PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DESA PENYANGGA UJUNG KULON “MASYARAKAT NGEJO LEWEUNG HEJO”
Desa-desa yang berada di wilayah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha konservasi termasuk usaha perlindungan Badak Jawa yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNUK, hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di hutan dan sekitarnya melalui kegiatan bertani, berburu, nelayan, mengambil madu hutan, dan kegiatan penghidupan lainnya. Sudah secara turun-temurun masyarakat desa melakukan kegiatan yang tidak berbasis ekologis karena masyarakat belum mengerti artinya sistem kehidupan yang berkelanjutan itu seperti apa.
Jika hal tersebut terus dilakukan, maka akan berdampak pada keseimbangan ekosistem di kawasan Taman Nasional. Selain mengancam ekosistem, tanpa disadari masyarakat, kegiatan yang tidak dilakukan secara lestari dan berkelanjutan akan mengancam kehidupan mereka juga pada akhirnya. Fungsi utama dari Taman Nasional termasuk Taman Nasional Ujung Kulon adalah menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem yang ada di kawasan termasuk flora dan fauna yang berada di kawasan. Kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi namun adanya mandat konservasi ini menimbulkan dua kepentingan yang berbeda dan menimbulkan berbagai permasalahan sehingga membutuhkan pemecahan bersama. Bagaimana masyarakat tetap bisa mendapatkan akses untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi namun dengan tetap menjaga dan merawat baik ekosistem Taman Nasional maupun ekosistem desa mereka.
Bersama dengan 12 masyarakat desa Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon beserta Balai Taman Nasional Ujung Kulon, WWF Indonesia-Ujung Kulon Project merasa perlu adanya pendekatan baru untuk melakukan upaya konservasi. Dengan sistem penguatan kapasitas masyarakat desa penyangga, kegiatan masyarakat yang dinilai tidak lestari kini sudah bergeser pada kegiatan yang berbasis ekologis yang ramah lingkungan. Melalui pendekatan Pendidikan orang dewasa dengan kegiatan sekolah lapangan, masyarakat di 12 desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon kini memahami pentingnya sistem yang berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan semangat “masyarakat ngejo, leweung hejo” masyarakat di 12 desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon bersama-sama berjuang untuk meningkatkan taraf hidup melalui sistem penghidupan yang berkelanjutan dan secara berasama-sama pula mereka menjaga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Tidak dengan terpaksa, namun dengan ikhlas dan tulus mereka bersama-sama menjaga rumah terahir bagi badak jawa ini. Masyarakat bukanlah musuh dalam upaya konservasi, namun masyarakat kawasan penyangga justru menjadi mitra utama yang harus dirangkul dalam upaya konservasi. Menjadikan mereka sebagai subjek atau pelaku konservasi dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat adalah langkah yang tepat. Slogan “masyarakat ngejo leweung hejo”, masyarakat berdaya, hutan lestari.