HSBC DAN WWF-INDONESIA DUKUNG PELAKU USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT MELALUI PELATIHAN SEKOLAH TAMBAK
PT Bank HSBC Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia bekerja sama untuk mendorong sustainable sourcing pada industri rumput laut di Indonesia. Bentuk dukungan dari organisasi dan mitra korporasi ini diwujudkan dalam sebuah pelatihan peningkatan ekonomi dan pelaksanaan budi daya rumput laut yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam Sekolah Tambak pada 5 November 2020 lalu.
Pelatihan yang dilakukan di Desa Lantoro, Bone, Sulawesi Selatan, diikuti oleh peserta yang berprofesi sebagai petambak yang menjadi mitra dari Celebes Seaweed Group (CSG), perusahaan rumput laut di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Seafood Savers Yayasan WWF Indonesia sejak tahun 2016, Seafood Savers adalah inisiatif Yayasan WWF Indonesia untuk menjembatani para pelaku industri dalam mewujudkan perikanan Indonesia yang berkelanjutan.
Pelatihan ini penting mengingat bahwa budi daya rumput laut berdampak pada alam sekitarnya. Pada praktiknya, budi daya rumput laut telah menyebabkan konversi habitat kritis, penggunaan bahan yang tidak ramah lingkungan, hingga eksploitasi tanpa memperhatikan jaminan stok rumput laut di alam.
Sebenarnya, CSG sudah memiliki rencana kerja untuk memenuhi standar Aquaculture Stewardship Council (ASC) dan Marine Stewardship Council (MSC) untuk produksi rumput laut yang berkelanjutan secara lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial. Namun, selama rentang 10 bulan Aquaculture Improvement Programme (AIP) ASC-MSC Seaweed CSG Bone, menghadapi hambatan. Mulai dari permintaan pasar yang rendah, hingga hantaman bencana wabah Covid-19 yang menyebabkan lesunya pembelian.
Acara dimulai dengan diskusi kondisi ekonomi para pelaku usaha budi daya rumput laut yang dipandu oleh Idham Malik, selaku Aquaculture Spesialist Yayasan WWF Indonesia. Mereka menceritakan tentang pendapatan dari hasil tambak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan informasi tersebut, peserta pelatihan mencari cara untuk meningkatkan pendapatan. Mulai dari peningkatan produksi dan kualitas rumput laut itu sendiri, hingga polikultur rumput laut dengan nila dan udang windu. Diskusi dilanjutkan dengan penjelasan mengenai standar ASC-MSC.
Pelaku usaha budi daya rumput laut kini mulai memahami manfaat dari standar ASC- MSC Seaweed yang dapat meminimalisir dampak lingkungan dan memperbaiki hubungan dengan masyarakat sekitar. Beberapa implikasi utama dari penerapan standar ini yaitu rehabilitasi mangrove, standar operasional budi daya, diskusi bulanan dalam kerangka Sekolah Tambak, serta penguatan komunitas dalam bentuk kelembagaan yang dijalankan oleh masyarakat setempat.
Pada kesempatan ini, hadir pula Wahyudin Hasan, praktisi budi daya nila asal Makassar yang memberikan materi pengenalan budi daya ikan. Wahyudin menyampaikan teknik dan tips polikultur nila dan rumput laut, hingga gambaran pendapatan yang akan diperoleh dari usaha keduanya. Usai Sekolah Tambak Desa Latonro ini, para petambak kian bersemangat untuk mempraktikkan budi daya rumput laut dengan nila. Mereka menyadari bahwa masih ada cara alternatif lain mendongkrak pendapatan.
Melalui Sekolah Tambak, kini masyarakat telah memiliki pengetahuan yang lebih luas, bisa berharap meningkatkan perekonomian, dan tetap konsisten untuk melakukan budi, daya rumput laut yang lebih baik.