MENELUSURI KEKAYAAN HAYATI LANSKAP RIMBANG BALING DENGAN RISET KAMERA PENJEBAK
Oleh: Febri Anggriawan Widodo dan didukung oleh Tim Riset Harimau Sumatera WWF Indonesia
Kamera penjebak atau dalam bahasa Inggrisnya adalah camera trap sebuah alat optik dengan prinsip kerja mirip dengan CCTV atau Close Circuite Television Anda pasti tahu CCTV kan? Ya, sebuah perangkat optik yang mampu memantau kondisi sekelilingnya dalam 24 jam seminggu secara otomatis. Nah, sama halnya dengan kamera penjebak, dia dapat beroperasi secara otomatis selama 24 jam seminggu di hutan untuk memantau satwaliar yang melintas didepannya. Alat ini sangat bermanfaat untuk upaya konservasi keanekaragaman hayati sepert mampu membuktikan secara valid kehadiran satwaliar untuk keperluan monitoringnya.
Khususnya untuk konservasi keanekaragaman hayati didalamnya terpadat satwaliar sebagai salah satu komponennya, para peneliti diharapkan sangat terbantu dengan hadirnya kamera penjebak. Alat ini merupakan sebuah kemajuan di bidang penelitian satwa liar karena peneliti tidak perlu invasive terhadap satwa target obyek penelitiannya. Pada dasarnya teknologi ini tercipta karena sulitnya pengamatan secara visual terhadap keberadaan satwa liar. Kamera penjebak merupakan bionic (penggabungan antara aspek biologi dan electronik) dimana mampu memadukan antara kegiatan biologi dengan teknologi mutakhir.
WWF – Indonesia sebuah lembaga yang bergerak pada konservasi lingkungan termasuk satwaliar dan habitatnya telah sejak lama menggunakan perangkat bermanfaat tersebut. Bahkan, lembaga tersebut menginisiasi pembuatan kamera penjebak lokal dengan mengadakan kompetisi rancang – bangun kamera penjebak Oktober 2015 silam. Saat ini, kamera penjebak asli buatan anak bangsa tersebut sedang dalam proses finalisasi produk yang harapannya dapat digunakan secara luas untuk upaya konservasi satwaliar dan habitatnya.
Untuk program Sumatera bagian tengah, WWF – Indonesia telah menggunakan kamera penjebak sejak tahun 2004 untuk keperluan riset satwaliar. Riset satwaliar merupakan kegiatan fundamental untuk memberikan arahan upaya konservasi yang dapat mengakomodir kebutuhan banyak pihak sehingga harapannya akan menciptakan kehidupan yang harmonis antara manusia dan satwaliar. Tujuan utamanya adalah monitoring harimau dan habitatnya dengan salah satu targetnya adalah lanskap Rimbang Baling sebagai salah satu Tiger Conservation Landscape (TCL) yang ada di Pulau Sumatera. Kami telah melakukan monitoring maupun inventarisasi satwaliar berbasiskan kamera penjebak pada lanskap tersebut sejak 2006 hingga sekarang bahkan 64 kamera penjebak saat ini masih aktif di lapangan. Secara umum, kami telah melakukan usaha pengamatan sebanyak 3.262 hari kerja aktif kamera penjebak dengan total titik pemasangan sebanyak 104 titik. Kamera penjebak mampu membuktikan bahwa Rimbang Baling merupakan lanskap penting dalam kaitannya upaya melindungi ekosistem hutan dan kaitannya dengan rantai makanan serta sistem penyangga kehidupan yang berdampak luas bagi kehidupan sosial baik tempatan maupun regional. Penggunaan kamera penjebak di Rimbang Baling sangat membantu untuk kegiatan riset maupun monitoring satwaliar.
Harimau Sumatera
Rimbang Baling merupakan salah satu habitat penting bagi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), salah satu dari enam anak jenis harimau yang masih tersisa di dunia. Statusnya kini menurut IUCN atau sebuah lembaga internasional tentang konservasi alam dikategorikan kedalam “critically endangered” atau satu tahap sebelum punah di alam. Anak jenis harimau tersebut juga menjadi satu – satunya harimau yang tersisa di kepulauan Indonesia selain harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali (Panthera tigris balica) yang mendahului punah sehingga kita perlu melestarikan satwa kharismatik tersebut. Berdasarkan hasil kamera penjebak yang ditempatkan di Rimbang Baling, harimau terekam masih eksis didalamnya. Akantetapi, ancaman terhadapnya juga sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan ditemukannya puluhan jerat harimau setiap tahunnya. Dalam upaya konservasi harimau, penggunaan kamera penjebak sangat bermanfaat untuk identifikasi individu – individu yang berbeda guna tujuan monitoring kelangsungan hidup spesies tersebut di alam.
Lima spesies kucing liar
Kamera penjebak di Rimbang Baling mampu membuktikan bahwa lanskap tersebut sangat penting dengan ditemukannya lima spesies dari enam spesies kucing liar di Pulau Sumatera. Adapun spesies – spesies tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan Sunda (Neofelis diardi), kucing emas (Pardofelis temminckii), kucing batu (Pardofelis marmorata), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis). Di Sumatera bagian tengah, tidak semua kawasan hutan dihuni kelima spesies kucing tersebut dan hal ini membuktikan bahwa Rimbang Baling patut untuk dilindungi.
Kambing hutan Sumatera
Kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis) merupakan mamalia darat genus Caprinae satu – satunya yang ada di Sumatera bahkan Indonesia. Di Rimbang Baling, kamera penjebak yang kami pasang berhasil mendokumentasikan satwa berkategori rentan menurut IUCN tersebut.