SEMANGAT DARI TELUK CENDERAWASIH : THOMI DAN CITA-CITA UNTUK KAMPUNGNYA
Oleh Feronika Manohas, staff WWF-Indonesia yang bertugas di area Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua Barat. Sehari-hari menjalankan tugas sebagai staff penjangkauan komunitas dan masyarakat untuk pemberdayaan dan edukasi. Kontak fmanohas@wwf.or.id
Yakobus Binur, seorang pria berusia 35 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan tradisional pernah memiliki cita-cita sebagai seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Menurut Yakobus, menjadi anggota DPRD dapat membantu dalam membangun saudara-saudaranya di kampung. Cita - cita ini selalu didengungkan oleh ibunya sewaktu masih hidup, namun cita-cita ini kandas dalam rimbunya hutan di Napanyaur sejak putus sekolah di bangku SMP. Yakobus juga harus hidup dengan ibu tiri yang mengambil semua perhatian dan keuangan dari ayahnya. Ayah Yakobus adalah seorang sederhana yang bekerja sehari-hari sebagai seorang guru. Thomi,begitu panggilan akrab Yakobus Binur, sehari-hari berprofesi sebagai seorang nelayan di Kampungnya. Hari minggu adalah hari besar bagi Yakobus. Menjadi ketua Jemaat kristen Gereja Napanyaur, Thomi rutin menyampaikan pesan-pesan rohani setiap minggunya.
Selain sebagai ketua jemaat, Thomi pernah menduduki salah satu jabatan di pemerintahan Kampung Napanyaur. Jabatan ini pun dilepaskannya karena arah dan cara kerjarekan-rekannya berbeda dengan pandangan Thomi. “Saya berhenti dari aparat kampong karena teman-teman tidak mau mendukung saya dalam merencanakan program-program pembangunan kampung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mereka lebih memilih untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya” jelasnya dengan raut muka sedih.
Sejak diperkenalkan dengan konsep pelestarian lingkungan oleh WWF Indonesia di Kampung Napanyaur, Thomi terpanggil hatinya untuk melayani masyarakat kampungnya.
“Waktu itu saya ikut kegiatan molo-molo (istilah menyelam bagi nelayan wilayah timur) dengan om Bram Maruanaya (salah satu tokoh pencinta lingkungan-red) menilai dan memantau biotalaut ”ungkapnya pada penulis. Semenjak saat itu, Thomi terus aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan. Sebagai buktinya Thomi tercatat sebagai salah satu dari 20 orang Kader Konservasi1 yang ada dikampungnya. Dia dikenal sebagai orang yang sering memberikan ide cemerlang, mulai dari impiannya yang sedikit bernuansa utopis seperti “Mengembalikan alam Napanyaur yang dulu kembali saat ini ”hingga rencana survei sumberdaya alam yang perlu dilakukan sebelum membuat Peraturan Kampung. Selain itu, Thomi juga merupakan salah satu penyemangat masyarakat dalam pembinaan pertama kader konservasi yang dilakukan oleh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih (BBTNTC) pada bulan Agustus 2013 lalu.
Pagi itu dengan bekal perahu bermotor Katinting (mesin motor yang digunakan untuk menjalankan perahu) pemberian grup UD PulauMas**, perusahaan perikanan ramah lingkungan yang beroperasi di sekitar Teluk Cenderawasih, kami mengikuti Thomi untuk menyusuri bagan-bagan puri (sejenis ikan teri-red) yang berada di sekitar Kampung Napanyaur. Perjalanan itu mengiringi hiasan awan dilangit dan rintik hujan yang jatuh perlahan nan lembut. Aktivitas patroli oleh Thomi di sekitar bagan puri selalu memberikan pertanyaan yang khas setiap harinya, “Dapat ikan apa hari ini? Ada Gurano bintang (jenis Hiu Paus / Rhincodon typus) tidak?” kepada setiap penjaga bagan. Dari empat Bagan yang kami kunjungi,umumnya nelayan bagan menjawab “Kami dapat ikan Merah dan Bobara sebanyak 10 Kg dan Tidak ada Gurano hari ini!! ”Hasil patroli hari itu menyimpulkan bahwa tidak ada Gurano bintang yang muncul karena ikan puri tidak ada disitu.
