SEBUAH KISAH SAAT KEMBALI KE WANA
Oleh: Effendi
Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling, sebuah kawasan hutan konservasi yang diwarnai hutan dataran rendah yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan dibelah oleh aliran sungai Subayang yang masih kental nilai budayanya. Ke sini saya kembali untuk menjelajah dan bergerilya di lebatnya wana. Perkenalkan, saya Effendi, salah satu ranger yang bertugas di kawasan bentang alam Bukit Rimbang Baling untuk memantau kondisi kucing besar berloreng, Harimau Sumatera.
Kali ini saya akan ke blok ketiga, tempat pemasangan kamera jebak yang memantau keberadaan Harimau Sumatera. Selama tiga bulan, sebanyak sembilan titik telah dipasang kamera jebak untuk mengawasi kucing bernama ilmiah Panthera tigris sumatrae ini. Pada blok ini, kami memeriksa kondisi setiap kamera jebak, mengganti baterai dan kartu memorinya, serta melihat apa saja yang telah terekam selama tiga bulan sebelumnya.
Desa Tanjung Belit, Kampar Kiri Hulu merupakan akses pintu masuk menuju hulu sungai Subayang melalui jalur air. Desa Subayang Jaya, atau kerap disebut juga Desa Salo, adalah tempat pertama yang saya dan tim tuju untuk mendekati posisi pergerakan menuju titik pemeriksaan. Menggunakan perahu yang disebut jonson, melipat jarak dan waktu selama tiga jam menuju lokasi. Kondisi air saat ini sedikit surut karena kabarnya sudah beberapa hari ini hujan tidak turun. Ini membuat jonson yang kami tumpangi kandas terbawa arus deras dan terkena bebatuan sungai. Beberapa kali penumpang harus turun dari perahu dan berjalan kaki untuk mengurangi kapasitas muatan. Jika sudah memungkinkan untuk naik, baru penumpang tersebut naik kembali ke jonson. Situasi begini sebenarnya sangat beresiko, karena jonson bisa bocor akibat gesekan batu.
Saya dan tim menjadi basah akibat perjalanan ini, namun kami tetap menikmati perjalanan ini. Hati saya merasa sangat senang karena mata diberikan suguhan pemandangan hijau pepohonan di sepanjang perjalanan. Jernihnya air sungai Subayang memantulkan bayangan pepohonan yang berdiri tegak di tepi sungai. Indah sekali alam di kawasan SM Bukit Rimbang Baling ini.
Tanpa terasa, akhirnya kami sampai di Desa Subayang Jaya. Kami akan menetap di sini selama dua malam. Selama di desa ini, kami tinggal di rumah warga yang merupakan orang tua dari salah seorang anggota tim. Ini akan menjadi lingkungan baru bagi kami, rumah baru, dan tentu keluarga baru.
Dulu ketika awal pertama kali tim datang ke desa ini, ada beberapa warga desa yang memberikan penolakan terhadap kami dan segala bentuk kegiatan yang akan kami lakukan. Masyarakat takut kamera jebak yang akan dipasang tersebut akan digunakan untuk mengintai aktivitas mereka di dalam hutan.
Mereka berpikir bahwa hasil foto dan video yang terekam akan terkirim melalui sinyal satelit yang terhubung langsung dengan kamera. Namun seiring berjalannya waktu, dengan pemahaman dan pengetahuan diberikan kepada masyarakat oleh tim lapangan yang bertugas, mereka dapat memahami apa yang dilakukan oleh WWF-Indonesia. Masyarakat juga memahami bahwa tujuan hadirnya WWF ke sana adalah untuk penelitian dan menjaga Harimau Sumatera beserta habitatnya.
Hidup harmoni berdampingan dengan alam merupakan kunci agar membuat alam tetap lestari. Jika kita tidak bisa menjaganya, maka itu akan berdampak pada terganggunya keseimbangan ekosistem hingga kepunahan spesies. Masyarakat yang hidup di dekat kawasan konservasi memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan. Jika hutan terjaga, maka kehidupan satwa yang hidup di hutan pun sejahtera, begitu juga dengan masyarakat yang hidup di kawasan hutan.