WONDER EYES 2009: MENYIBAK KEINDAHAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN.
Oleh: Dyah Ekarini
Lampung (31/10)- Pada tanggal 23 Oktober 2009, proyek Wonder Eyes mulai dilaksanakan. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) menjadi lokasi pertama proyek Wonder Eyes yang diselenggarakan sejak hari Kamis (24/10) hingga Jumat (30/10). Dua Supporter Kehormatan WWF-Indonesia, Nugie dan Davina Hariadi ikut terlibat dalam pelatihan fotografi untuk anak-anak tersebut.
Perjalanan menuju TN BBS dari Bandar Lampung harus ditempuh selama kurang lebih 4 jam dengan mobil. Selama di Bukit Barisan Selatan, Suporter Kehormatan bersama dengan tim Wonder Eyes, tim WWF Indonesia dan Jepang serta rekan-rekan dari media nasional (Metro TV) menginap di Rhino Camp yang dikelola oleh Rhino Protection Unit (RPU) yang terletak di pinggir Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung Barat. Kami sampai di Rhino Camp saat hari sudah malam dan disambut oleh hujan yang sangat lebat. Mobil-mobil rombongan pun akhirnya tidak bisa memasuki kawasan Rhino Camp dikarenakan jalan masuk yang sangat licin. Akhirnya kami semua berjalan kaki menuju Rhino Camp yang sudah tidak jauh jaraknya dari jalan raya.
Di hari pertama, (24/10), kegiatan Wonder Eyes dilakukan di SDN 03 Sedayu, Tumbak Bayur, Tanggamus. Sekolah dasar ini terletak di sekitar kawasan penyangga (buffer zone) TN BBS dan seluruh muridnya juga tinggal di kawasan penyangga tersebut. Kegiatan hari pertama merupakan instruksi pemakaian kamera instan. Ternyata hampir seluruh peserta belum pernah menggunakan kamera sebelumnya, maka Hikaru Nagatake (Wonder Eyes), Dyah Ekarini, Supriyanto (WWF Indonesia) dibantu oleh Davina dan rekan-rekan dari RPU, berusaha menjelaskan cara mempergunakan kamera instan tersebut kepada para murid. Kamera ini nantinya akan dibawa pulang oleh murid-murid selama dua hari untuk memotret kehidupan mereka sehari-hari di rumah dan sekolah.
Pada hari kedua, murid-murid dibawa ke kawasan perkebunan coklat (cacao) dan kopi yang dikelola oleh para petani yang tergabung dalam Sekolah Lapang (Field Farmer School) yang selama ini didampingi oleh WWF-Indonesia. Perkebunan ini berbatasan langsung dengan kawasan TN BBS. Di sana, Hikaru Nagatake memberikan instruksi singkat bagaimana caranya menggunakan kamera digital. Berbeda dengan hari pertama, murid-murid langsung memraktekkannya di luar ruangan.
Untunglah saat itu hari sangat cerah, padahal hujan lebat sempat mengguyur TN BBS di pagi hari sebelum kegiatan ini berlangsung. Tim WWF-Indonesia dan Wonder Eyes sempat khawatir apakah murid-murid dan guru bisa datang ke lokasi kegiatan. Sebulan sebelumnya, daerah Tanggamus dilanda bencana banjir dan longsor yang mengakibatkan beberapa orang tewas dan belasan lainnya hilang. Dalam perjalanan menuju TN BBS pun kita masih bisa melihat onggokan tanah bekas longsor dan rumah-rumah yang sedang dibangun kembali. Tapi setelah menunggu beberapa saat di pintu gerbang TN BBS, lima puluh murid yang dijemput di sekolah masing-masing pun berdatangan. Mereka semua bersorak-sorai ceria saat bertemu dengan tim Wonder Eyes dan WWF.
Peserta di hari kedua ini mendapatkan kartu pos dari anggota (member) WWF-Jepang yang diberikan seminggu sebelumnya. Murid-murid sangat senang menerima kartu pos yang sebagian besar bertema Jepang seperti pohon bunga sakura, rumah tradisional jepang, lampion dengan huruf kanji, Gunung Fuji, dan sebagainya. Di hari kedua ini, murid-murid akan mengirimkan kartu pos balasan dari hasil foto mereka.
Murid-murid berkumpul di sekolah lapang untuk menerima instruksi cara pemakaian kamera digital dari Hikaru Nagatake dibantu oleh tim WWF-Indonesia, Nugie, Davina dan rekan-rekan dari RPU. Setelah semua murid siap dengan kamera digital masing-masing, mereka dibagi dalam beberapa kelompok yang ditemani oleh satu pembimbing baik dari WWF-Indonesia maupun RPU.
