HENTIKAN ASAP, AS SOON AS POSSIBLE!
Kebakaran hutan dan lahan gambut yang hingga kini masih berlangsung di Sumatra dan Kalimantan telah menimbulkan polusi yang sangat buruk di kawasan Asia Tenggara. Asap tebal yang dihasilkan kebakaran hutan dan lahan gambut mencemari udara Indonesia dan telah menyebar hingga ke negara-negara tetangga. Kualitas udara di kawasan ini kini berada pada posisi tidak sehat dan berbahaya.
Dalam situasi ini, tidak hanya manusia yang menderita. Hutan merupakan rumah bagi beragam spesies tanaman dan satwa liar. Binatang-binatang seperti Harimau Sumatra, Gajah Sumatra dan Orangutan yang sudah terancam punah akibat perburuan liar, kini makin dihadapkan pada tantangan yang luar biasa besar untuk bertahan hidup dalam kebakaran hutan. Begitu juga dengan satwa liar lainnya.
Bagaimana Api Bermula
Kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra selalu terjadi terutama saat musim kemarau berkepanjangan. Musibah ini biasanya diakibatkan oleh api yang ditimbulkan saat pembabatan dan pembakaran hutan serta pembakaran lahan gambut untuk dijadikan lahan perkebunan.
Pembakaran lahan gambut, jenis tanah basah yang memiliki kandungan organik tertinggi, masih saja dilakukan dengan dalih perluasan lahan perkebunan. Padahal, pengeringan dan pembakaran lahan gambut sebetulnya sangat berbahaya, karena sekali terbakar akan sangat sulit dipadamkan. Polusi yang berupa asap yang diakibatkan terbakarnya lahan gambut juga lebih parah dibandingkan dengan polusi yang dihasilkan oleh kebakaran di area yang bukan merupakan lahan gambut. Asap kebakaran lahan gambut dapat menyebabkan gangguan pernapasan, bahkan serangan jantung.
Kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang telah berlangsung sejak Juni 2015 hingga kini masih belum juga dapat dipadamkan. Polusi udara yang diakibatkan juga diprediksi lebih tinggi dari polusi akibat kebakaran hutan Indonesia terparah yang terjadi di Riau tahun 2013, yang pencemarannya juga menjangkau negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Di Balik Kebakaran Hutan
Setiap tahun, area hutan dan lahan gambut di Kalimantan dan Sumatra dihancurkan untuk dijadikan perkebunan dan untuk diambil kekayaannya, seperti kayu, karet dan batu bara. Peluang menghasilkan uang yang sangat besar telah menarik banyak perusahaan besar untuk mengeksploitasi hutan dan lahan gambut di kedua pulau ini.
Sangat menyedihkan bahwa Indonesia yang memiliki hutan begitu luas, yaitu tiga persen dari total luas hutan di seluruh dunia, ternyata menghasilkan sepertiga dari total emisi karbon yang dihasilkan di seluruh dunia dari perusakan hutan dan lahan.
Deforestasi atau penggundulan jutaan hektar hutan tropis di Indonesia seringkali dilakukan untuk perluasan lahan perkebunan yang dikelola secara sembarangan. Deforestasi dengan dalih perluasan lahan perkebunan menjadi medium korupsi bagi pejabat dan sebagai bukti kurangnya penegakan hukum.
Hutan di Kalimantan ditebangi pohon-pohonnya dan dirusak untuk diambil kayunya, dijarah kekayaan mineralnya, atau diubah menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp dan kertas, atau dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sejauh ini, penyebab kerusakan hutan terbesar adalah industri kelapa sawit serta industri pulp dan kertas yang membutuhkan banyak pasokan kayu.
Minyak Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit telah menghasilkan minyak kelapa sawit yang dikonsumsi setiap hari oleh mayoritas orang Indonesia. Minyak ini sangat diminati pasar karena merupakan minyak nabati termurah. Permintaan yang terus maningkat terhadap produk minyak kelapa sawit direspon oleh para pengusaha dengan memperluas area perkebunan mereka melalui pembabatan hutan, baik legal maupun liar. Malaysia dan Indonesia memasok 90% dari kebutuhan minyak kelapa sawit di dunia.
