MEMPELAJARI HIDROSFER KOTA BANDUNG BERSAMA BUMI PANDA
Oleh: Sani Firmansyah dan Natalia Trita Agnika
Air memiliki nilai penting bagi manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi. Bentuknya beragam mulai dari hujan, mata air, air tanah, danau, sungai, laut, samudra, dan air yang berada di atmosfer. Terkait upaya edukasi air bagi publik, Sabtu (19/9) silam Bumi Panda mengadakan sebuah aktivitas petualangan mempelajari daerah perairan yang mengelilingi bumi (hidrosfer) di Kota Bandung. Kegiatan yang bertujuan agar para peserta memahami cara terbaik memanfaatkan dan menjaga air ini diikuti oleh 30 peserta dari sejumlah sekolah dasar di seputar Bandung.
Kegiatan diawali dengan kunjungan ke Curug Dago. Di sana, para peserta dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok dibimbing seorang kakak pendamping. Untuk tiba di lokasi air terjun, para peserta harus menyusuri hutan terlebih dulu. Suara gemuruh air terjun membuat mereka bersemangat. “Kak, kita sudah dekat dengan curug, ya?” tanya Gala, adik salah seorang peserta yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Rasa penasaran para siswa tersebut terjawab ketika sampai di curug. Air mengalir dengan deras. “Wah, airnya banyak sekali. Tapi kenapa airnya berwarna coklat, ya?” tanya Nasya. Sani Firmansyah dari Bumi Panda menjelaskan bahwa air yang berwarna coklat dimungkinan karena kandungan partikel tanah, lumpur, atau karena tercemar sampah yang dibuang orang ke sungai.
Pengamatan dilanjutkan ke aliran sungai di sekitar air terjun dengan menggunakan perahu karet. Di sana, rupanya memang banyak sampah. Seluruh peserta pun dimobilisasi untuk mengangkat sampah yang didominasi oleh plastik tersebut. Iyan Supriyana, perwakilan pengelola Curug Dago, menerangkan bahwa sungai tersebut juga tercemar oleh kotoran sapi yang dibuang peternak ke hulu sungai. Dalam sehari, seekor sapi rata-rata menghasilkan limbah sebanyak 25 kg. Saat ini terdata ada sekitar 11.000 ekor sapi di hulu sungai yang terletak di Lembang. “Terbayang dong, mengapa sungai ini kotor? Ditambah lagi para wisatawan yang suka membuang sampah sembarangan,” tutur Iyan.
Setelah bertualang ke Curug Dago, para peserta membersihkan diri dan melanjutkan perjalanan ke Bumi Panda untuk mendiskusikan hasil pengamatan mereka. Sebelum diskusi, para peserta menonton film dokumenter “Sungai untuk Semua” yang mengisahkan kondisi sungai yang jernih dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di Rimbang Baling, Riau. Mereka lalu membandingkan kedua sungai dan menyimpulkan bahwa untuk menjaga sungai agar tetap jernih dan mampu menjadi sumber kehidupan adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan, apalagi membuangnya ke sungai.
Kegiatan hari itu ditutup dengan membuat maket mengenai air menggunakan kertas dan barang-barang bekas. Antusiasme para peserta terasa pada sesi ini. Hasil karya mereka lalu dipresentasikan di depan peserta yang lain.