KISAH SUKSES PEREMPUAN ADAT DALAM KEDAULATAN PANGAN
Tidak hanya kaya akan tradisi dan ritual, masyarakat adat Dayak juga kaya dengan cerita dan pengalaman dalam menjaga pangan tradisionalnya. Mereka percaya bahwa restu leluhur menjadi keutamaan untuk tanah yang subur. Itu kisah ibu Marsiana Dayun yang dia bagikan dalam buku, “Perempuan, Pangan dan Keanekaragaman Hayati”.
Sebagai pulau terbesar ketiga di dunia, Kalimantan memiliki sumber kekayaan lokal yang tidak ternilai harganya. Bermacam makanan lokal eksotik dengan gizi dan nutrisi tinggi yang baik untuk kesehatan menjadi warna tersendiri dalam keanekaragaman hayati bagi masyarakat adat Dayak. Kekayaan tersebut tentunya bergantung pada pengelolaan pertanian, terutama pada skala kecil di pedalaman Kalimantan. Selain menjamin ketahanan pangan dan mutu gizi, model tersebut juga mengandalkan kondisi alam dan pengelolaan sumber daya alam yang lestari. Dan dalam model pertanian ini, perempuan menjadi pilar dan subjek penting dalam kontribusinya terhadap ketahanan pangan.
Mengingat bahwa sekitar 43 persen dari tenaga kerja pertanian di Indonesia adalah perempuan, banyak perempuan kemudian menjadi sumber kearifan dan pengetahuan lokal tentang cara bercocok tanam, pengolahan, dan pelestarian varietas tanaman pangan khas lokal. Hal ini membuktikan seberapa pentingnya peranan perempuan dalam rantai produksi pangan. Kisah Marsiana Dayun, seorang petani perempuan di dusun Ukit-Ukit, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sebuah area yang terletak jauh di pedalaman Jantung Borneo, menjadi ilustrasi dari kegiatan pertanian tradisional di Kalimantan yang kaya akan tradisi dan ritual, sekaligus adaptif dengan menerapkan eksperimen dan pembelajaran dari pengalaman menjalankan pola pertanian yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di kampung Ukit-ukit.
Kegiatan berladang yang dilakukan Dayun bersama suaminya, Antonius Sadau, tidak pernah meninggalkan pola sistem pertanian yang telah diwariskan leluhur dan adat masyarakat di kampungnya. Mulai dari proses pembersihan lahan dan menugal (penanaman benih) di awal kegiatan, penggunaan abu sisa pembakaran lahan pertanian sebagai medium utama penyubur tanah, serta sistem berladang di lahan tadah hujan dengan pola gilir balik guna mengembalikan kesuburan lahan melalui ‘fallow system’ sehingga mampu menihilkan penggunaan pupuk dari luar. Warga Dusun Ukit-Ukit sendiri selalu bergotong-royong (beduruk atau situlis) dalam setiap proses pertanian; saat membuka lahan, menanam, hingga masa panen. Tradisi perladangan di Ukit-Ukit juga sarat dengan aspek spiritual melalui serangkaian ritual adat, antara lain Pamindara atau memohon izin pada arwah leluhur atau penunggu lahan.
Kisah Dayun merupakan bukti bahwa perempuan menjadi aktor utama dalam melestarikan dan melindungi ekosistem serta kelangsungan ketersediaan sumber pangan dan kelestarian hutan.