MEMPERINGATI HARI “SI KEPALA BERKAKI”
Di antara terumbu karang di dasar laut yang penuh warna, sefalopoda hidup bersanding dengan beraneka jenis hewan seperti ular laut, penyu, porifera, bintang laut, kerang, lobster, dan lainnya. Hewan karnivora ini hidup dengan menyantap binatang lain yang lebih kecil, diantaranya seperti siput laut, ikan, dan udang.
Jika di bawah laut mereka merupakan predator yang cukup ditakuti, di atas laut sefalopoda menjadi hidangan favorit manusia. Cumi-cumi, sotong, dan gurita, tiga hewan yang masuk dalam kategori sefalopoda sangat diminati di dunia kuliner lokal dan mancanegara. Di berbagai restoran, mereka sering dimasak menjadi aneka olahan lezat yang tinggi nutrisi.
Sayangnya, popularitas sefalopoda dalam dunia kuliner telah berimbas pada menurunnya jumlah populasi mereka. Penurunan yang cukup drastis ini merupakan akibat dari penangkapan besar-besaran yang dilakukan manusia. Dari tahun ke tahun, seiring dengan permintaan pasar yang meningkat, jumlah populasi hewan laut termasuk sefalopoda terus menurun di perairan lokal dan mancanegara. Kapal-kapal illegal memancing gurita dalam jumlah besar lalu membuang spesies yang kualitas serta ukurannya tidak diinginkan ke laut sebagai limbah. Itu hanya salah satu contoh. Penangkapan juga dilakukan dengan jaring berlubang kecil sehingga hewan yang belum dewasa ikut tertangkap. Nelayan ilegal memancing di perairan dangkal yang seharusnya menjadi tempat berkembang biak aneka spesies laut. Penggunaan teknik penangkapan ilegal seperti inilah yang telah merusak ekosistem terumbu karang dan dengan demikian menjadikan sefalopoda sebagai salah satu satwa yang menghadapi ancaman besar terhadap kelangsungan spesiesnya.
Hari Sefalopoda
Oktober adalah bulan penting di mana keberadaan sefalopoda diperingati dan dirayakan secara internasional melalui Cephalopod Day yang berlangsung selama lima hari, 8-12 Oktober.
Sudah selayaknya hewan tidak bertulang belakang ini dikagumi manusia dan mendapat perhatian lebih. Tidak hanya karena mereka telah menjadi sumber nutrisi bagi manusia, namun karena mereka juga merupakan makhluk hidup yang memiliki peran penting dalam ekosistem laut dan berhak mendapatkan perlindungan atas kelangsungan spesiesnya.
Selama peringatan hari sefalopoda, warga dunia diingatkan betapa uniknya hewan laut yang satu ini saat tidak menjadi makanan manusia. Di bawah kedalaman laut, dalam kenyamanan habitat mereka, sefalopoda menjadi binatang lunak atau moluska yang memiliki tingkat intelejensia tinggi. Mereka memiliki sistem syaraf yang sangat berkembang dan pandai berburu karena didukung kemampuan berkamuflase. Hewan ini juga pandai menghindari musuh karena mampu melihat jelas dengan mata yang menyerupai kamera beresolusi tinggi. Mata mereka mirip mata manusia yang memiliki lensa mata dan iris.
Kaki-kaki atau tentakel pada kepala mereka membuat sefalopoda seringkali disebut “si kepala berkaki”. Tentakel mereka dilengkapi dengan alat pengisap untuk menangkap mangsa. Cumi-cumi dan sotong mempunyai 8 kaki yang berfungsi untuk menangkap dan 2 tentakel panjang untuk menghisap. Sementara gurita memiliki 2 tangan dan 6 kaki. Sefalopoda juga memiliki kantung tinta. Saat musuh datang, mereka menyemprotkan tinta untuk membuat air keruh dan memberi kesempatan untuk melarikan diri.
Spesies karnivora seperti sefalopoda dapat tumbuh besar dengan cepat. Gurita Pasifik raksasa atau Giant Pacific Octopus yang berasal dari Samudra Pasifik bisa mencapai panjang 7 meter dengan berat 71 Kg. Tahun 2007, cumi-cumi berukuran 4,5 meter dengan berat 495 Kg pernah tertangkap di perairan Antartika oleh nelayan New Zealand. Mungkin keberadaan hewan-hewan besar inilah yang menginspirasi terbentuknya legenda monster Kraken sejak berabad-abad lalu. Kraken, yang digambarkan sebagai monster sefalopoda berukuran raksasa memiliki figur mengerikan yang kemudian banyak dipinjam para penulis sebagai tokoh dalam aneka karya fiksi.
Selama peringatan Hari Sefalopoda, warga dunia perlu memahami pentingnya peran hewan ini dalam kelangsungan hidup spesies lainnya, termasuk manusia. Etika penangkapan sefalopoda untuk bahan makanan selama ini kurang diperhatikan. Haruskah keberadaan sefalopoda nantinya hanya akan menjadi mitos saja?