BERTAMU MENGENAL SI BADAK JAWA YANG PEMALU
Oleh: Gita Alvernita
Dalam rangka peringatan Hari Badak Sedunia 2017 yang jatuh pada tanggal 22 September 2017, WWF-Indonesia mengadakan kompetisi Rhino Comic Strip dan Run Rhino Run. Dari kompetisi Rhino Comic Strip, dipilih lima pemenang dan Run Rhino Run dipilih dua orang pemenang dengan hadiah perjalanan ke habitat Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Kedua orang pemenang Run Rhino Run bernama M. Irfan yang berasal dari Jakarta dan Sugianto yang berasal dari Pasuruan. Sementara itu, pemenang Rhino Comic Strip adalah Adetya Cakrawala, pemuda asal Malang yang kesehariannya bekerja freelance; Linny Wibisono yang berprofesi di bidang desain grafis dari Bekasi; Lasmi Marbun, mahasiswi Fakultas Psikologi UI; Syafrizal Ulum, mahasiswa S2 Fakultas Biologi UGM; dan Firmansyah, webtoon illustrator asal Bandung.
Perjalanan yang dilakukan pada tanggal 12-14 November 2017 adalah untuk mengunjungi rumah Badak Jawa di Pulau Handeuleum yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
Pada hari pertama para pemenang diajak oleh tim WWF Ujung Kulon yang diwakili oleh Gita Alvernita, Oji Paoji dan Rendra Kusuma ke Galeri Ciwisata, Kampung Cinibung yang terletak di Desa Kertajaya untuk melihat kegiatan kerajinan patung kayu Badak Jawa. Pada kunjungan tersebut, Pak Mardi, selaku ketua kelompok Ciwisata, dan Oji Paoji menjelaskan tentang peran WWF Ujung Kulon dalam melibatkan masyarakat lokal untuk melakukan penyebaran isu konservasi Badak Jawa melalui kerajinan patung kayu Badak Jawa. Kelompok Ciwisata dibentuk tahun 2012 sebagai upaya pemajangan dan pemasaran produk hasil kerajinan sedangkan pembinaan pembuatan kerajinan patung badak telah dimulai sejak tahun 1996. WWF Ujung Kulon menginisiasi dibentuknya kelompok pengrajin ini, dan saat ini kelompok Ciwisata telah mengembangkan usaha secara mandiri tanpa kawalan intens dari WWF Ujung Kulon.
Pada kunjungan kali ini, Pak Mardi dibantu kedua rekannya menunjukan proses pembuatan patung badak, mulai dari proses pengukiran, pembuatan pola batik, hingga proses membatik patung badak. Para pemenang juga mendapatkan kesempatan untuk mengukir dan membatik patung badak.
Keesokan harinya, para pemenang berangkat ke salah satu habitat asli Badak Jawa, yakni Pulau Handeuleum. Perjalanan ditempuh dengan menggunakan kapal selama dua jam. Dalam perjalanan menuju pulau Handeuleum, para pemenang dapat melihat langsung dari kejauhan Gunung Krakatau yang masih aktif dan sewaktu-waktu dapat meletus, sehingga berpotensi mengancam keberadaan Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.
Ridwan Setiawan atau yang lebih dikenal dengan Abah Iwan Podol, yang juga merupakan koordinator Spesies-WWF Ujung Kulon, memimpin tur di Pulau Handeuleum. Sesampainya di pulau, para pemenang diajak oleh Abah Iwan ditemani Kang Ade Maman, petugas TNUK, menyusuri Sungai Cigenter di Semenanjung TNUK menggunakan canoe. Selama pendayungan, Abah bercerita tentang Badak Jawa kepada para pemenang. Abah juga menunjukan jejak Badak Jawa yang terlihat dari bukaan tanaman di pinggiran sungai Cigenter. Menurut Abah dan Kang Ade, jejak tersebut merupakan jejak yang lama dan belum ada jejak baru yang ditemukan dalam penelusuran sungai ini. Abah Iwan juga bercerita tentang perilaku Badak Jawa dan hal-hal apa saja yang mengancam keberadaan Badak Jawa di TNUK, seperti tanaman langkap yang tumbuh masif dan bersifat invasif, sehingga mengurangi jumlah pakan Badak Jawa.
Selesai canoeing menyusuri Sungai Cigenter, para pemenang diajak ke tempat pemantauan Badak Jawa, dimana banyak dipasang kamera jebak di sana. Mereka juga diberikan pengetahuan tentang bagaimana cara memasang kamera jebak tersebut. Abah menjelaskan bahwa dalam monitoring menggunakan kamera jebak, tim dapat menentukan jumlah populasi Badak Jawa dari analisis gambar video dari kamera ini. Selepas simulasi, Abah juga menjelaskan bahwa padang penggembalaan Cigenter merupakan area hunian banteng. “Banteng yang bersifat grazer atau pemakan rerumputan dapat berubah menjadi browser atau pemakan belukar apabila tidak lagi ada rumput di dalam TNUK akibat lantai hutan yang didominasi oleh tanaman langkap. Hal ini dapat memicu adanya persaingan pencarian makan antara Badak Jawa dan banteng,” jelas Abah. Selain itu, abah bercerita tentang tanaman Lantana camara yang bila dimakan oleh badak secara terus menerus, dapat mengakibatkan kerusakan hati kronis.
Selain menyusuri sungai Cigenter, para pemenang juga diberikan edukasi akan pentingnya mangrove dan beberapa jenis mangrove yang ada di TNUK. Mangrove penting sebagai pemecah ombak, pencegah abrasi, pencegah angin di musim barat yang menghantam pulau, sebagai tempat berlindung ikan-ikan kecil dan penyerap karbon. Selain itu, jika daun mangrove jatuh ke laut, daun tersebut dapat terurai menjadi fitoplankton dengan nutrisi yang baik untuk ikan-ikan di dalam laut.
Pada malam hari, tim WWF Ujung Kulon memutarkan video Badak Jawa untuk memperkenalkan langsung Badak Jawa kepada para pemenang, dan kemudian dilanjutkan dengan berdiskusi. Saat berdiskusi, para pemenang terlihat antusias menanyakan berbagai macam hal seputar Badak Jawa, mulai dari pemantauan Badak Jawa, inbreeding depression hingga pembentukan populasi kedua.
Keesokan harinya, para pemenang melanjutkan kegiatan di Pulau Badul. Snorkeling sekaligus pemantauan terhadap kegiatan Revive the Reef yang dilakukan oleh masyarakat lokal menjadi kegiatan di hari itu. Di sana, para pemenang berkesempatan melihat “Badak Badul”, yaitu patung Badak Jawa di dalam laut yang berdekatan dengan tempat rehabilitasi terumbu karang. Di sana, Kak Nina, salah satu volunteer WWF-Indonesia, bercerita akan pentingnya program pemberdayaan masyarakat guna kesuksesan program konservasi seperti yang dilakukan oleh komunitas lokal melalui Revive the Reef. Dia juga menambahkan pentingnya ada penyebarluasan informasi terkait penyadartahuan lingkungan yang dapat dilakukan oleh para pemenang melalui komunitas atau lingkungan sekitarnya sendiri.
Para pemenang mengaku awalnya mereka tidak begitu mengetahui banyak tentang Badak Jawa. Perjalanan ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk mengenal lebih dekat satwa pemalu tersebut. Mereka mengatakan bahwa ini adalah pengalaman yang amat berharga.