Tak lama kemudian, kami pun sudah menyebar dan menyisir jalan batas taman nasional. Anak-anak terlihat sangat menikmati sesi ini. Mereka berlarian kesana kemari, mengejar obyek-obyek foto yang menarik seperti kupu-kupu, semut, serangga, kadal, sampai burung-burung. Tak hanya fauna, dengan sigap mereka juga memotret keindahan flora yang terdapat di sekitar batas taman nasional. Tapi tak jarang juga mereka memotret teman-teman dan guru mereka. Hari kedua ini seru sekali dan penuh dengan teriakan dan tawa anak-anak yang berlarian di sekitar kebun coklat dan taman nasional bagaikan berada di taman bermain.
Kurang lebih tiga jam kemudian, murid-murid kembali ke sekolah lapang untuk memilih satu foto untuk dicetak dan dijadikan kartu pos. Beberapa murid tampak bimbang memilih karena mereka menyukai seluruh gambar yang mereka ambil. Akhirnya, ketika hari mulai sore, kegiatan Wonder Eyes ini selesai sudah. Seluruh kartu pos balasan sudah dikumpulkan dan anak-anak juga mendapatkan satu foto yang mereka pilih. Foto-foto yang diambil oleh para murid dicetak oleh WWF-Indonesia dan diberikan kepada mereka sebagai kenang-kenangan.
Selama di sekolah lapang, Nugie dan Davina tak melewatkan kesempatan untuk berbincang bersama dengan petani-petani cacao dan kopi yang hari itu sedang bergotong royong membersihkan kebun mereka. Nugie dan Davina juga tak segan-segan mencoba buah coklat yang manis.
Selama di TN BBS, Hikaru Nagatake, WWF Jepang dan Supporter Kehormatan WWF-Indonesia juga menyempatkan diri untuk hiking di sekitar Rhino Camp. TN BBS memiliki panorama hutan dataran tinggi yang sangat indah dan kaya dengan keanekaragaman hayatinya. Kami melihat beberapa pohon yang sudah sangat langka seperti pohon meranti. Kayu meranti adalah salah satu kayu terbaik di dunia. Sejak dulu, kayu ini dijadikan bahan dasar pembuatan rumah. Namun karena pemakaian yang berlebihan, pohon meranti pun menjadi langka. Saat berjalan, kami ditemani oleh nyanyian owa dan macaque yang berayun di ketinggian dahan.
Kami pun diajak berpatroli dengan gajah di sekitar kawasan penyangga TN BBS oleh tim Elephant Patrol. Elephant Patrol TN BBS ini baru dibentuk pada bulan Juli 2009 lalu dan terdiri dari 4 ekor gajah dengan 4 mahout (pawang gajah). Gajah-gajah ini dibawa dari Pusat Konservasi Gajah Way Kambas, Lampung. Tapi, ternyata ada tambahan satu gajah kecil berumur kurang lebih satu tahun bernama Tomi. Tomi ditemukan oleh Elephant Patrol di sekitar TN BBS terpisah dari kelompoknya. Sejak itu, Tomi mengikuti ""kelompok"" barunya ini karena dia pun tidak bisa kembali ke kelompoknya. Tomi sangat lucu dan menggemaskan. Semoga saja suatu hari Tomi bisa menjadi gajah patrol yang tangguh.
Kami pun tak lupa berkunjung ke pusat pembuatan kopi Kuyungarang di Desa Sedayu. Di sana, Nugie dan Davina belajar dari ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Tani Sekar Sedayu bagaimana memilah biji-biji kopi serta memrosesnya. Menarik sekali melihat proses panjang bagaimana kopi dipilih, dijemur, disangrai, digiling sampai akhirnya kita minum. Kopi Kuyung arang yang diolah dengan mengutamakan prinsip-prinsip konservasi ini merupakan salah satu produk Green & Fair WWF-Indonesia (program unit Community Empowerment WWF-Indonesia yang menitikberatkan pada pengelolaan dan pemasaran sumber daya alam secara lestari sebagai salah satu upaya konservasi yang bisa membantu melindungi keanekaragamanhayati dan menjamin kehidupan yang baik bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi).
Setelah kurang lebih 5 hari berada di TN BBS, akhirnya rombongan pun kembali ke Jakarta. Rombongan akan berangkat lagi hari berikutnya ke Taman Nasional Tesso Nilo untuk Wonder Eyes selanjutnya!