PENGELOLAAN HUTAN YANG BERTANGGUNG JAWAB – AIR, KARBON DAN KEINDAHAN LANSEKAP
Oleh: Angga Prathama Putra
Data yang diterbitkan oleh UNEP pada tahun 2012 menyatakan bahwa GDP Indonesia sekitar $ 918 milyar, kontribusi dari kayu sebesar $ 14 milyar sedangkan hasil hutan non kayu mencapai $ 13 milyar. Kondisi ini menginterpretasikan bahwa kombinasi dari kayu dan non kayu dapat berdampak positive pada pendapatan negara jika pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan terintergrasi. Selain itu, paradigma ekstratif hutan hanya untuk kayu harus sudah dikurangi karena dampat tapak ekologi semakin nyata terlihat.
Sejak tahun 2003, WWF Indonesia sudah melakukan pendampingan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab – responsible forest managed, salah satu keluarannya mendorong pengelola hutan mendapatkan sertifikasi FSC – forest stewardship council. Saat ini, luasan sertifikasi FSC di Indonesia mencapai 3,000,800 ha, WWF Indonesia sudah men-sertifikasi Kawasan hutan produksi mencapai 921,000 ha. Kemudian, beberapa diantaranya sudah dikembangkan landscape approach untuk habitat dan koridor orang utan. Ini menunjukan bahwa penerapan pengelolaan hutan bertanggung jawab berdampak positive pada kualitas ekosistem – ecosystem services, diantaranya pelestarian keanekaragaman hayati, ketersediaan air bersih, terjaganya iklim mikro, penyerapan karbon, dan keindahan alam.
Pada tahun 2011, WWF Indonesia bersama FSC International didukung oleh Global Environment Facility (GEF) mengembangkan program FORCES – Forest Certification for Ecosystem Services Terdapat tiga lokasi uji coba Program ForCES di Indonesia, yaitu Freshwater di Hutan Sesaot di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat; Biodiversity dan forest carbon di PT. Ratah Timber di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dan Sustainable tourism di Lansekap Kapuas Hulu di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pada lokasi tersebut, WWF Indonesia melakukan pendampingan pengelolaan hutan bertanggung jawab dengan skema FSC serta mengembangkan konsep jasa Lingkungan.
Sejak tahun 2007, WWF Indonesia berserta stakeholder mendorong penerapan imbal jasa Lingkungan – payment ecosystem services, dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjaga dan mengelola kawasan hutan Sesaot yang menjadi daerah tangkapan air – catchment areas yang sangat penting bagi masyarakat di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram. KMPH Mitra Sesaot mengelola kawasan seluas 185 ha (IUPHKm no. 2130/65/Dishut/2009, 26 November 2012) dengan jumlah anggota 1224 orang (penggarap) (setiap anggota mengelola kawasan 0.25 – 0.5 ha), secara administrasi kawasan kelola KMPH berada di empat wilayah desa: Pakuan, Sesaot, Sedau dan Lebah Sepage. Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB. Masyarakat melakukan penanaman MPTS – multipurpose trees dan NTFP – non- timber forest product dikawasan yang tandus – gundul diwilayah kaki Gunung Rinjani.
Pada Agustus 2016 dilakukan main audit FSC Forest Management (FM) dan Ecosystem Services oleh certification body dari SCS Global Service dan dinyatakan lulus tanpa ada Major Car sehingga layak untuk mendapatkan sertifikasi FSC FM. Capain ini cukup significant karena diraih oleh kelompok masyarakat dan menjadi yang pertama dan satu – satunya di Nusa Tenggara.
PT Ratah Timber adalah IUPHHK – HA (izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu – hutan alam) yang berlokasi di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Hulu, Kalimantan Timur dengan luas konsesi 93,425 ha. Sejak tahun 2013 PT Ratah Timber sudah mendapatkan FSC FM, bersama WWF dan Kyoto University tengah dikembangkan pengelolaan hutan bertanggung jawab untuk jasa Lingkungan yaitu karbon hutan dan keanekaragaman hayati. Di tahun 2017, perusahaan melakukan ujicoba FSC ES untuk mevalidasi dan verifikasi jasa Lingkungan karbon hutan dan keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh certification body dari SGS Qualifor. Hasilnya, PT Ratah Timber lulus dan dapat melakukan claim FSC Ecosystem Services dalam waktu satu tahun kedepan.
Lansekap Kapuas Hulu di Kalimantan Barat, proyek ini berlokus di jasa Lingkungan untuk wisata alam berbasis keanekaragaman hayati, dengan luasan kelola 7,076 ha. Wilayah yang dikelola merupakan perpaduan dari wilayah Taman Nasional Danau Sentarum, KPHP Kapuas Hulu dan sebagian wilayah masyarakat desa Melemba. Melalui program FSC ES, unit managemen di lansekap ini adalah Kelompok Pengelola Pariwisata (KPP) desa Melemba, ini tertuang didalam Nota Kesepahaman – Pengembangan Wilayah Ekowisata Berbasis Masyarakat di Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. KPP mampu menerapkan prinsip pengelolaan hutan bertanggung jawab untuk menjaga keanekaragaman hayati yang menjadi modal utama untuk penerapan ekowisata.
Proses pengembangan jasa Lingkungan di Kawasan hutan yang dikelola secara bertanggung jawab memberikan bukti – dampak positive pada jasa Lingkungan, hal ini dibuktikan dengan menerapkan standard FSC ES pada dua lokasi kerja di Indonesia. Berdasarkan hasil tersebut, project FSC ES di Indonesia sudah lengkap mendapatkan semua claim ES.
1. Indonesia menjadi satu – satunya Negara yang memiliki claim FSC ES yang lengkap – terbanyak.
2. Indonesia menjadi negara pertama yang mendapatkan FSC ES untuk Fresh Water/watershed conservation di Lombok.
3. FSC ES Forest Carbon di Ratah Timber, East Kalimantan menjadi yang kedua setelah Huong son, Vietnam
4. FSC ES Biodiversity conservation di Ratah Timber, East Kalimantan menjadi yang kedua setelah Bosque Cautin, Chile.
WWF Indonesia menjadi bagian utama untuk mengembangkan standard Ecosystem Services Procedure: Impact Demonstration and Market Tools FSC-PRO-30-006 V1-0 EN. Dengan adanya standard FSC ES ini, diharapkan pengelola yang sudah menerapakan RFM – responsible forest managed mendapatkan added value from forest yang diterima oleh market global, saat ini WWF dan FSC terus berupaya mendorong skema ini dapat diterima oleh pasar global dan domestik.