TUR PETA HIJAU; UNGKAP SISI HIJAU JAKARTA
Oleh Masayu Yulien Vinanda
Jakarta (04/07)-WWF-Indonesia bersama Green Map, organisasi jaringan pegiat peta hijau (green map) di Indonesia, mengadakan tur peta hijau, Sabtu (04/07). Wisata hijau ini diikuti oleh puluhan peserta yang terdiri dari suporter dan fundraiser WWF, staff WWF, serta Suporter Kehormatan Davina Hariadi. Eksplorasi kawasan hijau Jakarta ini dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi publik, bus transjakarta.
Lokasi pertama yang dikunjungi adalah waduk Setiabudi. Waduk Setiabudi merupakan tempat pengolahan air buangan kota sebelum dialirkan ke sungai (Kanal Banjir Barat) menuju ke laut. Di musim hujan, waduk ini berperan besar dalam mengontrol banjir untuk wialyah Kuningan, Menteng, dan Menteng Atas. Para peserta sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan pengelola waduk serta melihat langsung ruang pengendali pompa.
Tur kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi Taman Tangkuban Perahu. Taman lingkungan ini selain berfungsi sebagai daerah resapan air juga merupakan habitat 10 jenis burung. Selain sarana bermain anak, Taman Tangkuban Perahu juga menyediakan fasilitas jalan berbatu untuk refleksi dan terapi.
Taman Tangkuban Perahu sebagai Ruang Terbuka Hijau memang patut dipertahankan kelestariannya mengingat semakin minimnya RTH di Jakarta. Idealnya setiap kota memiliki RTH minimal 30 % yang terdiri dari 20 % RTH publik (dimiliki pemerintah) dan sisanya adalah RTH privat (halaman pribadi, rumah, kantor, sekolah,dll). Namun saat ini, Jakarta hanya memiliki 9 % RTH. Ironis memang, namun sesungguhnya masyarakat perkotaan dapat memperbaiki kondisi ini dengan menambah ketersediaan ruang hijau privat, seperti halnya yang telah dilakukan pasangan Hari Yuwono dan Sithowati Sandraini.
Rumah “ramah lingkungan” yang terletak persis di depan Taman Tangkuban Perahu ini adalah lokasi terkahir dalam rangkaian tur peta hijau. Jika Pemprov DKI Jakarta telah mencanangkan pada tahun 2010 bangunan umum di Jakarta harus menerapkan kaidah-kaidah “green building”, rumah hijau seluas 450 m2 ini justru sudah menerapkan konsep tersebut sejak ia dibangun yaitu pada tahun 2005. Rumah tinggal yang terletak di Jl. Tangkuban Perahu No. 20, Guntur-Menteng, Jakarta Pusat ini dirancang oleh arsitek Adi Purnomo dan telah berhasil meraih penghragaan kategori rumah hunian terbaik IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Award pada 2005 lalu.
Pada dasarnya konsep hijau yang diusung adalah pemanfaatan alat pendingin udara (AC) seminim mungkin, optimalisasi cahaya alami, pemanfaatan kayu bekas, dinding tanpa cat, green wall (dinding yang ditumbuhi tanaman), kolam-kolam ikan penyejuk udara, taman koral, dan terobosan atap bangunan berupa atap rumput (green roof) sebagai upaya penambahan ruang terbuka hijau. “Green roof ini dibuat dari aspal, kemudian dilapisi ijuk, baru kemudian ditanami rumput. Menurut arsitektur kami, trik tersebut mampu menurunkan suhu dibawahnya 1 hingga 2 derajat celcius,” tambah Sandra.
Kunjungan rumah hijau diharapkan mampu menginspirasi peserta untuk ikut membuat atap hijau atau taman hijau di rumah tinggal mereka. “ Setelah melihat langsung rumah hijau Bu Sandra, mudah-mudahan nantinya semua yang hadir disini bisa ikut membuat juga atap-atap hijau dirumah masing-masing. Ini bisa jadi solusi untuk mengakali minimnya lahan hijau di Jakarta. Paling tidak 1000 hektar ruang hijau bisa diupayakan oleh masing-masing masyarakat, jelas pemandu tur peta hijau, Nirwono Joga.
Peserta tur peta hijau nantinya diharapkan dapat bertindak sebagai agen penyebar informasi kepada khalayak mengenai lokasi-lokasi hijau di Jakarta. Sekaligus juga dapat memberikan rekomendasi kepada komunitas peta hijau tentang lokasi-lokasi yang memenuhi 3 kriteria green map, yaitu kehidupan yang berkelanjutan (sustainable living), alam (nature), serta budaya dan masyarakat (culture and society).