TANYA JAWAB SEPUTAR KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM #COP21
Dari 30 November hingga 11 Desember 2015, para pemimpin dunia berkumpul di Paris untuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang akan sangat mempengaruhi keberhasilan upaya penanganan perubahan iklim. Konferensi Tingkat Tinggi ini disebut dengan nama COP21, yang merupakan kepanjangan dari 21st Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change alias konferensi ke-21 dari negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.
Sebagai negara yang sudah merasakan buruknya dampak perubahan iklim dan sangat membutuhkan cara-cara menanggulanginya, Indonesia menghadiri COP21, dengan harapan terjadi kesepakatan-kesepakatan di antara delegasi Indonesia dengan delegasi-delegasi dari negara-negara lain, untuk menjaga keselamatan planet bumi dari dampak perubahan iklim.
Simak Tanya (T) dan Jawab (J) di bawah ini untuk mengetahui lebih jauh mengenai COP21 dan janji serta rencana pemerintah Indonesia untuk menghadapi perubahan iklim.
T : Apa perbedaan COP dan UNFCCC?
J : COP, yang merupakan kependekan dari Conference of the Parties adalah pemegang otoritas tertinggi dari UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), yaitu perjanjian antar negara yang diprakarsai oleh PBB dan bertujuan untuk menanggulangi perubahan iklim. COP diadakan setiap tahun sejak 1995 dan dihadiri negara-negara yang bergabung di UNFCCC yang disebut sebagai Parties to the Convention. UNFCCC memiliki SBSTA (Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice) dan SBI (Subsidiary Body for Implementation), dua badan yang bertugas memberikan masukan atau saran pada COP dalam hal ilmiah, teknologi, metodologi dan segala yang berkaitan dengan penerapan konvensi.
T : Apa peran Indonesia dalam COP21?
J : Bersama negara-negara lainnya, Indonesia menghadiri COP21 untuk mencapai kesepakatan kolektif mengenai pembatasan kenaikan temperatur global yang tidak boleh lebih dari 2°C. Tujuan COP 21 untuk mencapai kesepakatan baru di tingkat internasional atas upaya penanggulangan perubahan iklim secara universal, yang disetujui dan dapat dilaksanakan di semua negara, untuk menjaga peningkatan suhu bumi dibawah 2°C, secara fleksibel dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan dari tiap negara, seimbang dalam hal adaptasi dan mitigasi, serta jangka panjang dengan target yang direvisi secara rutin.
T : Bagaimana komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer?
J : Emisi GRK Indonesia diprediksi sebesar 1.800 MtCO2e pada tahun 2005, dimana 63% berasal dari perubahan penggunaan lahan dan kebakaran gambut. Sementara 19% berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Indonesia berkomitmen menurunkan kadar emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 dibanding skenario business as usual, dengan pertumbuhan ekonomi 7% per tahun. Pada tahun 2030, Indonesia berkomitmen mengurangi kadar emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri.
T : Sudahkah Indonesia memiliki skema organisasi yang tepat untuk memenuhi komitmen yang dijanjikan Presiden Jokowi di COP21?
J : Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) baru dibentuk di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melaksanakan fungsi operasional (implementasi) atas mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan, juga melaksanakan fungsi koordinatif (leadership) atas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di seluruh sektor terkait, termasuk pengawasan, evaluasi, serta pelaporan pelaksanaan, baik di tingkat nasional maupun internasional ke UNFCCC. Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkoordinasikan upaya penanganan perubahan iklim di semua sektor, dengan menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) GRK dan RAN API (Adaptasi Perubahan Iklim). Program-program perubahan iklim akan digerakkan pemerintah daerah melalui Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD).
T : Bagaimana Indonesia menurunkan emisi di bidang tata kelola hutan?
J : Presiden Joko Widodo menjanjikan akan menerapkan kebijakan satu peta, atau one map policy untuk meredam konflik penguasaan lahan di Indonesia. Indonesia juga akan menetapkan moratorium serta review ijin pemanfaatan lahan gambut, dan menerapkan Sustainable Forest Management atau Sistem Pengelolaan Hutan Lestari, guna menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Selain itu, penanaman pohon juga akan ditingkatkan untuk penyerapan karbon. Pengamanan kawasan hutan dari kebakaran dan pembalakan liar juga ditingkatkan. Teknologi remote sensing untuk menganalisa area tangkapan karbon dan pemetaan alih guna lahan juga akan digunakan.