KISAH GAJAH SUMATERA DAN GAJAH PUTIH DI TANAH GAYO
Oleh: Nur Arinta
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah satu dari empat subspesies gajah yang ada di Asia. Gajah Sumatera merupakan gajah terkecil dibandingkan dengan subspesies gajah Asia lainnya, dan mampu bertahan hidup hingga 70 tahun di alam. Sayangnya, ancaman yang dihadapi oleh Gajah Sumatera pun sangat banyak. Perburuan gajah untuk diambil gadingnya, deforestasi yang membuat mereka kehilangan rumahnya, hingga konflik yang terjadi antara gajah dan manusia menjadi mimpi buruk bagi satwa yang khas akan telinga lebar dan belalainya ini. Berdasarkan daftar merah IUCN, lembaga konservasi internasional, status Gajah Sumatera kini berada dalam kondisi kritis (critically endangered). Saat ini populasi Gajah Sumatera diperkirakan berjumlah 2,400-2,800 individu di alam.
Gajah Sumatera merupakan “spesies payung” bagi habitatnya, hal ini dikarenakan daya jelajahnya yang sangat luas yakni hingga 166 km2. Artinya, jika kita menyelamatkan Gajah Sumatera, secara otomatis kita menyelamatkan hutan seluas daya jelajahnya dan semua makhluk hidup yang hidup di dalamnya. Selain itu, gajah juga memiliki peran penting dalam regenerasi hutan. Dalam satu hari, seekor gajah dapat mengonsumsi 136 kg makanan yang berasal dari rumput, kulit pohon, akar pohon, dan buah-buahan. Biji dari buah yang dimakan oleh gajah tersebut akan dipencarkan gajah melalui kotorannya ke seluruh areal hutan yang dilewatinya. Inilah yang membantu proses regenerasi hutan secara alami.
Bicara tentang gajah, Aceh memiliki budaya yang memiliki cerita tentang gajah dalam salah satu tariannya, yakni tari Guel. Dikutip dari situs negerikuindonesia.com, tari Guel merupakan salah satu tari tradisional yang memiliki gerakan sangat khas dan penuh makna. Bahkan ketika tarian ini dilakukan, kesan nuansa magis akan melekat dan sangat terasa. Tarian Guel ini sering ditampilkan pada acara-acara upacara adat yang kerap diselenggarakan oleh masyarakat Aceh Gayo.
Menurut cerita rakyat di Gayo, tarian ini pertama kali dilakukan oleh Sangeda, putra Raja Linge XIII yang bermimpi bahwa dia bertemu dengan saudaranya yang telah meninggal yaitu Bener Meria. Dalam mimpinya, Bener Meria memberikan petunjuk kepada Sangeda untuk mendapatkan gajah putih agar dapat dipersembahkan kepada Sultan Aceh, karena putri Sultan sangat ingin memiliki gajah putih tersebut.
Untuk mendapatkan gajah putih, Sangeda dan penduduk Gayo harus melakukan doa, tirakat, dan kenduri di tepi danau dekat makam Bener Meria. Setelah itu Sangeda melakukan tarian sesuai dengan tarian yang dilakukan Bener Meria dalam mimpinya. Sangeda menari sambal diiringi musik dan menyanyikan lagu yang sangat sedih. Ketika Sangeda sedang menari, penduduk Gayo dikejutkan dengan hadirnya seekor gajah putih yang mendekati prosesi tersebut. Sangeda kemudian mendekati gajah putih dan melakukan apa yang ditunjukan oleh Bener Meria dalam mimpinya untuk menjinakkan sang gajah. Setelah itu, Sangeda pun membawa gajah putih dan menyerahkannya kepada Sultan Aceh. Peristiwa ini lah yang menjadi awal mula tari Guel tercipta.
Tarian ini biasanya ditampilkan oleh sekelompok penari pria dan wanita yang terdiri dari delapan penari wanita dan dua penari pria. Dalam pertunjukannya, tarian ini biasa diiringi oleh music tradisional dan lantunan lagu adat dengan tema kesedihan dan kepiluan. Sedang pakaian yang digunakan para penari saat menampilkan tarian ini adalah pakaian adat khas Gayo, yang biasa disebut dengan baju kerawang.
Dalam legenda, gajah putih dijinakkan dan dipersembahkan untuk Sultan Aceh, namun pada kenyataannya gajah Sumatera merupakan satwa liar yang dilindungi oleh Indonesia. Dalam UU No.5 Tahun 1990 dinyatakan bahwa satwa liar dilindungi tidak diperbolehkan untuk diburu, dilukai, dipelihara, dan diperdagangkan. Jika terbukti ada orang yang melakukan hal tersebut, maka akan mendapatkan hukuman maksimal penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Ancaman serius yang dihadapi Gajah Sumatera, seperti perburuan untuk diambil dan dijual gadingnya serta konflik dengan manusia menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap populasi Gajah Sumatera. Nasib gajah kini sangat memprihatinkan. Jika ancaman ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin mereka akan punah dan Indonesia akan kehilangan mamalia besar bergading ini.
Masih belum terlambat, kita bisa ubah nasib gajah yang memprihatinkan menjadi lebih baik. Kita bisa mulai dari tidak menjadi konsumen produk yang berasal dari gading gajah dan melaporkan ke penegak hukum jika menemukan praktik perburuan dan atau perdagangan gading gajah. Selain itu, mulailah dengan tidak membuka lahan di area hutan yang menjadi daerah jelajah gajah, guna menghindari konflik dengan gajah. Mari selamatkan gajah dan dukung upaya pelestariannya!