MELEPASKAN PENYU, MELEPASKAN ANCAMAN TERHADAP EKOLOGI LAUT
Penulis: Syarif Yulius Hadinata
(21/01) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Resor Tual melepasliarkan empat ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Sebelum itu, telah dilakukan pengukuran morfometrik dan pengambilan sampel jaringan kulit pada sirip kirinya. Pengukuran dan pengambilan sampel tersebut akan digunakan untuk analisis barcode DNA untuk melacak konektivitas genetik penyu sebagai alat forensik.
Hasil pengukuran morfometri menunjukkan bahwa panjang karapas lengkung (CCL) dan lebar karapas lengkung (CCW) masing-masing adalah (1) CCL 46 cm dan CCW 40 sentimeter, (2) CCL 44 sentimeter dan CCW 36 sentimeter, (3) CCL 43 sentimeter dan CCW 37 sentimeter, dan (4) CCL 39 sentimeter dan CCW 34 sentimeter.
Justinus P. Yoppi Jamlean, Kepala Resor BKSDA Tual, menjelaskan penyu-penyu tersebut merupakan pemberian warga Langgur yang sudah memeliharanya selama setahun. Pelepasliaran tersebut dilakukan setelah melalui proses pendekatan dengan memberikan pemahaman kepada warga yang sebelumnya memelihara penyu, hingga akhirnya keempat hewan laut tersebut kemudian dilepasliarkan ke habitatnya.
Pelepasliaran dilakukan di perairan Pulau Ohoiwa yang berada di dalam Kawasan Konservasi Perairan (MPA) Kei Kecil, dan diselenggarakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Ambon Wilayah Kerja Tual, dan WWF Indonesia – Inner Banda Arc Sub-seascape.
Penyu merupakan hewan laut yang memiliki peran vital bagi ekologi laut. Saat bermigrasi, penyu juga membawa subur dan subur di lautan. Mereka membantu pertumbuhan terumbu karang dengan memakan alga (pesaing terumbu karang); menjaga stok ikan dengan memangsa ubur-ubur yang merupakan pemangsa benih ikan; dan memangkas helaian lamun yang sudah tua untuk memudahkan tumbuhnya yang muda sehingga dapat menjadi habitat pembibitan ikan.
Punahnya penyu akan mengganggu rantai makanan di alam. Jika hal ini terjadi, maka akan merugikan umat manusia dalam ketahanan pangan dalam hal stok ikan dan komoditas laut lainnya. Oleh karena itu, kita harus ikut serta dalam melestarikan penyu dengan tidak mengkonsumsinya, memperdagangkannya, bahkan memeliharanya sebagai hewan peliharaan. Dengan demikian, kami berpartisipasi dalam mengurangi ancaman terhadap laut kami.
Mukhtar Amin Ahmadi, Kepala BKSDA Maluku, mengimbau warga setempat untuk tidak memiliki, memelihara, atau mengkonsumsi setiap satwa liar yang dilindungi. Hal ini karena telah diatur dalam peraturan yang ada dan berlaku. Enam dari tujuh spesies penyu di dunia, ditemukan dan hidup di perairan Indonesia. Keenam spesies ini mendapat perlindungan total dari peraturan, “Semuanya telah diatur dalam peraturan nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” kata Mukhtar.