BERKELANA MENJAGA BINATANG PURBA DI BUMI PAPUA
Oleh: Ronald Tethool (Ronny)
Ombak besar dan udara dingin menjadi hiburan bagi para staf WWF Indonesia di Pantai Jeen Womom. Mereka bertugas menjaga binatang purba, penyu belimbing di pantai di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Sepanjang malam, petugas pemantau penyu berjalan sejauh 18 kilometer menyusuri pantai Jeen Jessa. Mereka mengamati penyu-penyu yang akan bertelur.
Pada malam hari, Hadi Ferdinandus selaku Kordinator Konservasi Penyu Belimbing, WWF Indonesia di Abun melakukan pemantauan untuk mencatat jenis penyu yang bertelur. Dia juga menandai sarang dengan label, memberikan penandaan pittag terhadap penyu belimbing dan tagging terhadap jenis penyu hijau, penyu lekang dan penyu sisik.
Hadi menjelaskan, “setelah melakukan pemantauan tadi malam, siang ini saya dan teman-teman POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) akan mengamankan sarang yang telah ditandai dari serangan predator. Nanti kita juga membuat perangkap predator dan mengamati ancaman kerusakan sarang akibat ombak.”
Penyu belimbing atau Leatherback Sea Turtle (Dermochelys coriacea) adalah binatang purba penyu. Bobotnya paling berat di antara enam jenis penyu lainnya, berkisar 300 - 400 kg. Penyu ini melakukan migrasi sangat jauh. Setelah bertelur di pantai Jeen Womom, penyu belimbing melakukan perjalanan menuju ke tempat makannya di Teluk Monterey, California Amerika Serikat.
Kawasan pantai peneluran penyu belimbing di Kabupaten Tambrauw dikenal dengan nama Taman Pesisir Jeen Womom. Kawasan ini terdiri dari dua pantai yaitu Jeen Jessa (dulu dikenal dengan Jamursba Medi) dan Jeen Syuab (dulu dikenal dengan Warmon). Pantai Jeen Jessa memiliki panjang pantai 18 km dan Pantai Jeen Syuab sepanjang 6 km. Pantai yang sangat panjang menjadi tantangan bagi petugas pemantau untuk menjalankan tugasnya setiap hari karena harus berjalan kaki.
Musim bertelur penyu berlangsung pada Mei-September di Pantai Jeen Jessa dan Oktober - Maret di pantai Jeen Syuab. Setiap tahunnya, seekor penyu belimbing betina rata-rata melakukan 3 kali aktivitas bertelur dengan jumlah telur berkisar 80-100 butir per sarang.
Jumlah aktivitas bertelur induk betina penyu belimbing semakin menurun. Ini terlihat dari hasil pencatatan petugas pemantau penyu. Selama periode lima tahun sejak 2008 hingga 2012 menunjukkan penurunan aktivitas bertelur dari 6.000 sarang menjadi 2.000 sarang. Rata-rata jumlah induk hanya 170 individu.
Sarang-sarang binatang purba ini rentan terhadap serangan predator yang mengincar telurnya. Babi hutan, anjing liar dan biawak menjadi predator utama yang merusak sarang penyu. Pada waktu tertentu, ombak besar dapat menyebabkan kerusakan sarang, khususnya sarang penyu belimbing yang selalu bersarang di antara batas air dan vegetasi pantai.
Angka tertinggi penyebab kerusakan sarang penyu belimbing di pantai Jeen Jessa adalah serangan predator babi hutan dan Anjing. Kerusakan sarangnya berkisar 10 % dari total jumlah sarang pada setiap musimnya. Di Pantai Jeen Syuab, kerusakan sarang tertinggi disebabkan oleh terempas ombak pada saat air laut pasang. Angkanya berkisar 7 persen dari total jumlah sarang setiap musimnya.
Petugas pemantau mencatat penyu pada malam hari, pengamanan sarang, pengendalian populasi predator dan pemindahan sarang yang terancam terempas dan terendam ombak setiap hari pada musim peneluran. Udara dingin, kondisi gelap gulita di malam hari, terik matahari di siang hari, kehujanan, ular berbisa, kelaparan adalah ‘hiburan’ bagi petugas pemantau penyu di Pantai Jeen Womom. Namun, para petugas pemantau terus melakukan pengawasan dan pengamanan sarang karena inii sangat penting demi menghindari punahnya salah satu binatang purba yang tersisa, penyu belimbing.