CREUSA HITIPEUW DIANUGRAHI “WWF INTERNATIONAL ROLL OF HONOUR 2014”
Selasa (6/5) lalu, seluruh pimpinan jaringan WWF Global berkumpul di Foz do Iguacu, Brazil, dalam acara “WWF Annual Conference 2014”. Di hadapan para pemimpin WWF dari seluruh dunia, Creusa Hitipeuw menerima penganugrahan “WWF International Roll of Honour 2014”. Perempuan yang lebih dikenal dengan panggilan ""Tetha"" tersebut adalah ahli Biologi Kelautan Indonesia yang telah berpulang ke haribaan Tuhan pada akhir tahun lalu.
“Saya sangat terharu ketika Presiden WWF International, Yolanda Kakabadse, yang saat itu didampingi Dirjen WWF Internasional, Dr. Marco Lambertini, mengumumkan almarhumah dikenang dalam WWF International Roll of Honour 2014 bersama para pejuang konservasi lain yang telah mendahului kita,” ungkap CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah. Ia melanjutkan, Tetha layak mendapatkan anugrah tersebut mengingat jasa dan dedikasinya yang luar biasa bagi perkembangan ilmu Biologi Kelautan dan dunia konservasi pada umumnya.
Bagi WWF-Indonesia sendiri, Tetha merupakan ahli penyu terbaik yang pernah dimiliki organisasi ini. Selama 17 tahun lebih ia mencurahkan segenap waktu, pikiran, dan tenaganya untuk kemajuan konservasi laut Indonesia. Tetha bekerja di berbagai lokasi (mulai dari Kepulauan Aru, Derawan, wilayah kepala burung dan Teluk Cenderawasih Papua, serta Kepulauan Kei Kecil, Maluku).
Sepak terjangnya diakui pula di lingkup global dan kalangan ahli spesies laut dunia. Tetha pernah mengamati dan meneliti pola migrasi penyu dengan satelit transmisi bersama NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Penelitian tersebut berhasil mengungkap jalur migrasi Penyu Belimbing yang bergerak dari Jamursba Medi, Papua, hingga ke Monterrey Bay di Pantai Barat Amerika Serikat. Penelitian tersebut merupakan sebuah kontribusi luar biasa bagi konservasi laut dunia. Peraih gelar Master di bidang Biologi Kelautan di Vrije Universiteit, Belgia, ini juga mengembangkan penelitian tentang pergerakan hiu paus di Teluk Cenderawasih, Papua. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui habitat penting dan dampak ekowisata terhadap tingkah laku hiu paus.
Rasa cinta Tetha kepada dunia konservasi laut begitu besar. Sebelum menjalani operasi, Tetha masih sempat melakukan perjalanan dinas ke California, Amerika Serikat, untuk menghadiri pertemuan tentang Penyu Belimbing, “Leatherback Turtle Summit"" di pertengahan Oktober 2013. Setibanya di Jakarta, Tetha terdeteksi menderita kanker pada stadium lanjut dan langsung dirawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Namun kondisinya terus menurun. Sang marine conservationist kebanggaan Indonesia itu wafat di usia 44 tahun.
Rencananya, gadis yang semasa hidupnya dikenal ramah dan mudah bergaul, penyabar, serta penyebar energi positif di antara teman-temannya, itu juga akan dianugrahi penghargaan “Woman Champion” di bidang konservasi, di acara “The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Meeting” di Manado, 13-16 Mei 2014 mendatang.