MEMPERTAHANKAN KEKAYAAN BANGSA YANG HAMPIR PUNAH: GAJAH SUMATERA
Oleh: Hijrah Nasir
punya otak cerdas aku harus sanggup
bila jatuh gajah lain membantu
tubuhmu disitu pasti rela jadi tamengku
Masih ingat kan dengan penggalan lagu Tulus di atas. Lagu yang terinspirasi dari gajah ini hanya satu dari sekian karya yang menceritakan tentang filosofi gajah.
Gajah yang merupakan mamalia darat terbesar di dunia selalu disimbolkan sebagai binatang besar dan kuat, punya telinga lebar, kaki yang kuat dan besar, mata yang kecil, memiliki belalai serta gading. Gajah selalu dijadikan lambang kepandaian, kesetiaan, karakter pemimpin dan dispilin. Bahkan kabarnya ada gajah yang menolong manusia saat terjadi tsunami di Thailand 2004 lalu.
Tapi tahukah jika gajah yang selalu disimbolkan dengan hal-hal baik itu kini terancam punah? Ada dua jenis gajah di dunia, yakni Gajah Asia dan Gajah Afrika. Gajah Asia memiliki beberapa subspesies antara lain Gajah India (Elephas maximus indicus), Gajah Srilanka (Elephas maximus maximus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), serta Gajah Afrika yang memiliki 2 subspesies, Gajah Savana Afrika (Loxodonta africana africana), dan Gajah Hutan Afrika (Loxodonta africana cyclotis).
Dua subspesies gajah yang dimiliki Indonesia dikategorikan ke dalam satwa kritis terancam punah. Itu berarti statusnya adalah satu langkah sebelum dinyatakan punah di alam. Padahal gajah memiliki peranan yang sungguh besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Gajah Sumatera misalnya. Gajah ini memiliki daya jelajah (homerange) mencapai 170 km2 perhari. Satu ekor gajah dewasa bisa mengkonsumsi makanan sekitar 136 kg/hari. Hal ini berarti dengan luas jelajah yang ia tempuh setiap harinya, maka Ia akan menyebarkan biji secara alami sehingga memperbaiki kondisi hutan. Kotorannya pun bisa menjadi pupuk alami bagi tanaman.
Gajah, satwa perawat hutan yang kini keberadaannya semakin terdesak. Degradasi dan fragmentasi habitat membuat mereka kehilangan habitat alami untuk memperoleh pakan sehingga tak jarang memicu konflik dengan manusia. Tak jarang konflik ini pun menjatuhkan korban di pihak gajah. Seringkali mereka diusir bahkan dibunuh karena dianggap hama. Lebih parahnya lagi, perburuan dan perdagangan terhadap bagian-bagian tubuh gajah masih merajalela.
[Baca juga: Mahout, Sosok Partner Gajah dalam Tim Patroli Gajah Elephant Flying Squad]
Dalam 25 tahun, Gajah Sumatera telah kehilangan sekitar 70% habitatnya, serta populasinya menyusut hingga lebih dari separuh. Estimasi populasi tahun 2007 adalah antara 2.400-2.800 individu, namun kini diperkirakan telah menurun jauh dari angka tersebut karena habitatnya terus menyusut dan pembunuhan yang terus terjadi. Selain itu, masalah lainnya adalah posisi sebaran gajah sumatera yang tidak hanya berada di kawasan konservasi, bahkan 90% habitatnya berada di konsesi perusahaan atau binaan masyarakat di banyak tempat. Hal itu semakin memicu timbulnya konflik antara manusia – gajah.
Mamalia purba yang menjadi kebanggaan Lampung itu kini hanya tersisa di beberapa kantong saja di Lampung. Maraknya aksi perburuan satwa ini memicu penurunan populasi yang cukup signifikan. Kematian gajah sebagai akibat perburuan kadang masih didapati oleh petugas Balai Besar TNBBS dan TNWK maupun mitra NGO di dalam kawasan TNBBS. Lemahnya penegakan hukum terhadap tersangka perburuan dan perdagangan gajah menjadi batu tajam yang menghambat upaya perlindungan Gajah Sumatera.
Laporan WWF Indonesia menyebutkan bahwa kurang dari satu dekade terakhir 129 gajah dibunuh di Sumatera, terutama di provinsi Riau. Sebanyak 59% kematian mereka karena diracun, 13% diduga diracun, dan 5% lainnya dibunuh dengan menggunakan senjata api.
Salah satu ungkapan terkenal datang dari Graydon Carter, jurnalis terkenal Kanada;
"We admire elephants in part because they demonstrate what we consider the finest human traits: empathy, self-awareness, and social intelligence. But the way we treat them puts on display the very worst of human behavior.”
Gajah dekat dalam budaya masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat Sumatera dimana kantong-kantong habitat gajah sumatera berada. Namun bagaimana sebagian dari kita memperlakukan gajah kadang tidak menunjukkan penghormatan. Gajah hanya dipandang sebagai binatang lucu sehingga kerap kali menjadi tontonan, bahkan media kampanye politik. Tak jarang keberadaan mereka dianggap hama bagi petani. Padahal gajah adalah satwa yang berperan besar dalam menyeimbangkan ekosistem hutan sehingga manusia bisa mendapatkan manfaat yang besar dengan keberadaan mereka. Melindungi gajah sama saja dengan ikut melindungi kehidupan kita sendiri. Namun pernahkan kita terpikir nasib gajah?