PENANAMAN 1 MILIAR POHON MASUK SKEMA REDD
JAKARTA - Pemerintah akan memasukkan rencana penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 dalam program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi dari hutan-hutan di Indonesia (Reducing Emmission Deforestation and Degradation/REDD Plus)
Kepala Litbang Kehutanan Dephut Tachir Fathoni mengatakan, program REDD Plus itu disiapkan untuk menggantikan program clean develoment mechanisme (CDM) ataumekanisme pembangunan bersih pada 2012.
Menurut Fathoni, pemerintah pasca-pertemuan COP 15 di (Copenhagen terus menggodok pematangan mekanisme Redd Plus hingga menyiapkan proyek demonstrasi di sejumlah daerah. ""Penanaman 1 miliar pohon ini menjadi salah satu pendukung utama sebagai kegiatan kehutanan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dan masuk dalam skema REDD plus ini,"" ujar Tachrir usai peluncuran Demon tration Activity (DA) REDD di Jakarta, Selasa (6/1).
Dia menambahkan, DA-REDD di sejumlah daerah merupakan dasar dari adanya kesepakatan dan pemahaman terhadap mekanisme REDD di Indonesia. ""Kita siapkan REDD dengan DA di antaranya di Jambi, Kalimatan Timur, Kalimantan Tengah, dan Jawa Timur. Kami mengharapkan REDD bisa diterima menjadi mekanisme internasional dalam rangka perubahan iklim menggantikan CDM hasil Protokol Kyoto pada 2012,"" kata dia.
Menurut dia, daerah-daerah yang masuk dalam program DA-REDD ini telah disosialisasikan dan paham tentang keuntungan yang bisa diperoleh daerahnya. Dalam menyiapkan DA-REDD, kata Dirjen Bina Produksi kehutanan (BPK) Hadi Daryanto, Indonesia dibantu oleh pemerintah Australia yang mengalokasikan Aus$ 40 juta dalam rangka pendanaan mitigasi dan perubahan iklim dan akan menambah Aus 30 juta sampai 2012.
Negara lain yang membantu mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan pengelolaan hutan lestari diantaranya Jerman melalui lembaga GTZ sebesar 3,5 juta euro untuk tiga tahun dan KfW 20 juta euro untuk 7 tahun, dan Norwegia (melalui skema UN-REDD USS 5,64 juta untuk 20 bulan. Sedankan TNC membantu US$ 50-100 juta, nTO-Jepang US$ 900 juta 2009-2013, dan Korea US$5 juta pada 2009-2012.
Namun demikian, kata Hadi, dana yang disumbangkan pihak asing itu hanya sebagian kecil dibanding usaha Indonesia dalam menjaga hutannya termasuk merehabilitasi lahan kritis. Bahkan, kata Hadi, tugas mengurangi emisi 26% sampai 2020 bisa dilakukan sendiri oleh kehutanan tanpa bantuan dari pihak lain. ""Kita bisa mengurangi emisi 14% sendiri tanpa dukungan asing, kalau ada dukungan asing, 41% pada 2050 bisa direalisasikan, kata Hadi.
Hanya saja, kata dia. Kementerian Kehutanan perlu segera menyusun verifikasi penghitungan karbon yang berlaku nasional. ""Ini perlu disusun agar secara nasional ada hitungan baku, tak mengacu hitungan/verifikasi pihak asing,"" jelas dia.
Tachrir menambahkan, kesiapan Dephut secara teknis seperti penurunan emisi dari deforestasi, degradasi, konservasi stok karbon hutan.pengelolaan hutan lestari dan peningkatan stok karbon hutan bisa lebih dimantapkan dengan standar verifikasi penghitungan karbon nasional. ""Jadi jelas, akan ada berapa nilai rupiah yang bisa di dapat masyarakat di daerah jika bisa menjaga hutannya ketika karbonnya di konversikan dengan nilai nominal,"" kata Tachrir
Sementara itu. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, sektor kehutanan akan menjadi net sinker dengan kemampuan menyerap karbon 0,89 giga ton Co2e (emisi karbon) sehingga mampu mengurangi emisi 14% dari sektor kehutanan pada 2020.
Sedangkan terkait kegiatan kehutanan, emisi sektor di sektor ini pada 2020 mencapai 1,24 giga ton dan serapan 0.71 giga ton. ""Dengan program Renstra 2010-2020 diantaranya penanaman 500 ribu hektare/tahun, kehutanan menjadi sektor dengan kemampuan menyerap karbon 1,31 giga ton,"" kata Menhut.
Namun demikian, lanjut dia, untuk mencapai renstra itu butuh dana Rp 18,6 triliun per tahun. ""Dana itu merupakan kebutuhan total sektor kehutanan, sedangkan untuk rehabilitasi dan penanaman butuh sekitar Rp 4 triliun. Anggaran yang ada tidak mencukupi, karenanya kita perjuangkan untuk mendapat APBNP setidaknya Rp 2,5 triliun."" kata Zulkifli, (tp)