. Konsep sekolah lapang bagi petani tersebut telah ditiru dan dikembangkan, salah satunya di Provinsi Lampung dan yang hidup berdampingan dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Program sekolah lapang pertanian berkelanjutan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan pemahaman, keterampilan, dan motivasi untuk mengubah sikap petani agar mereka dapat mempraktikkan konsep pertanian yang berkelanjutan guna meningkatkan produktivitas lahan mereka. Para petani yang terlibat juga dapat berperan aktif menjadi fasilitator dan berbagi pemahaman kepada petani yang lain.
Dalam delapan tahun penyelenggaraannya, program ini telah sukses mengajak dan melibatkan sekitar 1977 petani yang berasal dari 24 desa di tiga kabupaten di Provinsi Lampung, yaitu Lampung Barat, Tanggamus, Pesisir Barat.
Melihat tingginya antusiasme para petani yang seiring dengan tingkat kesuksesan program, maka Toyota Motor Corporation melalui program “Living Asian Forest Project” telah berkomitmen untuk mendorong program sekolah lapang pertanian ini agar dapat meningkatkan keberlanjutan sumber daya alam dan komoditas yang dimiliki supaya ancaman deforestasi dan kepunahan spesies dapat berkurang.
Pogram “Living Asian Forest Project” yang telah dilaksanakan sejak 2016 di Kalimantan dan Sumatera yang salah satunya dilaksanakan di Taman Nasional Bukti Barisan Selatan ini juga bertujuan untuk mempercepat transisi global menuju keberlanjutan, mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati, meningkatkan kesadartahuan tentang lingkungan, serta mempercepat perubahan menuju masyarakat bebas karbon.
Pada awal implementasi program, yakni pada September 2016 hingga Februari 2017, berbagai pelatihan sekolah lapang telah diadakan dan melibatkan sekitar 120 petani kopi dan beras di empat desa, yaitu Tugu Ratu, Tugu Papak, Sukajaya, dan Sukamaju. Setelah pelatihan tersebut, Training of Trainer (ToT) juga diberikan untuk menjaring potensial fasilitator/trainer dari berbagai desa yang akan bertugas meneruskan pengetahuan dan keterampilan yang sudah didapatkan kepada rekan petani lainnya.
Selama kegiatan ToT, para peserta akan diminta untuk berefleksi tentang masalah yang kerap dihadapi di kebun/sawah mereka, berbagi cerita bagaimana mereka mengatasi masalah tersebut, dan berdiskusi tentang efektivitas solusi yang sudah digunakan. Kemudian, para peserta dikenalkan dengan praktik budi daya tanaman yang sangat erat kaitannya dengan belajar tentang kondisi kesuburan tanah, jenis tanaman, hama dan penyakit. Selain itu, mereka juga akan diberikan keterampilan dalam membuat pupuk organik cair maupun kompos melalui pengembangan mikro organisme lokal sehingga mereka dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Lebih lanjut, para peserta juga belajar tentang pengembangan ternak kambing yang selama ini telah memberikan tambahan penghasilan bagi para petani. Pertanian berkelanjutan dan peternakan diharapkan menjadi program yang terintregasi dan mendukung satu sama lain, seperti pakan kambing dapat berasal dari tanaman pelindung kopi/lada dan kotoran kambing yang bisa dijadikan bahan pupuk kompos.
Salah satu bukti nyata bahwa sekolah lapang pertanian dapat meningkatkan produktivitas datang dari petani di Ulubelu yang sekarang mampu menghasilkan kopi sebanyak 1,5 ton kopi. Di sisi lain, petani di Suoh juga sudah mulai menanam beras organik yang harganya jauh lebih mahal dari beras non-organik sehingga penghasilan mereka pun turut bertambah.
Lebih lanjut, berdasarkan kunjungan yang dilakukan oleh WWF Jepang pada 20 Maret 2018 di Desa Trijaya, Desa Sukajaya, dan Desa Bukit Endah, banyak peserta maupun pemerintah daerah yang merasa kegiatan ini telah membawa dampak positif di kehidupan mereka. Beberapa contohnya adalah mereka sudah meninggalkan pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik, tidak hanya menanam tanaman komoditas tetapi juga tanaman obat, menanam tanaman organik, berternak kambing dan paling penting menjadi fasilitator bagi rekan petani di desa lainnya sehingga program ini akan berjalan berkelanjutan dan mandiri.