LOKAKARYA PENGENALAN PROGRAM TERPADU KONSERVASI HARIMAU DAN HABITATNYA DI RIMBANG BALING
Dalam rangka mengenalkan Program Terpadu Konservasi Harimau dan Habitatnya di bentang alam Rimbang Baling, Kementrian Kehutanan, WWF, YAPEKA dan Indecon melaksanakan lokakarya di Pekanbaru pada 19-20 Oktober 2015. Lokakarya ini dihadiri pemangku kepentingan dari instansi terkait, perusahaan dan perwakilan masyarakat di sekitar Bukit Rimbang Baling. Dalam kesempatan ini juga digali masukan mengenai rencana pembentukan forum kolaborasi Rimbang Baling sebagai suatu wadah yang bertujuan untuk perlindungan Bukit Rimbang Baling dan kehidupan masyarakat untuk jangka panjang.
Rimbang Baling merupakan habitat penting harimau Sumatera yang terletak di kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi dan berbatasan langsung dengan Sumatera Barat. Topografi kawasan sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 25-100 %. Berbagai keanekaragaman flora dan fauna langka terdapat di kawasan ini. Namun beberapa bentuk ancaman membayangi keutuhan kawasan ini antara lain perambahan, pembalakan liar, perburuan satwa dilindungi dan lainnya. Sebagian kawasan ini yang terletak di Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi merupakan suaka margasatwa dengan luas ± 136.000 ha.
Kepala Bidang Teknis-BBKSDA Riau, Lukita Awang dalam pemaparannya menyampaikan keterbatasan untuk melakukan pengamanan kawasan Rimbang Baling yang masuk dalam suaka margasatwa. “ Kita hanya memiliki tiga orang polisi hutan untuk menjaga kawasan suaka margasatwa, Kata Awang.” Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, BBKSDA Riau sejak awal tahun ini telah merangkul masyarakat lokal menjadi Masyarakat Mitra Polhut untuk membantu pengamanan kawasan.
Sunarto dari WWF-Indonesia menyampaikan untuk mendukung pengelolaan efektif bentang alam Bukit Rimbang Baling bersama dengan YAPEKA, Indecon merancang suatu program terpadu pengelolaan harimau Sumatera dan habitatanya. Ia menjelaskan bahwa program ini menitikberatkan pada pelibatan masyarakat langsung dalam upaya konservasi dan peningkatan kesejahateraan masyarakat. Konsorsium ini bernaung dalam program yang diberinama Imbau berangkat dari bahasa lokal masyarakat Rimbang Baling yang berarti mengajak semua pihak untuk terlibat dalam upaya konservasi dan menjaga nilai-nilai lokal masyarakat khususnya di sekitar Rimbang Baling.
Menanggapi inisiasi kolaborasi para pihak untuk perlindungan sumber daya alam di Rimbang Baling, Siti Khadijah dari Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam- Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa forum kolaborasi yang akan dibentuk nantinya merupakan wadah komunikasi semua stakeholder untuk mencapai tujuan pengelolaan Rimbang Baling yang efektif.
Ia menambahkan prinsip kolaborasi harus saling menghormati, menghargai, percaya dan memberikan manfaat untuk semua pihak karena kolaborasi berdasarkan pada kesadaran bersama untuk mewujudkan visi dan misi yang sama.
Ia menjelaskan sudah contoh sukses di Taman Nasional Gunung Halimun dimana masyarakat dilibatkan dalam pengembangan ekowisata. Namun ia menegaskan untuk memastikan kesuksesan suatu program perlu pendampingan intensif dari LSM karena otoritas memiliki keterbatasan.
Selama lokakarya berlangsung banyak masukan yang disampaikan oleh masyarakat yang secara garis besar menegaskan bahwa masyarakat Rimbang Baling mendukung upaya yang dilakukan untuk perlindungan Rimbang Baling dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat.
Salah soerang peserta, Abdul Majid dari Desa Pangkalan Serai, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar menyatakan, “ Saya tinggal di Desa Pangkalan Serai desa yang paling ujung di Rimbang Baling, kami dari dulunya menjaga hutan ini karena di sini tempat kami tinggal. Jika hutan kami rusak, masyarakat yang tinggal di hilirnya akan terkena dampak.”
Mewakili perwakilan desa lainnya, Abdul Majid menyatakan bahwa kolaborasi itu seperti sapu lidi yakni jika kita lakukan bersama-sama maka akan bersih. Begitu pula dalam kolaborasi di Rimbang Baling, ia menegaskan harus memberikan manfaat kepada masyarakat dan berkeadilan, ika tidak maka tidak akan didukung oleh masyarakat Rimbang Baling.
Kritik yang cukup tajam selama workshop berlangsung dari perwakilan masyarakat mengenai rencana program terpadu konservasi harimau dan habitatnya di Rimbang Baling menjadi bahan masukan untuk implementasi program ini ke depan. Program Imbau yang didukung oleh IUCN, KFW dan pemerintah Jerman akan berlangsung selama 4 tahun.
Agustinus Wijayanto dari YAPEKA menyampaikan program Imbau antara lain fasilitasi energi terbarukan misal dari bio gas dan mikro hidro, agro forestry, ekowisata dan optmimalisasi perkebunan karet masyarakat. Kesemua program ini bertujuan untuk peningkatan ekonomi masyarakat sekitar Rimbang Baling dengan peran aktif masyarakat untuk perlindungan ekosistem Rimbang Baling.
Ia menambahkan dalam proses masyarakat akan dilibatkan dan jika memang ada program atau kegiatan yang tidak disetujui oleh masyarakat akan didiskusikan untuk mencari kegiatan yang paling cocok dengan masyarakat setempat.
Lokakarya ditutup oleh Sekretaris Camat Kampar Kiri Hulu, Hendri dengan harapan bahwa program ini dapat dimiplementasikan dengan baik dan didukung oleh masyarakat.