Rombongan perlahan menjauhi bagan-bagan tersebut dan menuju sebuah bagan yang terletak agak jauh. Dari kejauhan terlihat ada kapal motor yang berwarna putih dan biru sedang berlabuh didekat bagan tersebut. Rombongan pun menghampirinya dan Thomi seketika langsung memeriksa izin operasi kapal tersebut dan menganjurkannya agar melapor ke Kampung.
“Kamorang sudah lapor di Kampungkah? Kita tidak akan bisa jamin kalo ada hal buruk terjadi di kapal ini!! Walaupun kamorang sudah lapor di kepala Kampung, tapi alam ini Tuhan yang punya jadi tolong kalian harus merapat ke Kampung supaya bisa ketemu masyarakat dorang!” pemilik kapal pun tertunduk dan mengiyakan himbauan dari Thomi. Pengamatan lebih lanjut ternyata kapal itu menggunakan jarring pukat dan purse seine yang kelihatan cukup besar dan mampu menampung cukup banyak ikan.
Dalam perjalanan pulang kami sempat berdiskusi tentang jumlah tangkapan para pemilik bagan puri di Napanyaur, sementara masyarakat kurang mampu menikmati hasil laut Cendrawasih. Hal itu terjadi karena hampir seluruh nelayan bagan adalah pendatang, sehingga jelas saja pengguna resources adalah pendatang, sementara masyarakat bukan pengguna, kecuali untuk kebutuhan subsistence. Selian itu, masyarakat di kampung biasanya juga tidak melakukan apa-apa, jadi wajar saja kalau mereka juga tidak dapat apa-apa.
“Hmmm memang sungguh dibodohi kita ini!! ”imbuh Thomi disela-sela perjalanan pulang menuju kampong Napanyaur.
Timbul pertanyaan dalam diskusi kami sore itu kenapa Thomi tidak mencalonkan dirinya untuk menjadi Kepala Kampung di Napanyaur saja? Namun dengan nadanya yang rendah dan suara bassnya yang kental Thomi pun menjawab pertanyaan kami “Saat ini saya tidak bisa mengabdi pada dua tuan (Gereja dan Pemerintah), biarlah melalui Gereja saya terus mengumandangkan suara lingkungan dengan sasaran yang lebih banyak orang lagi”.
Berbekal Perahu bermotor katinting berkekuatan 5PK untuk mengelilingi lokasi, Thomi saat ini sedang menjalankan rencananya untuk menjembatani pembuatan karamba penampung hasil tangkapan masyarakat Napanyaur dengan pihak pembeli dikampung tetangga, lokasi UD Pulau Mas berada.
“Semoga ini akan membantu masyarakat Kampung saya supaya semakin rajin dalam bekerja dan tidak perlu khawatir lagi hasilnya tidak akan bisa dijual”. Begitu besar cita-citanya Thomi untuk kesejahteraan kampungnya, meski terkadang lelah untuk mempertahankan idealismenya namun itulah Thomi sosok ramah dan penuh keingintahuan yang membuatnya terus mempertahankan idealismenya.
*Kader Konservasi = merupakan sukarelawan yang berasal dari kampongnya untuk mendukung pengelolaan TNTC kader konservasi dapat berperan sebagai fasilitator dalam rangka mengakomodasi berbagai kepentingan dan mengintegrasikan kebijakan program serta kegiatan pembangunan di Kawasan TNTC yakni Pemerintah Kabupaten, Balai Besar TNTC, perguruan tinggi, pelaku usaha, LSM dan masyarakat lokal
**UD Pulau Mas adalah perusahaan eksportir perikanan ramah lingkungan yang tergabung dalam skema Seafood Savers WWF-Indonesia. Seafood Savers sendiri adalah inisiatif kelompok pengusaha di bidang perikanan yang berkomitmen untuk memerangi IUU (illegal, unregulated, unreported) fishing. Salah satunya dengan menolak pembelian ikan yang dihasilkan dari wilayah tangkapan konservasi, menangkap menggunakan alat-alat yang merusak, serta tidak sesuai ukuran layak tangkap spesies-spesies biota tertentu Lebih lanjut klik www.seafoodsavers.org