TAK SENGAJA TERTANGKAP, PENYU HARUS DAPAT PENANGANAN TEPAT
Oleh Wahyu Teguh Prawira
Penyu adalah salah satu hewan kharismatik dari zaman dinosaurus yang kini populasinya makin terancam. Jumlahnya semakin berkurang, salah satunya akibat tertangkap tidak sengaja saat aktivitas penangkapan ikan, khususnya pada alat tangkap jaring dan pancing rawai. Berdasarkan hasil survey WWF-Indonesia tahun 2013 di 8 lokasi, yakni Dobo, Banyuwangi, Cilacap, Puger, Bangka, Padang, Takalar, dan Bintan, rata-rata terdapat 1-7 ekor penyu per kapal tiap tahunnya, atau sekitar 11.700 ekor penyu yang tertangkap tidak sengaja dijaring insang. Sementara untuk alat tangkap pancing, ada 285 penyu yang tertangkap dari 1473 kali menebar umpan pada 31 kapal di 3 pelabuhan besar (Muara Baru, Benoa, Bitung). Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya sebagian besar nelayan pengguna 2 alat tangkap tersebut di beberapa lokasi yang belum memahami bagaimana cara menangani penyu yang tertangkap secara tidak sengaja. Hal ini menyebabkan tingkat kematian penyu akibat bycatch atau tangkapan samping semakin meningkat.
Sebagai salah satu upaya penyebar luasan informasi mengenai praktik perikanan yang bertanggung jawab, WWF-Indonesia pada pertengahan Agustus lalu mengadakan pelatihan mitigasi dan penanganan tangkapan samping penyu pada alat tangkap jaring. Kegiatan ini digelar di 3 lokasi yang dinilai memiliki potensi tinggi tangkapan samping terhadap penyu, yakni di Takalar(Sulawesi Selatan), Dobo di Kepulauan Aru Tenggara, dan Kepulauan Kei Kecil (Maluku). Total 174 peserta yang terdiri dari sejumlah pemangku kepentingan terkait, salah satunya Penyuluh Perikanan Kabupaten Takalar, para nelayan dengan alat tangkap jaring, pemilik kapal, serta beberapa himpunan mahasiswa perikanan dan kelautan, diberikan materi mengenai prinsip praktik perikanan berkelanjutan yang terdiri dari 5 aspek, yaitu menjaga stok ikan, menjaga biota laut terancam, penangkapan selektif, menjaga ekosistem, dan traceability atau ketelusuran. Para peserta juga diajarkan bagaimana cara menangani penyu yang tertangkap dalam kondisi pingsan, bagaimana teknik penyadarannya (resusitasi), cara melepaskan kembali kelaut, dan teknik mitigasinya agar tidak menjadi tangkapan samping pada aktivitas penangkapan ikan.
Selama kegiatan berlangsung, banyak hal yang disampaikan para peserta terkait penyu yang sering tertangkap tidak sengaja pada aktivitas penangkapan ikan. “Selama ini memang kami selalu melepaskan begitu saja penyu yang tertangkap tidak sengaja tanpa memberikan tindakan apapun, karena kami tidak tahu bahwa ternyata ada teknik untuk menangani hewan tersebut sebelum dilepaskan kembali kelaut,”ujar salah satu nelayan yang mengikuti pelatihan. Beberapa peserta lain juga mengatakan bahwa selama ini belum ada pihak terkait yang memberikan materi mengenai upaya mitigasi dan cara penanganan hewan-hewan yang masuk kategori terancam, terancam punah, dan dilindungi. Bahkan di beberapa lokasi pelatihan, sejumlah nelayan mengaku bahwa mereka belum mengetahui hewan laut apa saja yang dilindungi, atau yang masuk kedalam kategori ETP (endangered, threatened, and protected).
Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan para nelayan jaring, khususnya dalam memberikan penanganan dan teknik mitigasi ketika mendapatkan penyu sebagai tangkapan samping. Dengan begitu secara perlahan dapat meningkatkan tingkat kemampuan bertahan hidup dari hewan-hewan ETP, khususnya penyu.