UJI NYALI DI BUKIT BANGKIRAI
“Naik-naik ke puncak gunung, tinggi- tinggi sekali.” Sekelompok siswa SMP bersenandung. Kegembiraan terpancar kuat di antara mereka pada hari yang cerah itu. Sesekali terselip senda gurau.
Kumpulan remaja tanggung itu beriringan menjelajahi rimba di Taman Wisata Alam Bukit Bengkirai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penjelajahan kecil ini menjadi bagian dari Jungle Trekking, salah satu rangkaian kegiatan Kemah Konservasi, yang dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). WWF-Indonesia serta beberapa mitra lokal turut mendukung acara pada 18-20 Agustus 2023.
Saat mengikuti Jungle Trekking, peserta harus mengunjungi pos edukasi. Setiap titik perhentian ini memiliki tema yang berbeda-beda seperti yang sudah ditentukan oleh panitia. Terbagi menjadi lima kelompok, peserta didampingi oleh panitia menuju pos yang sudah ditugaskan sebelumnya. Jungle trekking dilakukan untuk mengenalkan keanekaragaman hayati kepada para peserta kemah konservasi yang diikuti oleh peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dari wilayah Sepaku, Samboja, dan Kutai Barat.
Beragam pohon dapat ditemui di hutan alam Bukit Bangkirai ini. Sembari mengikuti rombongan, saya mengamati berbagai pohon besar yang menjulang ke angkasa. Pucuk-pucuk daunnya membentuk kanopi khas rimba tropis negeri katulistiwa.
Selain itu, saya bisa mengidentifikasi beberapa pohon seperti sereh dan rotan, serta beberapa pohon buah seperti durian dan rambutan. Ditemani suara kicau burung yang bersaut-sautan, kami pun menyusuri hutan yang teduh karena kanopi dari pepohonan melindungi kami dari teriknya sinar matahari. Setelah jalan sekitar kurang lebih lima belas menit, kami berhenti di lokasi yang dituju. Di pos edukasi ini, WWF-Indonesia memberikan pembekalan mengenai pengelolaan sampah plastik.
Bukan hanya itu, teman-teman juga memberikan contoh barang-barang yang bisa digunakan berulang kali untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan bambu, tas belanja, botol minum dan kotak makan.
Ibu Kota Nusantara saat ini sedang dalam proses pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 1 yang ditargetkan mampu mengolah 89 ton sampah per hari. Sebanyak 8% residu (sampah yang sulit diolah), nantinya akan diolah menjadi rebricks dan dimanfaatkan kembali.
Mengutip Pungky Widiaryanto, Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber daya Air, Otorita Ibu Kota Nusantara, “Kemah Konservasi ini dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda khususnya anak-anak SMP dan SMA karena mereka yang akan mengisi pembangunan IKN beberapa tahun kedepan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat mewujudkan misi IKN menjadi kota hutan.”
Selain belajar tentang pengelolaan sampah plastik, ada beberapa pos edukasi lain yaitu, pos tentang pengenalan satwa liar yang dilindungi, fotografi alam, pakan orangutan dan tumbuhan obat, serta pos tentang materi kampanye digital.
Tanpa terasa kami berada di pos ke-2 selama 45 menit. Kami pun bergegas melanjutkan perjalanan menuju titik kumpul di lokasi Canopy Bridge. Jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi kami sebelumnya, namun perlu usaha ekstra karena kontur jalan menanjak dan sedikit berbatu.
“Sebentar, istirahat dulu tarik napas”, ujar saya sembari mengatur napas yang mulai tak teratur. Maklum, jalur trek yang saya lalui tak lagi mendatar. Istirahat selama dua menit diselingi mereguk bekal minum, kami melanjutkan perjalanan. Akhirnya, kami tiba di lokasi titik kumpul. Letaknya, di sekitar area jembatan kanopi (canopy bridge). Di titik kumpul ini peserta berdiskusi antar anggota kelompoknya. Mereka saling bertukar informasi dari kelima pos yang sudah dikunjunginya.
Diskusi ini tampak begitu seru di antara mereka. Saat mengamati tingkah peserta, saya mendadak dikejutkan suara besar di dekat tempat berdiri. “Berani naik tidak?” tanya Chris, yang bekerja di kantor WWF-Indonesia untuk wilayah Kutai Barat kepada saya. Chris terus membujuk saya agar mencipipi lintasan jembatan yang menggantung setinggi 30 meter.
“Ayolah kita naik, sudah jauh-jauh kesini masa tidak naik”, saya seperti terbakar atas tantangan uji nyali itu. Dengan kaki sedikit gemetar, karena semakin tinggi sesekali merasakan adanya goyangan-goyangan di anak tangga namun saya tidak menyesal memutuskan untuk menaikinya. Sesampainya di atas, saya terpesona dengan bentangan alam Bukit Bangkirai yang dipenuhi oleh pepohonan rimbun. Perjalanan uji nyali Bukit Bangkirai tentu menjadi pengalaman berharga yang begitu membekas dalam benak saya.