LABIAN-LEBOYAN DITETAPKAN SEBAGAI KEE KORIDOR ORANGUTAN
Pemerintah dan LSM resmi menandatangani protokol penetapan Labian-Leboyan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Orangutan Kapuas Hulu, Jumat (20/10/2017). Kebijakan Pengelolaan KEE ini merupakan inisiatif dari Direktorat KSDAE Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Kementerian LHK.
Para pihak yang menandatangani protokol kerja sama tersebut adalah Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum, dan Yayasan WWF-Indonesia.
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KLHK Antung Deddy Radiansyah mengatakan bahwa ekosistem esensial ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi.
“Kawasan ini ada dalam satu atau lebih wilayah administratif,” katanya di Putussibau, Jumat (20/10/2017).
Menurut Antung, ekosistem esensial bisa dimaknai sebagai ekosistem di luar kawasan konservasi. Kawasan ini, secara ekologis, sosial ekonomi dan budaya memiliki nilai penting bagi konservasi keanekaragaman hayati. Cakupannya bisa ekosistem alami dan buatan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan.
Namun, kata Antung, sebagian besar kawasan berpotensi KEE, telah dikelola untuk berbagai kepentingan. Misalnya, prasarana jalan dan pelabuhan, pengembangan pertanian dan perkebunan, perluasan permukiman dan berbagai kebutuhan pembangunan lainnya. “Kita perlu dukungan para pihak dalam upaya konservasi sumber daya alam dan ekosistem, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan,” pintanya.
Berdasarkan dokumen Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian LHK, cakupan KEE meliputi kawasan mangrove, karst, koridor, dan areal bernilai konservasi tinggi (ABKT).
Di Kapuas Hulu, KEE yang ditetapkan adalah Koridor Orangutan di DAS Labian-Leboyan. Penyambungan kembali hutan-hutan yang terfragmentasi melalui koridor dalam bentuk restorasi sudah dilakukan oleh WWF-Indonesia sejak 2010-sekarang seluas 1000 hektar.
Hal ini akan berdampak positif bagi populasi flora dan fauna yang terisolasi. Dan, memungkinkan terjadinya pertukaran individu-individu antar populasi sehingga mencegah inbreeding yang dapat menurunkan keragaman genetik.
Koridor sebagai ekosistem penghubung rentan terhadap perubahan iklim karena perubahan iklim akan berpengaruh terhadap perilaku satwa, kemampuan reproduksi satwa dan daya dukung kawasan termasuk di dalamnya ketersediaan pakan dan ruang (home range satwa). Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia Albertus Tjiu mengatakan bahwa Kapuas Hulu telah ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi melalui Perda No. 20 tahun 2015. “Tentunya, kebijakan ini membutuhkan sentuhan tata kelola yang tepat agar proses pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan,” katanya.
Menurut Albert, arah pengelolaan Kapuas Hulu bertumpu pada tiga pilar pembangunan. Ketiganya adalah Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan dari sudut kepentingan ekonomi, KSK Ekowisata dari sudut kepentingan lingkungan dan ekonomi, dan KSK Koridor dari sudut kepentingan lingkungan.
Saat ini, kata Albert, para pemangku kepentingan telah menyepakati protokol kerja sama dan menetapkan Koridor Labian-Leboyan sebagai KEE Koridor Orangutan Kapuas Hulu.
“Kenapa Labian-Leboyan? Kita sudah kaji kawasan itu memiliki fungsi hidrologis yang tinggi. Lalu, fungsi ekosistem teresterialnya juga baik. Kawasan itu menjadi identitas sosial budaya dan ekonomi masyarakat, serta jalur migrasi orangutan,” jelasnya.
Terkait orangutan, jelas Albert, IUCN 2016 telah merilis status critically endangered dan tersisa 2.680 individu di Kalbar. Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan 2016 menunjukkan bahwa populasi prioritas Pongo pygmaeus pygmaeus berada di Betung Kerihun-Lanskap Batang Ai-Lanjak Entimau, Danau Sentarum-hilir koridor.
WWF-Indonesia juga mendeteksi keberadaan orangutan ini di sepanjang 70 kilometer pada kawasan penghubung TNBK dan TNDS dengan jumlah 680 individu orangutan.
Melalui penandatanganan protokol KEE Koridor Orangutan di Kapuas Hulu, Albert berharap para pemangku kepentingan dapat membangun komunikasi dengan baik dan mengelola KEE secara bersama dan terbuka. “Pembangunan sosial ekonomi, infrastruktur pemerintah, dan kepentingan umum dapat dilakukan dalam rencana aksi pengelolaan KEE,” jelasnya.