Selama ini, industri minyak kelapa sawit sangat digalakkan karena terbukti dapat meningkatkan taraf hidup petani di area-area perkebunan kelapa sawit. Namun seiring dengan perkembangannya, hutan-hutan semakin rusak akibat perluasan lahan perkebunan. Polusi udara pun meningkat akibat jumlah pohon yang menghasilkan oksigen berkurang. Selain itu, penggundulan hutan juga mempermudah dilakukannya perburuan satwa liar.
Sebuah analisa dari WWF telah dilakukan atas produksi minyak kelapa sawit di Kalimantan. Hasil analisa mengungkap bahwa ada alternatif lain untuk pengembangan industri minyak kelapa sawit, yang tidak harus dilakukan dengan perluasan lahan. Hasil analisa menemukan bukti bahwa area lahan yang terdegradasi di Kalimantan dapat menjadi area perkebunan kelapa sawit yang produktif, melalui teknik penanaman yang tepat. Bahwa penanaman kelapa sawit dapat dilakukan di lahan-lahan yang dikenal kurang subur seperti padang rumput alang alang, area hutan terdegradasi yang tanahnya datar, area hutan terdegradasi yang tanahnya berbukit dan hutan kerangas yang tanahnya sangat kering, berpasir yang miskin nutrisi. Dengan metode penanaman yang tepat, lahan-lahan ini dapat menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang produktif, sehingga perluasan lahan dengan melakukan penggundulan hutan maupun perusakan lahan gambut tidak perlu dilakukan. Industri minyak kelapa sawit pun menjadi ramah lingkungan karena tidak merusak keanekaragaman hayati.
Pulp dan Kertas
Kecepatan perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia telah melebihi kecepatan perkembangan penanaman kayu pulp. Walaupun sudah ada Hutan Tanaman Industri (HTI), di mana budidaya kayu pulp dilakukan, penebangan kayu secara ilegal sebagai bahan mentah industri pulp dan kertas tetap terjadi karena produksi kayu yang dihasilkan HTI tetap tidak bisa memenuhi tingginya kuota yang diminta oleh pasar.
Akhirnya, demi bisa mengakomodasi tingginya kebutuhan warga dunia atas kertas, tissue dan produk-produk dari kayu lainnya, para pengusaha dan investor menutup mata terhadap perusakan hutan dan penebangan kayu gelap.
Beli Yang Baik
WWF Indonesia telah memulai sebuah kampanye bertajuk #BeliYangBaik, untuk mendorong kalangan pengusaha untuk membuat produk-produk yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Kampanye ini telah menginspirasi dan mengajak konsumen, untuk memanfaatkan kekuatan mereka dalam bernegosiasi dengan produsen, dengan dilandasi keinginan untuk melestarikan gaya hidup hijau, mendorong produsen menghadirkan produk yang tidak merusak lingkungan demi menyelamatkan masa depan. Kampanye ini diluncurkan bulan Juni lalu, berbarengan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Melalui kampanye ini, konsumen dapat belajar bahwa mereka sudah bisa memilih beberapa produk yang lebih ramah lingkungan, antara lain produk berbasis kayu dan kertas berlabel Forest Stewardship Council (FSC), produk berbasis minyak sawit berlabel Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan produk hidangan laut yang ramah lingkungan. Produk-produk lain yang menggunakan teknologi ramah lingkungan juga bisa menjadi alternatif, seperti teknologi hybrid untuk alat transportasi, maupun produk-produk hasil daur ulang.
Tahun 2050, penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,3 milyar. Tanpa adanya upaya mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi yang berlebih, negara-negara dengan tingkat populasi tinggi seperti Indonesia akan mengalami kelangkaan sumber daya alam dan degradasi lingkungan.
WWF mengajak segenap rakyat Indonesia untuk menyelamatkan masa depan dengan berpartisipasi dalam kampanye #BeliYangBaik.
Saatnya Indonesia berubah ke arah yang lebih baik. Berikan ikrarmu untuk menjadi lebih baik disini.